Pemilihan Umum tahun 2019 tinggal hitungan jam kedepan. Semua unsur yang terlibat dalam sistem baik dari jajaran komisi Pemilihan umum (pusat maupun daerah) beserta stakeholder terkait tengah sibuk menapkan piranti untuk memilih Anggota legislatif dari DPR RI, DPRD Propinsi hingga DPRD kota/kabupaten. Ditambah lagi dengan anggota DPD yang mewakili tiap Propinsi. Tak kalah pentingnya pemilu 2019 ini memilih presiden dan wakil presiden.
Disaat semua unsur keterwakilan masyarakat tengah berupaya mensukseskan jalannya pemilu 2019 pada tanggal 17 April esok, ada saja pihak yang dalam kapasitas tidak jelas mengeluarkan sesumbar.
Dari mengatakan aneka bentuk kecurangan hingga ujaran yang mengarah pada ancaman untuk menggerakkan massa menolak hasil pemilu. Anehnya, gertak atas nama people power sebagai salah satu bentuk gerakan ekstra parlementer itu hanya ditujukan pada pemilihan presiden. Dimana jika incumbent dinyatakan menang,maka pihak lawan yang dalam hal ini diwakili oleh salah satu tim sukses senior konon akan mengerahkan kekuatan ekstra parlementer.
Amien Rais salah satunya. Tokoh yang kerap melontarkan ujaran kontroversial. Seolah tak puas dengan sebutan bapak Reformasi, ide pemilirannya terkesan mengalami degradasi kualitas kerap bias.
Terlebih saat dia kembali mendapatkan panggung politik dibelakang salah satu kandidat Calon Presiden. Mungkin Amien lupa, pemilu 2019 jauh berbeda dengan pemilu tahun 1999, dimana dia menjadi sosok yang dielu-elukan akibat proses reformasi yang menyisakan sekian banyak cerita.
Pemungutan suara di dalam negeri belumlah dimulai. Sementara di Luar negeri telah sedari kemarin berlangsung dengan pernik cerita mulai dari antrian panjang, tidak bisa memilih karena kekurangan surat suara, hingga waktu pemilihan yang dirasa kurang. Namun parahnya lagi beberapa peristiwa yang terkesan mempertanyakan kapasitas lembaga pemangku tanggung jawab penyelenggaraan Pemilu dalam hal ini KPU datang bertubi-tubi.
Hembusan isu penemuan surat suara di Malaysia yang konon sudah tercoblos untuk memenangkan salah satu kandidat Presiden misalnya. Hal itu seolah menjadi senjata yang ditodongkan oleh perampok ditengah keramaian massa yang sigap untuk membela diri bahkan melakukan perlawanan. Alhasil, skenario kecuranganpun dapat diusut tuntas bahkan dengan melibatkan aparat keamanan.
Tidak terlalu berani mencoreng pelaksanaan pemilu di dalam negeri, upaya rekayasa paksa untuk menghambat pemilihan di luar negeripun menjadi langkah awal mereka untuk terus memaksakan diri untuk mendelegitimasi pemilu.
Entah kenapa yang diserang justru pada pemilihan Presiden semata. Maka proses pemilihan legislatif pun seolah menjadi pelengkap penggembira saja dalam pemilu 2019 ini.
Pemikiran yang parsial dari para penggagas dan penggerak delegitimator pemilu, siapapun dia orangnya tentu memperlihatkan sebuah kepicikan. Bagi mereka tak pantas menyebut diri sebagai orang yang memiliki nasionalisme bahkan patriotisme. Jelas-jelas pemilu 2019 terkait langsung dengan UUD 1945, pasal 22 E. Maka barang siapa ingin merusak keberlangungan proses demokrasi pada pemilu 2019, maka jelas-jelas baginya tidak lagi setia kepada UUD 1945.
Kandidat Presiden yang sedang bertarung dalam pilpres 2019 apalagi. Sebagai calon pucuk pimpinan tertinggi negara, mereka baik calon presiden beserta wakilnya haruslah mampu mengedepankan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, ataupun kelompok/golongan yang menjadi pemberi dukungan suara selama ini.
Sebab menyoal Pemilu, bukan sekedar menjadi ranah bagi para pendukung dua pasang calon saja. Melainkan ranah hukum, pemerintahan yang melibatkan segenap jajaran aparat keamanan.
Alangkah lucu, jika pemilu belum terlaksana, terlebih hasil pemungutan suara yang dihitung kemudian, kenapa ada saja pihak-pihak yang suddah ingin mendahului sistem dengan cara yang tidak elegan?. Sukses pemilu 2019 bukan menjadi prestasi atas kinerja KPU semata, melainkan pula indikator sejauh mana kematangan politik warga negara Indonesia.
Dengan sistem serentak dan relatif mengalami pembaharuan tiap periodenya 5 tahunan, diharapkan pemilu di Indonesia mengalami perbaikan sistem dan peningkatan partisipasi dan keterlibatan politik dari masyarakat.
Bukan sekedar mengatisipasi adanya gerakan atau upaya untuk merusak berlangsungnya pemilu 2019, sigap TNI -Polri bersinergi. Jadi people power atau gerakan ekstra parlementer seperti apapun akan berhadapan dengan pihak keamanan.
Di sinilah dibutuhkan adanya kedewasaan politik. Bahwa mereka yang ikut serta dalam kontestasi politik, bukan lagi anak kecil dengan karakter bandel, yang ketika meminta kemenangan dalama pemilu layaknya meminta permen. JIka tidak dikasih maka anak bandel itu anak mengamuk, mengancam semua pihak dengan tindakan yang tidak elok.
Sangat disayangkan lagi, jika memudian yang dimobilisir atas nama kekuatan ekstra parlementer adalah kelompok-kelompok dengan mengusung panji keagamaan. Duh, sudah seperti jaman jahiliah saja rasanya dimana agama dimaknai sebatas kuantitas massa, bukan malah mempertebal keimanan dengan tawakkal, pasrah.
Bahkan jika nanti ketetapan Tuhan atas kemenangan pemilu bagi salah satu kandidat disangkal dan ditolak melalui cara-cara radikal, entah harus menyebut mereka dengan sebutan apa? Lha wong ternyata, mereka masih saja melawan takdir. Jangankan Pemilu, KPU, Demokrasi hingga Negara. Diam-diam takdir Tuhan pun akan mereka delegitimasi.
Dan sebagai warga negara yang baik, besok saya akan mengunakan hak pilih saya untuk mencoblos kandidat yang terbaik . Mari kita kesampingkan kepentingan sesaat para tim sukses yang beradu kekuatan. Gunakan hak pilih kita esok di TPS masing-masing dengan tertib tanpa memancing kegaduhan.
Urusan menang-kalah itu soal biasa, namun jangan sampai apapun nanti hasilnya didelegitimasi dengan tindakan-tindakan yang tidak bermoral. Bukankah ada kuasa Tuhan yang menentukan siapa yang akan menjadi pemenang sejati? Sekuat apapun upaya mendelegitimasi pemilu 2019, masihkah ada yang sanggup mendelegitimasi kuasa Tuhan dalam memberi kemenangan?
Merasa berakal waras boleh, kebablasan jangan
Salam.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews