Valentine Day’s Identik Dengan “Hari Maksiat”

Sabtu, 15 Februari 2020 | 23:45 WIB
0
157
Valentine Day’s Identik Dengan “Hari Maksiat”
Pasangan mesum digerebek petugas saat Valentine Day's di Kota Mojokerto. (Foto: InilahMojokerto.com)


Akhirnya, apa yang dikhawatirkan berbagai pihak menjadi kenyataan. “Perayaan Valentine Day’s 2020” diwarnai perbuatan maksiat. Peristiwa tersebut nyaris semua media di Indonesia ada berita pelaku maksiat, yang terkena razia di malam Valentine Days.
Itulah yang terjadi di Kota Mojokerto. Sejumlah rumah kos di sana dirazia petugas gabungan saat perayaan Hari Valentine, Jumat sore (14/2/2020). Dalam razia itu, petugas mendapati pasangan yang sedang indehoi dan pengguna narkoba di kamar kos.
Razia digelar oleh Satpol PP Kota Mojokerto bersama Badan Nasional Narkotika (BNN). Walikota Mojokerto Ika Puspitasari dan Ketua BNN Kota Mojokerto AKBP Suharsi turun langsung dalam razia. Sejumlah pasangan tanpa legalitas diciduk.
Cukup banyak kisah negatif dan memalukan bangsa Indonesia sejak perayaan Valentine Days menjadi agenda acara tahunan para pengusaha hiburan, perhotelan, dan pusat perbelanjaan. Memanipulasi perayaan rakyat Romawi Kuno dalam memuja Dewa Kesuburan Lupercus, dengan kegiatan pesta seks dan kawin kontrak.

Juga, perayaan memperingati kematian Pendeta Kantholik Valentine sebagai suatu perayaan universal untuk semua umat beragama, yang faktanya dalam penyelenggaraanya selama ini terbukti ada pesta miras, narkoba, dan seks yang diharamkan semua agama.

Oleh karena itu, kebijakan pelarangan perayaan Hari Valentine oleh institusi pemerintahan di daerah saat ini merupakan sebuah awal datangnya atmosfer baru untuk melindungi generasi penerus dari propaganda budaya barat yang menyesatkan;

Merusak moral, merusak karakter bangsa, dan menjauhkan generasi muda dari budaya asli bangsa Indonesia. Dus, penetralisir rencana penjajahan terhadap politik, ekonomi, sosial, dan budaya bangsa dan negara Indonesia oleh negara-negara Asing dan Aseng, mulai menyerang pasca reformasi 1998.

Pada 14 Februari 2020, menjadi hari istimewa buat para remaja. Tak hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Bahkan, sampai wilayah Kutub Utara dan Selatan yang dinginnya mencapai -28,2 derajat Celsius di Kutub Utara, -60 derajat Celsius di Kutub Selatan.

Tanggal tersebut populer sebagai Hari Valentine (Valentine Day’s). Biasa disebut Hari Kasih Sayang. Harinya pasangan kekasih mengungkapkan rasa cinta. Mereka akan menghabiskan waktu bersama, dari sore hingga dini hari.

Dari fakta selama ini, ungkapan rasa cinta itu tak hanya saling bertukar hadiah. Atau sekedar memberikan kartu ucapan bernadakan ungkapan kasih sayang. Mayoritas peserta Valentine Day’s akan mengakhiri pestanya, dengan masuk kamar hotel.

Bagi yang berduit dan berkantong tebal bisa masuk hotel, yang berkantong tipis masuk hotel melati (penginapan short time). Penyempurnakan ritual Hari Kasih Sayang dirayakan dengan pesta seks. Berhubungan suami istri di luar ikatan pernikahan.

Fakta itu telah menjadi rahasia umum. Cukup dengan Google Search, ratusan berita terkait pesta seks hasil razia di malam pesta Valentine Day’s akan bermunculan. Satpol PP, Polri, dan Pemda se-Indonesia berhasil mengamankan ratusan pasangan pesta seks.

Tidak hanya remaja pelajar SLTA. Juga, yang sudah kuliah di perguruan tinggi negeri atau swasta. Bahkan ada yang berprofesi PNS/ASN. Hasil razia itu tak hanya di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Jogjakarta, Makassar, dan Surabaya saja.

Yang sudah mabuk gaya hidup sekuler dan metropolis itu juga terjadi di kota-kota santri di Jawa Timur, seperti Sidoarjo, Jombang, Pasuruan, Tuban, Lamongan, Mojokerto, Bojonegoro dan lainnya.

Memang, dalam semua hasil razia pesta seks Hari Valentine itu, tidak ada yang berstatus pengusaha, pengusaha muda, entrepreneur, atau profesional. Ini karena kelompok atas itu menyempurnakan ritual pesta seks Valentine Day’s di hotel bintang lima.

Sementara target razia Satpol PP dan Polri hanya pada hotel melati atau penginapan short time. Namun, rahasia umum telah menegaskan, bahwa pesta seks yang dilakukan kaum borjuis itu lebih “gila-gilaan” dibanding yang terjerat razia di hotel melati.

Dampak lain dari perayaan Valentine Day’s itu, meningkatnya angka kriminal pemerkosaan.
Dari Google Search pula, bisa ditemukan ratusan berita peristiwa pemerkosaan atas remaja di malam perayaan Hari Kasih Sayang akan bermunculan.

Tempat peristiwa yang merusak masa depan itu tak hanya di Indonesia. Tapi juga, di seluruh dunia. Modus pemerkosaan rata-rata diawali dengan pesta minuman beralkohol. Saat remaja putri itu mabuk dan tak sadar diri, maka mereka akan diperkosa rame-rame oleh para remaja putra yang jadi teman pesta perayaan Valentine Day’s.

Karena itu, sejak awal Februari 2020 lalu, sejumlah lembaga dan ormas berazaskan Islam mengeluarkan imbauan, bahkan larangan, untuk memeriahkan Valentine.

Persaudaraan Alumni (PA) 212, kelompok yang genealoginya berasal dari demo menentang Basuki Tjahaja Purnama pada 2016 lalu, adalah salah satu kelompok yang menganjurkan ini. Ketua Media Center PA 212 Novel Bamukmin mengatakan organisasinya telah menyatakan sikap akan “menghentikan acara-acara tersebut”.

Menurut Novel, sikap ini diambil, karena perayaan valentine adalah “penyakit masyarakat” karena “mengumpulkan pasangan di luar nikah” dan “melakukan cara-cara di luar Islam”. Ia tidak mempermasalahkan fakta bahwa tidak ada satu pun pasal yang bisa menjerat seseorang merayakan valentine.

Karena itu, Novel meminta, “aparat tidak membiarkan acara perayaan yang mengeksploitasi seksual”. Valentine tidak sama dengan “mengeksploitasi seksual” – jika maksudnya adalah hubungan seksual.

Namun Novel menegaskan, perayaan ini tetap salah, bahkan jika itu hanya dirayakan dengan memberikan coklat pada orang yang disayang. “Islam tetap melarang,” katanya menegaskan.

Sikap yang sama juga dilakukan semua MUI di Pemkab dan Pemkot di seluruh Indonesia. Argumentasinya sama. Perayaan Valentine Day’s bukan budaya Indonesia dan Islam. Prosesi acaranya mayoritas bertentangan dengan agama Islam.

Karena itu, Sekretaris Umum MUI Jatim Ainul Yaqin menegaskan, hendaknya umat Islam di Jatim khususnya menjunjung fatwa MUI Jatim yang mengharamkam perayaaan Hari Valentine.

Hukum haram itu ada di fatwa MUI Jatim Nomor: Kep.03/SKF.MUI/JTM/I/2017 tentang Hukum Merayakan Hari Valentine Bagi Orang Islam.

Ia menyebut ada 3 poin utama yang menjadi pertimbangan MUI mengharamkan umat Islam merayakan hari Valentine. Pertama, kegiatan Valentine bukan tradisi Islam.

Kedua, dalam kegiatan Valentine banyak hal yang bisa mengarah pada perbuatan tidak baik. Misalnya, pesta minuman beralkohol (qomer), praktik pergaulan bebas (zinah), dan sebagainya. Ketiga, aktivitas mudorot yang berpotensi pada keburukan.

Selain itu, sejumlah pemerintah daerah menetapkan larangan perayaan Valentine Day’s. Argumentasinya sangat tegas dan realitas. Perayaan Hari Valentine bukan budaya Indonesia, sehingga tidak perlu dirayakan.

Masih banyak hari-hari perayaan milik Bangsa Indonesia yang lebih patut dan layak untuk dirayakan.

Selain itu, sejumlah daerah juga menyebarkan peringatan terhadap pengusaha apotik, penjual obat kaki lima, supermarket, dan lainnya untuk tidak menjual alat kontrasepsi dan tisu magic (tisu anti hamil) pada remaja.

Sementara rumah hiburan karaoke, diskotik, pub, cafe, dan kantin hotel untuk tidak menjual minuman beralkohol pada remaja. Daerah yang telah menunjukkan sikap tegas melarang perayaan Hari Valentine itu, adalah Pemkot Banda Aceh.

Dalam Surat Edaran yang ditandatangani Walikota Banda Aceh, Aminullah Usman pada 10 Februari 2020 yang ditujukan kepada seluruh masyarakat di Kota Banda Aceh. Pemkot melarang penyelenggaraan Hari Valentine 14 Februari 2020.

Penegakan peraturan akan dikawal oleh Satpol PP dan Polisi Syariah. Dalam poin pertama surat tersebut, Aminulah meminta kalangan generasi muda dan masyarakat Banda Aceh, tidak merayakan valentine day’s dalam bentuk apapun.

Karena bertentangan dengan syariat Islam dan budaya Aceh. Di poin kedua, meminta para pelaku usaha perhotelan atau penginapan, cafe, tempat hiburan dan tempat-tempat lainnya dalam lingkup Kota Banda Aceh untuk tidak memfasilitasi kegiatan valentine day’s itu.

Sementara di Bandung, anak-anak SD dan SMP dilarang merayakan Hari Valentine di lingkungan ataupun di luar lingkungan sekolah oleh Dinas Pendidikan.

Larangan itu tertuang dalam surat edaran Disdik Kota Bandung. Ditandatangani Kadisdik Hikmat Ginanjar, tertanggal 10 Februari 2020. Surat itu ditujukan kepada semua kepala sekolah SD dan SMP negeri dan swasta di Kota Bandung.

Tak hanya itu, pihak sekolah juga diwajibkan melakukan pengawasan melekat terhadap para siswanya, untuk mematuhi laragan tersebut. Bukan kemuskilan, sanksi tegas juga disiapkan terhadap siswa yang melanggar.

Pemkot Depok juga melakukan hal sama, melarang perayaan yang biasa disebut juga hari kasih sayang itu. Larangan itu tersurat dalam Surat Edaran nomor 42I/937/ll/Peb.SMP/2020 yang ditujukan kepada para kepala sekolah SD, SMP dan SMA di Depok.

Di dalam surat itu ditegaskan, hari valentine bertentangan dengan norma agama, sosial, dan budaya. Demikian pula yang dilakukan Disdik Kota Bekasi melalui Surat Edaran nomor 430/2062-Set Disdik, yang menghimbau tidak adanya perayaan Valentine Day’s.

Surat tersebut bermaksud merealisasikan nilai-nilai karakter/kepribadian bagi para pelajar di Kota Bekasi sesuai dengan visi kota Bekasi yang cerdas, kreatif, maju, sejahtera dan ihsan serta norma sosial dan budaya Indonesia. Yang ditegaskan oleh Pemkot Bekasi dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor: 800/816/.Disdik.Set.

Kebijakan memperkuat larangan penyelenggaraan Hari Valentine pada 14 Februari 2020, ditegaskan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat (Kadisdik Jabar) Dewi Sartika membuat surat edaran kepada Kepala Cabang Dinas Pendidikan dari Wilayah I-XIII, mengenai himbauan larangan perayaan hari valentine.

Itulah berbagai himbauan dan larangan terkait peringatan Valentine Day’s!

***