Dalam beberapa hari ini pemberitaan terkait KPK membuat publik tercengang. Pemberitaan tentang berbagai masalah yang dialmi KPK akhir-akhir ini mengundang banyak tanya yang belum terjawab.
Pertama kasus pencurian 1,9 kilogram emas batangan barang bukti kasus korupsi, yang tersimpan dalam ruangan penyimpanan barang bukti oleh pegawai KPK. Padahal selama ini tersimpan dengan aman. Seperti diketahui ruangan penyimpanan tersebut tentunya diawasi kamera CCTV, dan dijaga dengan berlapis-lapis. Kecil sekali kemungkinannya bisa dicuri.
Kedua, raibnya truk yang membawa barang bukti (Barbuk) kasus Ditjen Pajak Kemenkeu. Ini benar-benar naif, bahkan bukan saja teledor, tapi sangat diduga adanya konspirasi dalam proses penghilangan Barbuk tersebut.
Pertanyaannya, seburuk itukah KPK sekarang? Adakah kaitannya dengan Jokowi membentuk Satgas BLBI, dan tidak melibatkan KPK dalam kegiatan tersebut?
Ketiga, untuk pertama kalinya KPK menghentikan perkara setelah diberikan wewenang untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), kewenangan tersebut seperti yang tertuang dalam UU KPK hasil revisi.
Dengan demikian revisi UU KPK dianggap sukses besar untuk menyelamatkan koruptor. Namun rupanya Jokowi juga tidak tinggal diam, tidak ingin dianggap terlibat dalam penerbitan SP3 tersebut, Jokowi pun mengeluarkan Keppres pembentukan Satgas BLBI, yang bertugas memburu uang hasil korupsi BLBI, tanpa melibatkan KPK.
Secara tidak langsung, Jokowi ingin mengatakan tidak lagi percaya dengan kinerja KPK, dan nyatanya KPK memang tidak lagi layak untuk dipercaya. Tapi biar bagaimana pun, Jokowi tidak bisa balik badan begitu saja, karena revisi UU KPK lahir atas kesepakatan Pemerintah dan DPR.
Bisa saja muncul dugaan, KPK sudah terkontaminasi oleh para mafia kasus, terutama kasus yang sedang di tangani KPK saat ini. Memang agak aneh dengan kinerja KPK, seperti gajah dipelupuk mata tidak tampak, tapi semut diseberang lautan tampak.
Banyak anggapan kalau KPK hanya melihat kasus-kasus kecil, sementara kasus besar dibiarkan mengendap. Kasus BLBI yang sudah ditangani sejak lama, justeru di SP3 kan. Jangan-jangan pembentukan Satgas BLBI pun hanya sekadar basa-basi.
Yang lebih aneh lagi munculnya KPK versi DKI Jakarta, seakan-akan tidak mengakui keberadaan KPK yang ada selama ini. Lah kalau KPK sudah dianggap tidak efektif keberadaannya, mendingan dibubarkan saja. KPK hanyalah lembaga Adhock yang suatu saat bisa saja dibubarkan.
Secara tidak langsung Pemprov DKI tidak lagi menghargai keberadaan KPK sebagai lembaga anti rusuah. Upaya Pemprov DKI Jakarta membentuk lembaga pemberantasan korupsi dilingkungan Pemprov DKI Jakarta, sangatlah berbau politis.
Adanya Dewan Pengawas KPK juga tidak membuat KPK lebih baik, dan tidak memperbaiki kinerja KPK sebagai lembaga Anti Rusuah. Hilangnya truk pembawa barang bukti, adalah bencana besar bagi KPK, dan preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi.
Upaya menghancurkan lembaga anti rusuah ini sudah berjalan secara sistematis, adanya impossible hand dalam pergerakan KPK pun patut dicurigai. Pelemahan KPK sudah berjalan secara masif dan terstruktur, inilah yang harus diwaspadai. Pemerintahan jangan seperti menggarami lautan, uang habis KPK pun binasa.
KPK jangan anggap penduduk Indonesia bodoh, yang bisa dibodohi dengan mempertontonkan kenaifan perilaku para komisioner KPK.
Tiga kasus diatas adalah manifestasi dari KPK menganggap penduduk Indonesia tidak kritis terhadap apa yang dipertontonkan. Lebih baik semua komisioner KPK mengundurkan diri serentak, dan mengibarkan bendera putih tanda tidak sanggup lagi melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam pemberantasan korupsi.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews