Salah satu penghambat kemajuan Indonesia adalah gerombolan pengasong agama yang lebih sibuk bermain politik ketimbang mengurus akhlak.
"Lima tahun ke depan, mohon maaf, saya udah gak ada beban lagi. Saya gak bisa nyalonkan diri lagi. Jadi apapun yang terbaik untuk negara akan saya lakukan," ujar Jokowi tegas. Ia bicara di depan pimpinan daerah dari seluruh Indonesia.
Penegasan ini, kita tahu maknanya, bahwa Jokowi tidak akan banyak lagi melakukan kompromi politik. Ia tidak bisa ditekan-tekan lagi. Ia memilih jalan di atas idealismenya. Untuk Indonesia.
Jokowi sadar, selama periode pertama pemerintahannya sedikit banyak ia melakukan kompromi. Dia menjaga harmoni agar pondasi Indonesia yang sudah dibangunnya pada periode pertama bisa dilanjutkan.
Baca Juga: Cak Nun, Ia yang Mengkhianati Puisi
Jokowi bukan pemimpin partai yang harus berfikir membesarkan partainya setelah ia tidak lagi berkuasa. Anak dan menantunya juga tidak perlu digendong dan difasilitasi untuk berbisnis. Anak-anaknya tidak ada yang terjun ke politik. Ia tidak harus memikirkan kekuasaan yang hendak diwariskan.
Artinya kekuasaanya sebagai Presiden, memang difokuskan untuk rakyat Indonesia. Makanya ia bilang, lembaga-lembaga negara yang tidak punya kontribusi positif terhadap bangsa akan dihapuskan. "Cuma menambah beban biaya saja," ujarnya.
Padahal dalam konteks politik, biasanya lembaga-lembaga banci seperti itu didirikan salah satunya untuk menampung para pencari jabatan dan posisi. Kerjanya sedikit. Tapi dapat berbagai fasilitas negara.
Tujuannya agar pemerintah gak banyak diganggu. Sebab para penganggunya sudah mendapat posisi yang nyaman.
Nah, ke depan lembaga seperti itu mau dibersihkan. Agar lebih efisien. Uang negara akan difokuskan untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam bidang ekonomi, birokrasi perijinan akan dipangkas. Semakin efisien perijinan akan semakin memudahkan investor membangun usaha di Indonesia. Dampaknya semakin cepat juga ekonomi bergerak dan tumbuh.
Namun biasanya, semakin mudah ijin usaha, semakin kecil juga pemasukan untuk birokrat ngehe itu. Merekalah yang biasanya mempersulit agar dapat duit pelicin. Mereka mau kaya sendiri, dengan menghalangi potensi tumbuhnya kesejahteraan rakyat.
Apalagi yang akan diterjang Jokowi? Saya memperkirakan kompromi politik pada kelompok-kelompok penekan juga makin mengecil. Apalagi gerombolan pengasong agama dan khilafah yang berniat merusak bangsa ini. Mungkin pemdekatan negara akan lebih tegas.
Sebab salah satu penghambat kemajuan Indonesia adalah gerombolan pengasong agama yang lebih sibuk bermain politik ketimbang mengurus akhlak. Mereka berkoar-koar atas nama dakwah, tapi ujungnya lebih banyak berorientasi kekuasaan. Dakwah bagi mereka sama seperti kampanye parpol.
Organisasi-organisasi intoleran dan tukang sweeping sepertinya akan mulai dihadapi dengan serius. Jika mereka macem-macem, penegakkan hukum akan diterapkan. Sudah gak jamannya lagi teriak 'takbir' di jalanan untuk menakut-nakuti rakyat.
Baca Juga: Tuhan Punya Cara Sendiri dalam Menunjukkan Kuasanya
Para gelandangan politik yang tidak terafiliasi secara resmi di partai dan biasanya bersuara paling nyaring juga akan berhadapan dengan aparat. Apabila mereka mau menggunakan cara-cara kotor untuk menekan pemerintah.
Lima tahun ke depan adalah era Jokowi yang asli. Kita akan lihat otentisitas kepemimpinannya. Jokowi yang tidak diganduli beban lagi. Jokowi yang lebih bebas bergwrak. Kita akan lihat bagaimana Indonesia sedang dipersiapkan menuju kemajuan.
"Prabowo lima tahun ke depan juga tanpa beban, Mas," ujar Abu Kumkum. "Wong dia bukan siapa-siapa..."
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews