Kabinet Antikadal

Tapi harus diakui, dengan bergabungnya Prabowo menjadi anak buah Jokowi, menandakan polarisasi Pilpres sudah selesai.

Kamis, 24 Oktober 2019 | 07:49 WIB
0
281
Kabinet Antikadal
Kabinet baru Joko Widodo (Foto: Facebook/Eko Kuntadhi)

"Mas, gimana susunan kabinet ini?" Abu Kumkum bertanya.

Bagi saya susunan kali ini menunjukkan ada nuansa baru. Pertama, Jokowi fokus pada investasi. Iya, soal investasi ini memang salah satu cara agar kita keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah. Dengan investasi kita akan merangkak jadi negara maju.

Selama ini soal investasi memamg masih terseok-seok. Birokrat yang malas dan aturan yang tumpang tindih jadi kendala. Demikian juga pemerintahan daerah yang belagu.

Kabarnya, nanti akan dibuat Undang-undang (UU) yang mungkin saja bisa menghapuskan banyak UU penggannggu. UU Tentang Penyediaan Lapangan Kerja dan UU investasi. Dengan dua UU ini, berbagai halangan birokrasi bakal didobrak.

Investasi butuh tenaga kerja terdidik dan adaptable dengan perkembangan zaman. Posisi Nadiem Makarim sebagai Mendikbud menggambarkan bagaimana output dunia pendidikan kita akan diarahkan. Sebagai pengusaha digital dan lulusan Harvard, Nadiem diharapkan bisa menyelaraskan pendidikan dengan kebutuhan tenaga dunia industri.

LBP yang tadinya hanya menangani persoalan maritim, diberikan wewenang baru untuk mengkoordinir investasi. Sayangnya Susi Pujiastuti yang hobi menenggelamkan kapal itu tidak lagi mengurus kelautan. Mungkin karena fungsi menteri bukan sekadar berani menenggelamkan kapal. Tapi juga bisa meningkatkan ekonomi maritim kita.

Yang menarik, ditempatkannya Fahrur Razi sebagai menteri agama. Sejak Alamsyah Prawiranegara dan Tarmizi Taher di zaman Soeharto, baru kali ini lagi militer memegang jabatan menteri agama.

Baca Juga: Jenderal Jadi Menteri Agama, Why Not?

Tampaknya persoalan pemahaman agama sebagian rakyat yang dirusak para pengasong khilafah akan jadi fokus untuk dibereskan.

Buktinya Tito Karnavian, mantan Kapolri yang ahli tentang radikalisme kini menjabat Mendagri. Tito mungkin akan fokus menangani para ASN yang keracunan ideologi kadal gurun. Memberaihkan ASN yang terpapar ideologi garis keras diharapkan menjadi salah satu fokus pemerintahan ke depan.

Dan terakhir Erick Thohir yang dipercaya memegang BUMN. Erick dikenal sebagai pengusaha kelas dunia. Kemampuan manajemen, keterampilan finance dan pengamannya sebagai pengusaha mungkin bisa membantu meningkatkan BUMN kita jadi sekelas Tamasek Holding di Singapura.

Perusahaan negara harus bisa menembus Fortune 500. Caranya dengan melakukan holdingisasi dan memberangus benalu yang suka menggelayuti. Tidak ada lagi BUMN dijadikan sapi perah parpol atau politisi.

Bagaimana dengan Menteri Pertahanan? Banyak yang kecewa ketika Prabowo sebagai kompetitor keras Jokowi dua kali Pilpres kini mendapat jatah. Tapi harus diakui, dengan bergabungnya Prabowo menjadi anak buah Jokowi, menandakan polarisasi Pilpres sudah selesai.

Biarkan PKS, FPI, rombongan 212 jadi oposisi. Lagipula mereka-mereka itu mana bisa berpandangan positif. Mungkin mereka akan dibantu PAN yang kali ini gak dapat apa-apa.

Sedangkan Demokrat, saya gak tahu. Mungkin nanti akan dapat jatah juga. Bukan di kabinet. Tapi di lembaga lain yang bergengsi. Atau barangkali Jokowi mau mendorong Parpol plintat-plimtut seperti PAN dan Demokrat tetap jadi oposisi.

Menurut saya,.melihat dari personil kabinet perang pelan-pelan melawan gerombolan radikal akan terus dikumandangkan. Sebab merekalah salah satu memghambat kemajuan bangsa ini.

Adanya Tito di Mendagri, Fahrur Razi sebagai Menag, dan Mahfud MD sebagai Menko Polhukam membuat kita optimis.

Membaca komposisi kabinet, pasti banyak ASN yang panas dingin. Jokowi bukan cuma memasang pion untuk bertarung ke luar, seperti ketika ia menempatkan Prabowo sebagai Menhan. Dia juga bersiap perang ke dalam birokrasinya sendiri. Memberangus ASN yang keracunan ideologi khilafah.

"Mas, Pak Tito jadi Mendagri, kayaknya banyak penjahit kebanjiran order," ujar Abu Kumkum.

Order apaan Kum?

"Memanjangkan celana PNS yang terlanjur cingkrang."

Eko Kuntadhi

***