Laporan Farhat Abbas Justru Rugikan Jokowi Sendiri

Rabu, 10 Oktober 2018 | 22:56 WIB
0
201
Laporan Farhat Abbas Justru Rugikan Jokowi Sendiri

Kasus “kebohongan” Ratna Sarumpaet seakan menjadi amunisi teranyar bagi koalisi capres petahana Joko Widodo. 

Itulah yang terjadi sejak pengakuan Ratna Sarumpaet yang menyatakan bahwa dirinya telah berbohong saat mengaku mengalami penganiayaan di sekitar Bandara Husain Sastranegara, Kota Bandung, pada Jum’at malam, 21 September 2018.

Atas kebohongannya itu pula, Polda Metro Jaya telah menetapkan Ratna Sarumpaet sebagai tersangka menyusul penangkapannya di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Kamis malam (4/10/2018), saat hendak terbang ke luar negeri.

Meski sudah berada di luar Yurisdiksi wilayah Indonesia, dan Pasport-nya sudah distempel Imigrasi RI, polisi tetap menangkap Ratna Sarumpaet. Dan, aktivis ini pun ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran UU ITE dengan ancaman kurungan 10 tahun.

Tidak selang berapa lama, pengacara Farhat Abbas melaporkan 17 nama tokoh pendukung capres Prabowo Subianto yang dianggap sebagai “penyebar hoaks” berita kebohongan Ratna Sarumpaet. Polisi pun begitu sigap dan cepat memprosesnya.

Polisi mengagendakan pemeriksaan mantan Ketua MPR Amien Rais pukul 10.00 WIB pada Jumat (5/10/2018). Kabar ini dikonfirmasi Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono. Sayangnya Amien Rais tak datang.  

Politisi senior PAN itu menjadi politisi pertama yang akan diperiksa sebagai saksi menyusul penangkapan Ratna Sarumpaet, Kamis (4/10/2018)  di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Tapi, Argo enggan menyebut politisi berikutnya yang akan dipanggil.  

“Nanti kita cek setelah Pak Amien Rais, kira-kira agendanya siapa lagi, kita akan tunggu,” tandasnya, seperti dilansir RMOL.com, Jum’at (5//10/2018). Saat itu, Amien Rais dianggap  lantang menyuarakan pembelaan atas kabar penganiayaan yang dialami Ratna.

“Kita berbicara sebagai satu keluarga besar, mengapa dalam bulan ini terjadi penganiayaan, terjadi pelanggaran HAM yang sangat sangat mendasar. Jadi, ini dari hati ke hati, mudah-mudahan, karena Kapolri bertanggung jawab secara nasional,” kata Amien Rais.

Pernyataanya itu disampaikan saat konferensi pers di kediaman Prabowo Subianto, Jakarta Selatan, Selasa petang (2/10/2018) lalu. Selain Amien Rais, capres Prabowo Subianto juga  dilaporkan Farhat Abbas karena dituding menyebarkan hoaks Ratna Sarumpaet.

Langkah Farhat Abbas melaporkan sejumlah nama yang diduganya ikut menyebarkan berita kebohongan aktivis Ratna Sarumpaet mendapat respon dari Partai Gerindra. Inilah yang tak dipikirkan Farhat Abbas sebelumnya. Laporan ini justru bisa blunder.

Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Arief Poyuono bahkan mengancam melaporkan Farhat ke polisi jika tidak segera meminta maaf. Farhat, sambungnya, bisa dijerat dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena ikut menyebarkan laporan polisi ke media sosial.

“Kalau Farhat enggak minta maaf sama aku dalam waktu 3x24 jam, aku laporin dia ke polisi. Dia bisa dijerat pasal kejahatan ITE. Karena LP itu tidak boleh disebar-sebar ke publik,” ujar Arief dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi RMOL.com, Kamis (4/10/2018).

Tidak cukup sampai di situ, Arief juga akan melapor ke organisasi advokat tempat Farhat bernaung. Dia akan meminta agar izin beracara Farhat dicabut karena melanggar kode etik sebagai pengacara.

“Sebab, Farhat mengunakan kemampuannya sebagai pengacara membuat ngawur-ngawuran, untuk menindas dan menzalimi saya, sebagai masyarakat yang ketipu sama Ratna Sarumpet,” kata Arief yang namanya turut dilaporkan Farhat.

Selanjutnya, Arief akan melaporkan Farhat ke Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar. Dia mendesak agar Cak Imin segera memecat Farhat dari kader PKB. Jika tak digubris, Arief  akan mendesak KPK untuk melanjutkan kasus “Kardus Duren”.

Kasus tersebut bermula dari penemuan uang Rp 1,5 miliar oleh KPK di Kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang saat itu dipimpinnya. “Jika tidak memecat Farhat, maka saya akan desak KPK untuk lanjutkan kasus ‘Kardus Duren’ di KPK,” tukas Arief.

Rugikan Jokowi

Tanpa disadari oleh para pendukung petahana capres Joko Widodo, “gorengan” kasus Ratna Sarumpaet dan menuding capres Prabowo Subianto dkk sebagai “penyebar” hoaks laporan Ratna Sarumpaet itu justru bisa merugikan Jokowi sendiri. Mengapa?

Di medsos sekarang ini malah berkembang label atas Jokowi sebagai #BapakHoaksNasional. Bahkan, menyebut janji-janji Jokowi pada Pilpres 2014 sebagai suatu kebohongan terhadap rakyatnya. Setidaknya ada 66 janji Jokowi yang pernah dilontarkan.

Ibaratnya, kalau Ratna Sarumpaet hanya membohongi satu-dua orang seperti Prabowo dkk, maka Jokowi yang setelah terpilih menjadi Presiden, ternyata tidak bisa memenuhi janjinya saat kampanye Pilpres 2018 lalu. Makanya, kini tidak berani janji lagi.

Sebab, Jokowi yang kini berpasangan dengan cawapres Ma’ruf Amin maju pada Pilpres 2019 nanti itu tidak punya lagi bahan untuk dijanjikan dalam kampanyenya. Maka, moment kasus Ratna Sarumpaet itu, menjadi amunisi untuk menyerang Prabowo dkk.

Kasus hoax Ratna Sarumpaet mau dijadikan senjata capres petahana guna mengkriminalisasi Prabowo, Sandiaga Salahuddin Uno, Amien Rais dkk. Gerindra sebagai salah satu partai dari tiga partai pengusung Prabowo, balik menyinggung kasus Archandra Tahar.

Pada 2016, kasus WN Archandra Tahar yang sempat diangkat Jokowi sebagai Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), diungkit kembali. Kala itu Presiden Jokowi mengangkat dia sebagai Menteri ESDM.

Ternyata, Archandra tersandung persoalan kepemilikan paspor AS, yang dimilikinya sejak 2012. Status WNI Arcandra pun dianggap gugur, karena Indonesia tidak menganut paham dwi kewarganegaraan.

Presiden Jokowi yang telah berhasil ditipu Archandra bahkan telah mengangkatnya menjadi menteri pun akhirnya memberhentikan Archandra. Archandra dan Jokowi sama-sama bebas, tidak diproses hukum atas kasus ini.

Belakangan, Archandra diangkat sebagai Wakil Menteri ESDM setelah mendapatkan status WNI. Anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra Andre Rosiade mengatakan, seharusnya Jokowi sebagai presiden, bisa melakukan penelusuran atau verifikasi terlebih dahulu.

Apalagi sebagai kepala negara, Presiden Jokowi ditunjang lembaga yang bisa melakukan hal tersebut. “Kasus hoaks terbesar abad ini mengangkat warga negara Amerika Serikat menjadi menteri ESDM Archandra Tahar waktu itu,” ungkap Andre.

“Pernah nggak Pak Jokowi minta maaf? Nggak kan. Ada presiden mengangkat lho. Kalau ada yang bilang Pak Prabowo nggak mem-verifikasi, Pak Jokowi punya BIN, punya Imigrasi, institusi negara,” lanjutnya, seperti dilansir Detik.com, Kamis (4/10/2018).

“Gimana verifikasi Pak Jokowi waktu itu sebagai presiden. Ada TNI, Polri, Kemenlu,” ujar Andre lagi. Andre bilang, kesalahan Jokowi lebih fatal ketimbang Prabowo, yang dibohongi oleh Ratna Sarumpaet.

Ia juga menyoroti perbedaan status Jokowi yang saat kecolongan berstatus sebagai presiden, sementara Prabowo hanya capres, ketika tak memverifikasi cerita Ratna Sarumpaet yang telah membohongi Prabowo dkk.

“Pak Jokowi mengangkat WNA menjadi menteri ESDM, saya rasa itu lebih fatal daripada Pak Prabowo, nggak validasi, kami nggak punya perangkat negara dalam verifikasi, beda sama Pak Jokowi punya BIN,” tutur Andra.

“Kebesaran hati Pak Prabowo sebagai oposisi, kami nggak mempermasalahkan itu,” lanjut Andre. Tampaknya, Fathat Abbas dan pendukung Jokowi tak pernah berpikir dampak dari serangan balik jika kasus Ratna Sarumpaet di-blow up berlebihan.

Tak hanya Jokowi yang jadi sasaran tembak balik. Institusi Polri terkesan “tidak adil” juga diungkit kembali. Setidaknya itu bisa dilihat dari pernyataan Wakil Ketua Majelis Syoro PKS Hidayat Nur Wahid yang menanggapi pemanggilan Amien Rais.

Pemanggilan Ketua Dewan Kehormatan PAN oleh Polda Metro Jaya untuk diperiksa terkait sebaran kebohongan cerita aktivis Ratna Sarumpaet itu. Hidayat menyayangkan sikap polisi yang sigap saat memeriksa Amien, tapi lamban memeriksa pegiat medsos Denny Siregar.

Denny Siregar sebelumnya dilaporkan ke polisi karena kicauannya tentang kematian anggota Jakmania, Haringga Sirilla. “Indonesia sebagai negara hukum, harusnya tegakkan hukum dengan yang seadil-adilnya. Tidak tebang pilih. (Apalagi) terseret agenda politik & tidak KKN,” ujarnya di akun Twitter pribadi sesaat lalu, Sabtu (6/10/2018).

Dalam kasus Denny Siregar, pihak kepolisian telah menyebut bahwa video penganiayaan Haringga yang ada suara kalimat tauhid adalah bohong alias hoax. Denny Siregar sempat mengomentari video hoax tersebut, seperti dilansir RMOL.com, Sabtu (6/10/2018).

“Para supporter itu menghabisi seseorang sambil berzikir ‘Tiada Tuhan Selain Allah’. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka semua. Apa karena keseringan lihat ISIS menggorok manusia?" tulis Denny di akun Twitter-nya, Senin (24/9/2018) lalu.

Kasus ini serupa dengan yang dialami sejumlah tokoh saat menanggapi kebohongan Ratna Sarumpaet. Tapi, hingga kini, polisi belum memeriksa Denny Siregar. “Hoax-nya tentang tewasnya 1 Jakmania, Polisi sendiri yang sebut itu hoax dan sudah dilaporkan,” tukasnya.

Nah, benar kan? Gorengan kasus Ratna Sarumpaet justru membuat “gorengan baru” terkait Jokowi sendiri oleh pendukung lawan politiknya.

***