Sumur Ratapan

Membuat sumur resapan di tengah jalan itu perbuatan melawan hukum, tapi kenapa dibiarkan? Kan ada penegak hukum yang bisa menyetop karena bisa mbahayakan nyawa orang. Tapi kenapa diam?

Senin, 27 Desember 2021 | 08:56 WIB
0
126
Sumur Ratapan
Sumur resapan yang dibuat di jalan raya di Lebak Bulus (Foto: detik.com)

Tak henti viral masalah karya besar maestro pembualan Anies Baswedan tetang sumur resapan air vertikal yang menganut mazhab sungsang tentang sifat air mengalir dipaksa nyungsep ke bumi, persis seperti pola pikirnya yang nyungsep dalam kebodohan akut.

Banyak bahasan tentang manusia ini, tetapi nasi sudah menjadi bubur, basi pula. Mau dimakan sakit perut, bahkan kita muntah duluan. Tapi kita menutup hidung dan tetap menelannya.

Ada beberapa contoh nyata produk jualan agama yang salah paradigma. Dan kebanyakan output dari partai non Pancasila, jualan agama kiblatnya ke Cendana, tapi kaum tololisme ya tetap percaya.

Jakarta adalah kemenangan di atas kepongahan agama yang memalukan. Settingan untuk menjatuhkan Ahok sang maestro kebenaran sangat jahat dan memalukan, saat itu bahkan MUI menjadi ikut  memamah semua isu tentang ayat kemudian di-blending menjadi fatwa dan digoreng para preman ulama yang menunggangi MUI.

Tidak usah sungkan bahkan KH. Ma'ruf Amin saat itu ikut pawai dalam kampanye menentang Ahok dengan tuduhan palsu penistaan agama. Kasian, tapi ya itulah adanya. MUI itu makhluk tak jelas kata Gus Mus. Ini ulama ya yang ngomong.

Pongah di atas kemenangan palsu, mendatangi Balai Kota diantar sang juragan JK. Si kumis tipis yang selalu sinis kepada yang tak pro Anies, akhirnya Sekarang ikut meringis, tapi tak menangis melihat kebaikan terkikis karena dia bagian dari proses itu langsung atau tidak.

Kini sepanjang hari kita melihat hasil karya kebodohan sepasang gubernur dan wakilnya dengan putaran lidah yang menjijikkan menyalahkan kontraktor atas sumur yang berkeliaran di tengah jalan. Seperti kerjaan lainnya yang tak ada faedahnya dan telah menelan triliunan uang rakyat, sumur ini juga akan sama nasibnya, karena memang tak jelas nasabnya.

Sebanyak 28.000 lubang ratapan itu menelan biaya Rp2,3 triliun kok para politikus yang mendukung manusia bebal pada bisa tidur. Kelakuan seperti ini hanya dipunyai manusia yang tak penah merasa bersalah bahkan malupun mereka sudah lupa.

Jakarta, sekali lagi Jakarta sebagai miniatur Indonesia dari sana kita bisa merasakan barometer segalanya. Apakah kepala daerahnya bisa kerja atau sekedar main sirkus politik sangat gampang ngukurnya.

Membuat sumur resapan di tengah jalan itu perbuatan melawan hukum, tapi kenapa dibiarkan? Kan ada penegak hukum yang bisa menyetop karena bisa mbahayakan nyawa orang. Tapi kenapa pada diam beribu bahasa?

Kita ini bak mendengar kenalpot rusak motornya sudah jauh suaranya ketinggalan di belakang. Sekarang terasa dikerjai Anies, kita teriak, dia sudah jauh di depan meninggalkan kerusakan sebagai hasil pemerataan yang dijadikan sesalan tapi tak ada gunanya, toh anggaran itu kan di proses di DPRD dan di setujui.

Inilah kata orang Medan, tai kucing rasa coklat. Resapan berubah ratapan.

Selamat menikmati

***