Saat Megawati Meragukan Jokowi

Sabtu, 26 Januari 2019 | 15:39 WIB
0
318
Saat Megawati Meragukan Jokowi
Megawati dan Joko Widodo (Foto: Tribunnews.com)

Saat itu sosok Joko Widodo (Jokowi) sama sekali belum terkenal. Saking jauh dari popularitas, Megawati Soekarnoputri pun sempat bertanya-tanya, siapa orang ini? 

Mega ragu. Bagaimana seorang pria berbadan ceking, dengan bentuk tubuh jauh dari normalnya pemimpin yang biasanya memiliki ciri-ciri tubuh yang kokoh.

Sampai akhirnya, Megawati berbicara dengan FX Hadi Rudyatmo (Rudy), yang akhirnya berpasangan dengan Jokowi. 

Rudy bercerita, bahwa saat itu Mega sempat menanyakan kepadanya, "Apa jamin menang, toh Rud? Apanya yang dijual, masak wali kotamu kurus? Apa kamu mau wali kotamu kurus?"

Obrolan itu berlangsung persis ketika menjelang proses pengajuan bakal calon wali kota di Pilkada Solo 2005. Juga terekam di buku Jokowi: Spirit Bantaran Kali Anyar, yang ditulis Domu D. Ambarita, dkk.

Pertanyaan diajukan Mega tentu saja bukanlah karena ia ingin melecehkan seorang Jokowi. Tidak juga menjadi pertanda bahwa ia lebih mementingkan fisik. Ia justru menunjukkan insting sebagai pemimpin, untuk menguji seberapa kuat seorang "jagoan" yang akan dilepaskannya ke sebuah medan pertarungan.

Di beberapa kesempatan, Mega memang sempat berujar bahwa baginya kemenangan bukanlah hal terpenting. Namun apa yang paling penting adalah apa yang bisa dilakukan oleh seseorang ketika ia dipercayakan untuk menangani urusan-urusan penting. 

Logis, lantaran di sini bukan cuma kalkulasi politik saja yang menjadi perhitungan. Bukan juga sekadar urusan menang atau kalah. Namun di sini juga ada berbagai hal yang jauh lebih krusial, sejauh mana kemampuan seorang "jagoan" jika kelak menang, dan betul-betul dipercayakan oleh rakyat untuk jadi seorang pejabat.

Toh, terbukti akhirnya Megawati pun merestui Jokowi untuk maju ke kontestasi pemiliki Wali Kota. Walaupun dalam proses itu Mega tetap saja menunjukkan instingnya dan sikapnya yang selektif dan betul-betul penuh perhitungan. Namun ia juga akhirnya menunjukkan, bahwa dalam memimpin, terpenting bukan soal seberapa bagus fisik seseorang, namun lebih kepada sejauh mana kemampuan seorang pemimpin menjalankan peran kepemimpinannya. 

Ketika seorang Mega telah teryakinkan, maka ia pun akan bersedia habis-habisan mengangkat seseorang untuk bisa ke puncak. Terbukti, Mega tidak saja membantu membuka jalan untuk Jokowi menguasai Kota Solo. Ketika Jokowi melaju ke kontestasi Pilgub DKI Jakarta pun, lagi-lagi Mega memberikan dukungannya. Tidak terkecuali saat Jokowi melaju ke Pemilihan Presiden 2014, lagi-lagi ia merestuinya.

Bahwa di partainya memang punya banyak figur yang hebat dan mumpuni secara pengalaman hingga jam terbang di dunia politik, namun itu bukan satu-satunya alasan atau kriteria Mega untuk memberikan dukungannya. Sebab dengan jam terbangnya sendiri di dunia politik, Mega memiliki insting yang tajam dalam melihat, siapa saja yang sebenarnya pantas dimajukan sebagai pemimpin.

Mega tahu, ketika ia mendukung seorang kader melaju ke kontestasi untuk merebut sebuah posisi yang berhubungan  langsung dengan publik, apa yang terpenting adalah kualitas. Ini bukan sekadar kualitas yang menguntungkan partai, tapi sejauh mana kualitas seseorang untuk mampu membawa sesuatu untuk rakyat.

Tampaknya itulah alasan kenapa hingga hari ini, ada kepercayaan sangat besar dari sosok Mega kepada Jokowi. Ia menegaskan sebuah sikap, bahwa ia mengutamakan figur yang betul-betul bisa bekerja untuk rakyat. Sebab tujuan akhir dari sebuah partai politik bukanlah sekadar meraih kekuasaan, namun bagaimana membawa manfaat lebih besar kepada rakyat. 

Sosok Jokowi menjadi "sebuah kado" terbaik yang diberikan oleh Mega, oleh PDI Perjuangan, kepada Indonesia. Kepada rakyat yang berada di negeri ini.

***