Kelompok yang Diuntungkan dari Reuni 212

Minggu, 9 Desember 2018 | 17:45 WIB
0
336
Kelompok yang Diuntungkan dari Reuni 212
Demo HTI (Foto: CNN Indonesia)

Dari setiap kejadian pasti ada yang menuai keuntungan. Tak terkecuali selepas pelaksanaan reuni 212 yang menyedot jutaan umat di Jakarta dan sekitarnya.

Reuni 212 kali ini menjadi semacam uji coba kembali untuk menggalang massa demi meruntuhkan incumbent dengan pola yang tidak berbeda dengan sebelumnya.

Kekuatan massa ini sengaja dibuat untuk membangun image bahwa tujuan mereka didukung oleh umat. Sudah pasti tujuannya tidak hanya itu saja. Reuni 212 bukan soal semata membela agama apalagi membela bendera tauhid. 

Disinyalir ada kelompok-kelompok yang mendapatkan keuntungan bahkan menungganginya untuk memuluskan tujuan kelompoknya sendiri. Lalu, siapakah kelompok-kelompok yang mendapatkan keuntungan dari aksi reuni yang katanya dihadiri 11 juta orang ini?

HTI

Ya, siapa lagi kalau bukan HTI yang selama ini memang getol menggelorakan perpecahan di tengah umat Islam. Gerakan yang berkiblat pada HT ini kerap kali berada di balik aksi-aksi pengerahan massa dengan dalih bela agama, bela tauhid dan aksi pembelaan lainnya.

HTI jelas punya kepentingan untuk mendukung Prabowo demi kejelasan masa depan mereka. Setelah dibubarkan oleh Jokowi, gerakan HTI menjadi terbatas. Agar bisa lebih bebas mewujudkan cita-cita mendirikan negara Islam, mereka butuh legitimasi. 

Tidak mungkin jika mereka mengambil jalan revolusi. Karena taruhannya mereka harus berhadapan dengan TNI. Kecuali jika selama ini memang mereka sudah mempersiapkan "mensuriahkan" Indonesia.

Bisa dipastikan ada perjanjian di antara mereka. Jika menang, kemungkinan HTI mendapatkan legitimasi hukum semakin besar. Artinya, HTI bisa melanjutkan cita-cita khilafah meskipun dengan cara seperti kolonial, memecah belah umat dengan isu-isu sensitif seperti tuduhan syiah dan PKI yang selama ini dialamatkan pada mereka yang kontra dengan HTI.

Reuni 212 ini juga sebagai bentuk pembelaan terhadap keberadaan HTI meski sudah dibubarkan. Panji-panji HTI yang terlarang di Saudi Arabia pun dikibarkan dengan bebas di tengah lautan massa.

Dengan culasnya HTI menginformasikan bahwa itulah panji Islam, itulah bendera Rasulullah SAW sehingga rakyat awam yang kurang belajar sejarah termakan dengan propaganda jahat HTI.

Pembakaran bendera tauhid di Garut menjadi momen yang tepat bagi HTI untuk menggerakkan massa, memantik keimanan pengikut mereka untuk membela agama.

Tentu saja pemerintah tetap harus waspada karena HTI belum mati di Indonesia. Bahkan beberapa tokohnya kini menjadi calon wakil rakyat dari beberapa partai yang dekat dengan HTI.

Keberadaan NU dan Muhammadiyah sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan umat dari kehancuran. Dua ormas besar yang ikut berjuang dalam kemerdekaan bangsa ini harus mulai memperhatikan gerakan-gerakan HTI dan membendungnya hingga tidak menguasai masjid apalagi kantong-kantong pusat Islam di daerah, bahkan menyusup di tubuh ormas yang selama ini menjadi tonggak keislaman di Indonesia.

HTI itu kecil jika dibandingkan dengan amal usaha Muhammadiyah dan Pesantren NU yang tersebar di saentaro negeri. Tapi, jika keduanya diam, tentu HTI akan tetap leluasa bergerak merekrut generasi muda, termasuk merangkul generasi millennial yang baru kenal agama.

Partai Oposisi

Sulit untuk menampik bahwa keberadaan koalisi partai oposisi tidak diuntungkan dengan adanya Reuni 212. Ajang ini juga menjadi ajang "baiat" untuk memilih Prabowo pada April 2019 mendatang.

Coba perhatikan, kata-kata yang dipilih adalah "baiat" khas HTI sekali ketika mereka meminta sumpah setia para anggotanya kepada organisasi.

Salah satu partai yang dekat dengan HTI adalah PKS. Mengapa? Pola yang digunakan mirip jika tidak dibilang sama. Keduanya menghalalkan apapun termasuk menyebarkan kampanye negatif demi meraih kekuasaan.

Apapun alasan panitia yang menyebutkan bahwa kegiatan reuni 212 tidak terkait dengan salah satu paslon, namun kuat dugaan bahwa reuni 212 memang dirancang untuk kampanye politik. 

Tak mungkin reuni 212 tidak memiliki tujuan politik. Lihat saja Prabowo yang sampai mencak-mencak karena massa 11 juta yang hadir sampai-sampai tidak diberitakan oleh media cetak.

Untunglah sekarang rakyat sudah terbuka matanya. Sudah bisa melihat dengan jelas motif dibalik reuni 212 yang syarat dengan kampanye politik. Sudah tepat jika Jokowi tidak datang meskipun diundang. Lebih baik Jokowi dan jajaran menterinya tetap berusaha menyelesaikan beberapa pekerjaan rumahnya. 

Kinerja Presiden kini menjadi contoh dan perbandingan di mata rakyat terutama setelah Fadli Zon, Wakil Ketua DPR RI, meminta rakyat memafhumi kinerja mereka yang tidak maksimal gara-gara konsen untuk mengamankan kursinya kembali di tahun depan.

***