Penelitian di Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa warga yang punya pendidikan tinggi ternyata cenderung lebih banyak menyebarkan hoax.
Dalam tiga bulan ke belakang ada beberapa kasus hoax yang mengguncang Indonesia.
Pertama adalah kasus hoax Ratna Sarumpaet yang kini kasusnya tengah bergulir di pengadilan. Ratna Sarumpaet akhirnya mengakui bahwa cerita dipukuli orang-orang tak dikenal merupakan karangannya belaka, kemudian digoreng oleh kubu 02 untuk menyerang petahana.
Kedua, hoax yang diucapkan oleh Prabowo sendiri tentang selang darah yang dipakai berulang kali di RSCM. Kasus ini ternyata juga diam-diam sudah masuk dalam gugatan perdata. Sayangnya bukan pidana, kalau pidana mungkin Prabowo juga akan bernasib sama seperti Ratna Sarumpaet, mendekam di penjara.
Ketiga yang ketangkap basah karena videonya viral adalah seorang ustaz yang melakukan fitnah terhadap pemerintah. Ustaz Supriyanto dalam videonya menuduh bahwa pemerintah akan melegalkan zina.
Ironisnya, Ustaz Supriyanto mengaku bahwa ia merespon isu yang dilontarkan oleh Ustaz Tengku Zulkarnain tentang Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUUP-KS).
Belakangan diketahui justru Ustaz Tengku Zul telah meminta maaf dan mencabut pernyataan "Pemerintah Legalkan Zina". Ustaz yang aktif mencuit ini memang terang-terangan menyerang Jokowi dengan berbagai berita-berita yang menyudutkan.
Stlh mencermati isi RUUP-KS sy tdk menemukan pasal penyediaan alat kontrasepsi oleh Pemerintah utk pasangan Remaja dan Pemuda yg ingin melakukan hubungan suami isteri. Dengan ini saya mencabut isi ceramah saya tentang hal tersebut. Dan meminta maaf krn mendapat masukan yg salah.
— tengkuzulkarnain (@ustadtengkuzul) March 11, 2019
Seharusnya bukan Ustaz Supriyanto saja yang diperiksa oleh Bawaslu tetapi sumber primernya yaitu Ustaz Tengku Zul yang kadung membuat hoaks tersebut akhirnya kuat dugaan direproduksi oleh ustaz-ustaz lainnya dengan tujuan black campaign menyerang Jokowi Amin.
Baik Ratna Sarumpaet, Prabowo, Ustaz Supriyanto maupun Ustaz Tengku Zul adalah sosok-sosok terhormat, terpandang dan terpelajar. Mereka bisa punya nama besar hingga saat ini tak mungkin kalau mereka tidak pintar dan melewati berbagai tingkatan jenjang pendidikan.
Namun, itulah realita yang terjadi. Apa yang terjadi di AS, bisa jadi tercermin juga di Indonesia bahwa banyak kaum terpelajar yang terpapar hoax dan ikut menyebarkannya kembali.
Ada fenomena yang menarik dalam penelitian yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) bahwa pemilih kalangan terpelajar lebih banyak yang mendukung pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Tak terhitung juga sandiwara yang dilakukan oleh Sandiaga. Sosok-sosok yang disebutkan oleh Sandiaga Uno dalam setiap kesempatan debat akhirnya buka suara. Mereka menunjukkan fakta yang berbeda.
Contoh terbaru adalah Bu Lis yang disebut Sandiaga tidak bisa berobat karena tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Kabar tersebut akhirnya mendapatkan titik terang setelah kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma'ruf menegaskan bahwa pasien yang dimaksud Sandiaga kemungkinan bukan Liswati melainkan Niswatin.
Adapun pengobatan Niswatin tidak dihentikan oleh BPJS Kesehatan, melainkan ditunda karena menurutnya ada rekomendasi dari dewan pertimbangan klinik. Berita lengkapnya bisa dibaca di Tribun.
Survei LSI yang melibatkan 1.200 responden yang dilakukan dari tanggal 18-25 Februari 2019 dengan proses wawancara tatap muka ternyata menunjukkan hasil sebagai berikut
Jika ingin mengikuti selera masing-masing, bisa jadi ada korelasi antara pemilih Prabowo yang sebagian besar terpelajar dengan kaum terpelajar yang terpapar hoaks dan ikut menyebarkan hoaks. Sebagai contoh, orang-orang terpelajar yang menyerbarkan hoax ada dibarisan kubu 02.
Balik lagi ke selera tafsiran masing-masing, bisa juga orang yang terpapar hoaks itu ada di kalangan pemilih Jokowi Amin, tapi jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang berada di barisan Prabowo Subianto.
Maka, pertanyaan tentang apakah ada korelasi antara kaum terpelajar yang memilih Prabowo terpapar hoax memang harus dibuktikan secara ilmiah. Data dengan data, penelitian dengan penelitian. Begitu bukan?
Pertanyaan tersebut jelas harus dijawab bersama-sama karena saat ini kedua belah pihak sama-sama dirugikan dengan masifnya penyebaran fitnah dan hoax.
Keduanya mesti sama-sama bergandeng tangan menciptakan pemilu yang adil, damai dan bertujuan untuk mencari pemimpin yang terbaik, amanah, dan membawa rahmat bagi seluruh penduduk Indonesia.
Adapun mereka yang menyebarkan hoax dan terang-terangan melakukan kampanye hitam, agar diproses sebagaimana hukum yang berlaku.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews