Polemik Anti-virus Corona, Avigan atau Lainnya?

Senin, 23 Maret 2020 | 10:47 WIB
0
275
Polemik Anti-virus Corona, Avigan atau Lainnya?
Ilustrasi obat-obatan, diantaranya Avigan. (Tofo: Tribunnews.com)

“Seandainya saya terkena Covid-19 dan dokter hanya bisa memberikan Hydrochloroquine-nya Trump atau Avigan-nya Jokowi, saya pun akan meminumnya,” ungkap Dahlan Iskan, seperti ditulis di Pepnews.com, Minggu (22 Maret 2020 | 07:04 WIB).

Dalam tulisan berjudul “Obat Covid” yang dikutip dari bloknya, Disway.id tersebut, mantan Menteri BUMN era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono  menegaskan, “Semua tahu: belum ada obat untuk Covid-19. Tapi apakah pasien tidak perlu diobati?”

Menurut Mas DI, para dokter pasti berada dalam dilema yang luar biasa. Lalu harus membuat keputusan. Dokter tidak boleh terus-menerus dalam keraguan. Saat akhirnya membuat keputusan dokter sudah memikirkannya berdasar keahliannya.

Bukan berdasar perintah atau instruksi atau tekanan. Itulah sebabnya pekerjaan dokter disebut 'profesi'. Bukan pekerjaan biasa. “Mereka harus punya ilmu di bidang itu dan harus punya otonomi untuk membuat keputusan,” jelasnya.

“Sampailah dokter pada putusan: harus diberi obat apakah pasien ini,” lanjut DI. Padahal obat untuk Covid-19 belum ada. Mungkin juga dokter sudah tahu ada obat yang lebih baik dari itu. Tapi apakah obat yang lebih baik itu sudah ada di Indonesia?

Maka DI bisa memaklumi dokter akan memberi obat apa pun yang menurut mereka terbaik di antara yang tersedia.

DI pun mendapat info penting ini: di sebuah rumah sakit di Jakarta pasien Covid-19 diberi obat Oseltamivir 2 x 75 mg. Ditambah vitamin C. Juga Azithromycin 2 x500 mg atau Levofloxacin 1 x750 mg.

Bagi pasien yang sudah agak berat ditambah Chloroquine sulphate 2x 500 mg. Lalu ditambah lagi obat lain berdasar penyakit lain yang ditemukan di pasien Covid-19. Misalnya, ditambah Hepatoprotektor bagi pasien yang punya masalah liver. Misalnya SGPT/SGOT-nya tinggi.

“Mungkin dokter di rumah sakit lain berbuat lain lagi. Atau sama. Sesuai dengan keilmuan dan otonomi mereka,” tulis DI. Tulisan Obat Covid tersebut menggambarkan betapa dokter Indonesia begitu berat dalam menangani Covid-19 di Indonesia.

Apalagi, seperti disebut DI di awal tulisannya: belum ada obat Covid-19! Tapi, saya justru sebaliknya. Obat Covid-19 sebenarnya sudah ditemukan oleh China, jauh sebelum Virus Corona mewabah di China dan mendunia.

Cobalah pikir pakai logika! Jika memang China belum menemukan serum atau vaksin anti Corona, mana mungkin wabah corona di China korbannya hari-hari ini mulai menurun atau malah nol kematian. China pasti telah memiliki obatnya!

Atau malah sudah produksi besar-besaran. Makanya, Presiden China, Xi Jinping mengatakan siap membantu negara-negara yang saat ini tengah 'berperang' melawan penyebaran pandemi virus corona.

Melansir CNN Indonesia, Jumat (20/03/2020 07:31 WIB), pernyataan Xi itu disampaikan di tengah percakapan telepon dengan Presiden Rusia, Valdimir Putin.

Mengutip kantor berita Xinhua, Xi mengatakan jika Beijing bersedia membantu dan bekerja sama dengan Rusia dan negara lain untuk menjaga keamanan dan kesehatan masyarakat global.

“China memiliki kepercayaan diri, kapasitas, dan kepastian untuk mencapai kemenangan melawan epidemi Covid-19,” tulis Xinhua mengutip ucapan Xi. Merespons pernyataan Xi, Putin mengaku mengapresiasi langkah China dalam menekan penyebaran virus corona.

“Rusia sangat menghargai upaya China (memerangi virus corona). China juga telah memberi contoh bagi bagi masyarakat internasional dengan memberikan bantuan bagi negara yang sedang dilanda pandemi,” ujar Putin merespons ucapan Xi.

Pandemi virus corona yang pertama kali dilaporkan di Wuhan, China pada akhir Desember 2019 hingga saat ini telah menyebar ke 158 negara di dunia. Hingga saat ini lebih dari 10 ribu orang dinyatakan meninggal akibat virus corona.

Sementara kasus penyebarannya telah mencapai 246.148 dengan 85.763 pasien dinyatakan sembuh. Kendati angka kematian terus meningkat, untuk pertama kalinya China melaporkan tidak ada kasus infeksi baru di negaranya pada Kamis (19/3/2020).

Jika diakumulasi, angka kematian akibat virus corona di seluruh dunia hingga kini juga telah melampaui China.

Sementara di Indonesia, Pemerintah melaporkan hingga saat ini ada 514 kasus positif virus corona. Dari angka itu, sebanyak 48 kasus meninggal dan 29 sembuh. “Total yang meninggal pada posisi sekarang adalah 48 orang,” kata Ahmad Yurianto, Minggu (22/3/2020).

Menurut Jubir pemerintah untuk penanganan virus corona ini, rasio tingkat kematian tersebut menempatkan Indonesia pada Case Fatality Rate (CFR) atau tingkat kematian 9,3 persen. Ini artinya, tingkat kematian Indonesia di atas Italia, atau tertinggi di dunia.

Salah satu episentrum virus corona dunia, Italia dengan 53.578 kasus positif dan 4.825 kasus meninggal mencatatkan tingkat kematian 9,01 persen.

Secara global, berdasarkan pantauan dari Research Center Johns Hopkins University saat ini, tercatat ada 307.297 kasus positif di seluruh dunia dengan kematian 13.049 kasus. Tingkat kematian global ada di angka 4,25 persen. Jadi, Indonesia tertinggi!

Sementara China sebagai pandemi, seperti dikutip CNN Indonesia, Jumat (20/03/2020 06:24 WIB), berada di ambang kemenangan dalam perang melawan virus corona. Beberapa terakhir ini laporan kasus baru Covid-19 di dalam negeri China terus menurun.

Rumah sakit darurat di Kota Wuhan, Provinsi Hubei yang dibangun untuk menangani pasien Covid-19 telah ditutup. AFP melaporkan, orang-orang di China sudah mulai pergi bekerja, pabrik-pabrik beroperasi, dan sekolah di beberapa wilayah telah dibuka.

Satu hingga dua bulan lalu, puluhan hingga ribuan orang meninggal akibat virus corona. Total ada 3.249 korban jiwa termasuk petugas kesehatan yang “berdarah-darah” berjaga di garda paling depan menanggulangi virus corona.

Untuk pertama kalinya sejak kasus virus corona mencuat, China pada Kamis (19/3/2020) melaporkan tidak ada kasus baru di dalam negeri. Ini merupakan kali pertama China nihil pasien baru positif Covid-19 sejak virus itu mewabah, pada Januari 2020 lalu.

Tren penurunan jumlah kasus baru tersebut sudah terjadi sejak sepekan terakhir. Seperti dikutip dari AFP, minimnya kasus baru di dalam negeri menandakan upaya penanganan pandemi virus corona di China telah menemui titik terang.

Pada Februari 2020, China melalukan “uji coba” obat Covid-19. Seperti diungkap DI dalam tulisannya, obat itu disuntikkan kepada dokter dan perawat militer yang ditugaskan di rumah sakit khusus darurat di gedung olahraga Wuhan.

Hasilnya: sampai tugas mereka selesai minggu lalu tidak satu pun dokter dan perawat militer itu yang tertular. Tapi, obat itu masih harus melewati banyak uji coba lagi. Terutama untuk menentukan ada tidaknya efek samping dan serapa banyak dosis yang diperlukan.

Mayjen Chen Wei, ilmuwan wanita yang mengepalai proyek penemuan obat Covid-19 itu Sabtu kemarin memberikan keterangan baru. Percobaan lanjutan sudah dilakukan kepada relawan dari tiga kota: Wuchang, Hongshan, dan Donghu Scenic Area.

Semuanya di sekitar Wuhan. Percobaan itu dilakukan dalam tiga kelompok. Yakni kelompok dosis rendah, dosis sedang, dan dosis tinggi. Masing-masing kelompok 26 orang relawan. DI  yang dikenal dekat dengan China tentu punya akses informasi di sana.

Sehingga, akurasi tulisannya tidak perlu diragukan. Namun, soal obat Covid-19 yang masih “uji coba lagi” itu, secara logika sangat tidak masuk akal. Karena, faktanya, China berhasil “memerangi” virus Corona yang mewabah tersebut.

Artinya, China sebenarnya sudah punya – dan mungkin juga sudah memproduksi – obatnya secara besar-besaran jauh sebelum Covid-19 itu mewabah di China dan mendunia. Buktinya, Presiden Xi berani menawarkan bantuan kepada negara lain.

Setidaknya, Italia dan Indonesia sudah “diberi bantuan” oleh China. Berton-ton obat-obatan beserta tenaga medis masuk ke Italia. Indonesia juga telah menerima bantuan peralatan medis dan “obat” juga dari China yang diangkut pesawat Hercules.

Melansir Liputan6.com, Jum’at (20 Mar 2020, 20:48 WIB) Presiden Jokowi memesan jutaan obat yang disebut bisa menyembuhkan pasien virus Corona. Obat itu adalah Avigan, yang memiliki nama lain Favipiravir.

Avigan telah melewati penelitian klinis di China untuk mengobati pasien Covid-19. Hasilnya, Avigan tidak menunjukkan reaksi merugikan dalam uji klinis, bahkan pasien yang menerima pengobatan menjadi negatif Covid-19 dalam waktu yang lebih singkat.

Administrasi Produk Medis Nasional telah mengizinkan sebuah perusahaan farmasi China untuk memproduksi obat ini secara massal dan memastikan pasokan yang stabil. Jokowi pun memesan jutaan Avigan untuk digunakan pasien Covid-19 di Indonesia.

Berbeda dengan Indonesia, Korea Selatan memutuskan untuk tidak menggunakan Avigan sebagai pengobatan virus Corona jenis baru karena keraguan atas kemanjuran dan efek samping potensialnya.

Kementerian Keamanan Pangan dan Obat-obatan Korsel mengatakan, telah memutuskan untuk tidak mengimpor Avigan setelah tim ahli penyakit menular di sini memutuskan tidak ada cukup data klinis untuk membuktikan kemanjuran obat tersebut.

Mengutip kantor berita Yonhap, Jumat (20/3/2020), Avigan disetujui sebagai obat cadangan untuk influenza reemergent di Jepang pada 2014. Tapi itu belum digunakan untuk mengobati flu biasa karena beberapa penelitian pada hewan menunjukkan potensi kerusakan janin.

“Avigan tidak hanya menunjukkan kemanjuran selama studi uji tetapi juga tidak ada data uji klinis yang dilakukan pada pasien,” kata ahli penyakit menular Oh Myoung-don. Obat ini juga menunjukkan efek samping serius: kematian janin dalam penelitian pada hewan.   

Makanya, perlu dipertanyakan lagi, apakah China memang menggunakan Avigan untuk obat Covid-19 di China? Sebodoh itukah China, Jepang dan Korsel saja tidak menggunakan untuk obat Covid-19?

Ataukah Avigan itu hanya kamuflase untuk menutupi bahwa China sebenarnya sudah punya “obat” Covid-19 asli yang “dikemas” sebagai Avigan?

Narkoba saja bisa diselundupkan dalam beton tiang listrik ke Indonesia, apalagi cuma obat!

***