Ini yang akan sangat berbahaya. Mereka tetap akan bergerak dengan berbagai cara sampai 20 Oktober 2019. Pemerintahan Jokowi perlu untuk menangkal gerakan kaum Taliban ini secara politis dan tegas.
Dahsyat. Mahasiswa bergerak. Kaum Taliban yang terdiri dari para operator intelektual, seperti di dalam KPK misalnya, gagal meminjam tangan mahasiswa. Upaya menggiring mahasiswa agar membenci Jokowi berantakan. Mahasiswa tetap konsisten menolak pengesahan beberapa undang-undang. Dan, yang diserang tetap DPR. Upaya delegitimasi terhadap Presiden Jokowi gagal total.
Temuan di lapangan sungguh sangat berbeda. Antara harapan para kadal gurun, khilafah, anti NKRI – dan para aktor intelektual. Mereka yang menggerakkan mahasiswa. Yang, mahasiswa sendiri konsisten menyuarakan hal yang sama dengan Presiden Jokowi. (Foto-foto jepretan saya terlampir menggambarkan para penumpang gelap di lapangan demo Selasa (24/9/2019) di Jakarta.)
(Kecuali UU KPK, yang mahasiswa tidak paham karena pelintiran orang-orang KPK sendiri, seperti Febri Diansyah dan kawan-kawan. Orang bahlul bin pekok Taliban pun paham kelakuan para oknum Taliban di KPK sungguh memuakkan. Semua tahu peredaran video arahan demo kepada perwakilan kampret BEM UI dan lain-lain yang menentang Pemerintahan Jokowi.)
Akibat kurang aktifnya Kominfo, misalnya, sehingga gagal menyuarakan narasi untuk membangun informasi yang positif menguatkan Presiden Jokowi. Maka para mahasiswa lebih banyak memakan informasi dari para provokator yang mendekati mereka.
Suka tidak suka. Kerusuhan dan demo anarkis Selasa (24/9/2019) tetap menggambarkan aspirasi demokrasi. Namun, mahasiswa mayoritas tidak keluar dari jalur tuntutan. Dalam demo kemarin, arahan untuk terus-menerus demo seperti yang disampaikan oleh misalnya Sri Bintang Pamungkas, sudah cukup mewakili provokator aktor intelektual demo dan kerusuhan.
Yel, yel mahasiswa 98% tetap mengecam DPR. Graviti coretan-coretan di jalanan juga 90% mengecam DPR. Sebagian kecil mengecam Jokowi. Hanya mahasiswa dari UIN, UBK, sebagian UI, Universitas Pertamina, Uhamka, UNJ, yang berteriak-teriak mengecam Jokowi. Plus tambahan dari serikat buruh. Foto-foto yang saya paparkan akan memerjelas siapa mereka.
Baca Juga: Demokrasi dan Demonstrasi
Terungkap gerakan ini diawali rangkaian aktor intelektual sebelum 15 September 2019. Berbagai gerakan dimulai dari Yogyakarta. Jantung kekuasaan inti lingkar kekuasaan. Dipilihnya simbol Yogyakarta, Medan, dan Makassar plus untuk membuat kesan masif.
Pun Yogya sebagai lambang kesantunan, budaya, yang menggambarkan kebenaran – selain tempat pertemuan merancang keonaran di Republik Indonesia. Maka benar. Dengan menggunakan jaringan LSM, KPK, BEM dan media sosial, mereka efektif menggalang massa mahasiswa. Sebagian mahasiswa kebingungan.
Di satu sisi mereka menolak RKUHP artinya sejalan dengan Jokowi. Di lain sisi mahasiswa menentang revisi UU KPK. Demo pun susah. Mau mengecam Jokowi atau mendukung Jokowi? Selain yang pasti mereka menentang DPR.
Akibatnya, mahasiswa kesulitan berteriak-teriak. Sulit bikin yel. Yang gas pol dan melakukan provokasi selain mak mak, juga warga yang tak jelas. Juga orang-orang aktivis buruh ya yang itu-itu saja sejak dulu. Tak berubah. Yang afiliasinya tentu kalangan penentang pemerintahan Jokowi.
Untuk sementara gerakan 23-24 September 2019 gagal ditunggangi. Untuk skala nasional, sejalan dengan narasi yang dibangun mahasiswa tetap kondusif yang mendukung Jokowi pada dasarnya. Intinya urgensi demo, substandi demo pun telah hilang. Itulah sebabnya demo di Makassar, Malang, Surabaya, Medan berlangsung damai.
Namun aktor intelektual baru yang akan kehilangan posisi dan jabatan – dengan pendanaan ya dari itu-itu saja – akan terus bergerak. Karena tujuan demo adalah untuk memancing kerusuhan massa. Ingin unjuk gigi memiliki kekuatan. Dan, memang mereka sangat kuat di jaringan mahasiswa dan eks mahasiswa. Plus ormas.
Informasinya, khusus di Jakarta mereka akan mengalihkan dan mengerahkan pendemo dari kalangan warga. Warga DKI dan sekitaran Tangerang, Depok, Bekasi, Sukabumi, dan Bogor Raya. Sumber lain malah muncul remaja/pelajar pendukung dari Palmerah, Pejompongan, Petamburan, dan wilayah Senayan, Kebayoran.
Maka tak mengherankan hari ini (Rabu 25/9/2019) remaja-remaja palsu kampung di sekitaran Senayan, Palmerah, Kebayoran, Tangerang, melakukan kerusuhan.
Polri/TNI tetap harus menindak sesuai prosedur. Polisi tepat bertindak. Tidak menggunakan peluru karet. Tidak juga peluru tajam. Bahkan pistol petugas kepolisian standard pun tidak digunakan. Ini untuk menghindari keberhasilan membuat martir. Pun wilayah sekitar demo dipadamkan untuk menghindari pembunuhan fitnah – yang akan digunakan untuk menggerakkan kerusuhan seperti kasus 12 Mei 2019.
Gagal menunggangi mahasiswa, plan B berlaku. Remaja dan pelajar kampung kelas marjinal. Yang masih bisa dibeli dengan pil koplo dan nasi bungkus. Pelaku lainnya yang potensial adalah menggerakkan kaum jidat gosong, celana cingkrang, kadal gurun, Taliban, yang terkoneksi dengan koruptor, mafia, teroris dan khilafah.
Ini yang akan sangat berbahaya. Mereka tetap akan bergerak dengan berbagai cara sampai 20 Oktober 2019. Pemerintahan Jokowi perlu untuk menangkal gerakan kaum Taliban ini secara politis dan tegas.
Ninoy N. Karundeng, penulis.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews