Sebut "Soeharto Guru Korupsi" Justru Rugikan Jokowi

Selasa, 11 Desember 2018 | 19:40 WIB
1
273
Sebut "Soeharto Guru Korupsi" Justru Rugikan Jokowi
Ahmad Basarah (Foto: Beritacenter.com)

Penyebutan Presiden Soeharto sebagai Bapak Korupsi dan Guru Korupsi oleh Wakil Sekjen PDIP yang juga Jubir Tim Kampanye Nasional (TKN) paslon Joko Widodo–Ma’ruf Amin, Ahmad Basarah bisa memecah-belah koalisi Jokowi – Ma’ruf.

Serangan Ahmad Basarah tersebut justru bisa menjadi bumerang bagi Koalisi Jokowi sendiri. Mungkin ia lupa bahwa dalam Koalisi Jokowi ini masih ada Golkar yang dulu didirikan oleh Pak Harto. Wiranto dan Surya Paloh itu juga “berbau” Golkar.

Ketua Umum DPP Hanura Wiranto dan Ketua Umum DPP Nasdem Surya Paloh juga kader Pak Harto yang sama-sama pernah di Golkar. Seharusnya, Ahmad Basarah tidak perlu bawa-bawa lagi nama Pak Harto, apalagi dengan melabeli seperti itu.

Gorengan Guru Korupsi oleh Ahmad Basarah tersebut justru menunjukkan, TKN Jokowi – Ma’ruf sudah tidak punya bahan kampanye lagi untuk Pilpres 2019. Sebab, 66 janjinya saat Pilpres 2014 belum pernah ada yang direalisasikan oleh Jokowi.

Satu-satunya bahan kampanye yang bisa dilakukan TKN Jokowi – Ma’ruf ya dengan isu-isu lama dan mengaitkan capres Prabowo Subianto dengan Pak Harto sebagai menantunya dulu. Kemarahan Prabowo pada media “partisan” digoreng berlanjut.

Dampak dari ucapan Ahmad Basarah yang disampaikan di media sosial, Senin (3/12/2018) tersebut, politisi PDIP ini dipolisikan di Polda Metro Jaya.

Ahmad Basarah dilaporkan oleh seorang warga bernama Rizka Prihandy atas dugaan Tindak Pidana Pasal 156 KUHP Jo Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

“Yang melaporkan adalah warga negara Indonesia yang punya kebanggaan kepada Soeharto. Melaporkan Ahmad Basarah karena pernyataannya di media. Menyebut Soeharto Bapak dan Guru Korupsi,” ujar kuasa hukum Rizka Priandy Heryanto.

Menurut Heryanto, Ahmad Basarah sudah memberikan komentar yang memberikan kesan buruk di media massa. Di mana seperti diketahui elit politik partai berlambang banteng itu menyebut Soeharto sebagai 'Bapak Korupsi dan Guru Korupsi'.

Dalam laporan itu, ia membawa sejumlah barang bukti berupa kliping dari media online. Lanjutnya, pelapor menjalankan tugas sebagai warga negara yang baik atas ujaran kebencian dari elit politik kepada Presiden kee-2 RI itu.

Rizka mengatakan, perkataan Ahmad Basarah itu bermuatan unsur ujaran kebencian kepada Presiden Soeharto. “Kami loyalis dan pecinta Soeharto melaporkan yang bersangkutan, agar menjadi tindakan hukum lebih baik,” katanya.

“Karena kami tidak ingin ada preseden buruk ke depannya,” ungkap Rizka, seperti dilansir Merdeka.com, Senin (3/12/2018). Laporan Nomor LP/6606/XXI/2018/PMJ/Dit.Reskrimum itu pada 3 Desember 2018 di SPKT Polda Metro Jaya.

Sebelumnya, reaksi keras datang dari Ketua Umum Partai Berkarya Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Ia meminta Laskar Berkarya untuk melaporkan Ahmad Basarah ke pihak berwajib.

“Saya minta Laskar Berkarya sebagai sayap partai untuk menuntut. Karena faktanya tidak demikian,” kata Tommy dalam sambutan pada pengukuhan DPP Laskar Berkarya di Bogor, Jumat (30/11/2018), seperti dilansir RMOL.com.

Menurut Tommy, korupsi justru secara masif terjadi di era reformasi hingga sekarang ini. Hal itu dibuktikan dengan banyak para pelaku yang ditangkap dan dijebloskan ke penjara akibat terjerat kasus korupsi.

“Bahwa Orba dinyatakan KKN, biangnya KKN dan sebagainya. Tapi nyatanya, fakta hukumnya itu membuktikan bahwa selama reformasi ini sudah ratusan orang kena OTT (operasi tangkap tangan),” terang Tommy.

Ungkapan yang disampaikan Tommy tersebut tak berlebihan. Seharusnya PDIP mengaca diri karena justru banyak kepala daerah mereka yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belakangan ini karena terlibat korupsi.

Wakil Sekjen Partai Demokrat Renanda Bachtar menilai bahwa PDIP tidak berhak menuding pihak lain sebagai biang korupsi di negeri ini. “Saya tidak membela, tapi PDIP tidak berhak menuding pihak lain,” ujar Renanda kepada RMOL.com, Senin (3/12/2018).

Lebih lanjut, Renanda justru meminta PDIP berkaca pada diri sendiri. Sebab, partai besutan Megawati Soekarnoputri tersebut tengah berada dalam lingkaran partai politik paling korup di Indonesia saat ini.

Indikatornya, sambung Renanda, ada delapan kepala daerah dari PDIP menjadi tersangka korupsi di KPK. “Mereka sendiri kan terlibat dalam hal yang sama, kepala daerah mereka tertangkap KPK paling banyak 4 tahun terakhir,” tukasnya.

Terkini, kader PDIP yang terjaring operasi KPK adalah Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadi Sastra dalam perkara suap mutasi dan promosi jabatan di Pemkab Cirebon. Dalam proses penyidikan kasus ini, KPK menemukan dugaan aliran dana ke PDIP.

Aliran dana dari Sunjaya itu untuk kegiatan peringatan Sumpah Pemuda yang digelar PDIP. Tempo.co pun sempat menulis di media online, kurang dari sepekan, 3 kepala daerah dari PDIP jadi tersangka KPK.

Ibarat peribahasa menepuk air di dulang, terperceik muka sendiri pantas disematkan kepada Ahmad Basarah. Padahal, saat ini pusat dari korupsi terjadi di partai-partai penguasa. Begitu tutur Sekjen DPP Partai Berkarya Priyo Budi Santoso.

“Ini kan seperti menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri. Loh bukannya pusat korupsi sekarang justru berada di partai-partai penguasa?” tanya Priyo, melansir RMOL.com, Kamis (29/11/2018).

Mantan Wakil Ketua DPR dari Golkar itu kemudian mencontohkan jumlah kepala daerah dan politisi yang terkena OTT KPK. Mayoritas mereka yang tertangkap tangan melakukan rasuah berasal dari partai penguasa, termasuk PDIP.

“Siapa yang juara korupsi? Berapa banyak pejabat-pejabat PDIP yang di OTT KPK? Kok tega menuduh Pak Harto sebagai guru korupsi,” tandasnya. Rupanya, serangan balik dari pejabat Partai Berkarya ini tak diperhitungkan PDIP.

Coba simak Indeks Partai Korupsi Periode 2002-2014 yang dirilis KPK Watch. PDIP juara korupsi dengan indeks korupsi 7,7, disusul PAN (5,5), Golkar (4,9), PKB (3,3), PPP (2,7), PKPI (2,1), Gerindra (1,9), Demokrat (1,7), PBB (1,6), Hanura (1,5), dan PKS 90,3).

***