Kadang manusia terjebak dalam alam pikirannya sendiri, dan itu sangatlah manusiawi. Berbagai peristiwa yang melatarbelakangi, tapi yang pasti, kekegetiran juga kepahitan hidup yang menyakitkan, sangatlah mempengaruhi. Sehingga secara kejiwaan, terobsesi untuk meluapkan berbagai ambisi.
Berhalusinasi adalah sesuatu yang dihalalkan, bahkan secara konsitusional pun tidaklah dilarang. Yang menjadi persoalan adalah, ketika seseorang berhalusinasi sebagai tokoh penyelamat, dan berusaha untuk mewujudkan mimpinya dengan berbagai cara, maka dia akan mengatakan, semua yang dilakukan orang lain adalah kesalahan, hanya dialah yang mampu memperbaiki keadaan tersebut.
Inilah yang sedang dilakukan Prabowo, dia memosisikan dirinya sebagai super hero, dengan kekuatan pikirannya, dia berusaha meyakinkan dan mengintimidasi pikiran bawah sadar masyarakat, lewat orasi-orasi yang memosisikan dirinya sebagai seorang penyelamat.
Kehidupannya dimasa lalu dia lupakan, seakan-akan dia tidak pernah berada dijaman Orde Baru, yang mempunyai andil terhadap kerusakan bangsa dan negara ini. Dia lupa, bagaimana Soeharto dan kroninya, yang nota bene ada ayahnya didalamnya, yang termasuk juga sebagai kroni Soeharto, yang menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada pihak asing.
Betapa Amerika bisa kaya raya dari hasil mengeruk kekayaan alam Papua, betapa kroni-kroni Soeharto ikut menikmatinya. Sekarang, Prabowo teriak-teriak diatas mimbar, dengan mengatakan Indonesia yang kaya sumber daya alamnya, namun kekayaannya digondol pihak asing, seakan-akan lupa pernah hidup diatas kemewahan rezim Soeharto.
Lantas, Prabowo teriak diatas mimbar dengan Pidatonya yang membakar, bercerita tentang konsesi hutan yang 99% dikuasai konglomerat, hanya 1% dikuasai rakyat. Prabowo mungkin lupa bahwa, rezim Soeharto begitu royal memberikan konsesi hutan bagi konglomerat dan orang-orang terdekatnya, dan Prabowo sendiri termasuk orang yang berada dalam lingkaran rezim Soeharto.
Kenapa saat itu Prabowo hanya diam menikmati kezaliman Soeharto.? Sekarang Prabowo baru ingin menjadi Super hero, teriak-teriak diatas mimbar seolah-olah lupa kehidupan Masa lalunya sebagai penikmat kesenangan. Mungkin saja Prabowo sedang berhalusinasi ingin menjadi super hero, tapi rekam jejak tetaplah tidak bisa dihapus begitu saja.
Lalu, Prabowo berpidato tentang kemiskinan dan korupsi yang sudah stadium 4. Seakan-akan, sejarah masa lalu bukanlah sebagai penyebabnya. Padahal kemiskinan dan korupsi dijaman Soeharto adalah hal yang ditutup-tutupi dengan berbagai cara. Baru setelah Soeharto lengser, semua menjadi terbuka dan terasa, kemiskinan dan korupsi terlihat sangat nyata.
Lagi-lagi diatas mimbar, Prabowo ingin mengatakan bahwa dialah satu-satunya orang yang bisa menyelamatkan bangsa ini dalam sekejap, bagai terhipnotis, orang-orang yang mendengar Pidatonya pun terkesima. Seakan-akan memperbaiki kedaan negara dan bangsa ini semudah membalikkan telapak tangan.
Padahal, menyembuhkan penyakit saja membutuhkan waktu, juga Ridho-Nya, bagaimana mungkin manusia bisa mendahulukan Kehendak-Nya. Tidak ada yang bisa dilakukan manusia tanpa Ridho-Nya. Tanpa meyakini hal seperti itu, orang-orang yang mendengar pidato Prabowo pun mengamini mimpi-mimpinya.
Untuk mewujudkan keinginannya yang terpendam selama ini, Prabowo bukan saja cuma berhalusinasi, tapi juga berusaha menakut-nakuti masyarakat dengan situasi masa depan, kalau seandainya dia tidak memimpin Indonesia. Dia beranggapan Indonesia akan punah, kalau bukan dia yang terpilih menjadi Presiden.
Dalam konteks spiritualitas, Prabowo terkesan Jumawa, mengabaikan kekuatan diatas kekuatannya. Dalam konteks menggugah alam bawah sadar pengikutnya sah-sah saja, namun hendaknya tidaklah mengabaikan kekuatan Yang Maha Kuasa, karena apa yang dilakukan manusia tidak terlepas dari ijin-Nya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews