Melihat Mimpi Mega untuk Perempuan Negerinya

Sabtu, 26 Januari 2019 | 14:42 WIB
0
298
Melihat Mimpi Mega untuk Perempuan Negerinya
Rieke menjadi salah satu kader PDI Perjuangan yang getol menunjukkan kekuatan perempuan lewat parlemen.

"Perempuan adalah sumber kebudayaan," itulah penegasan yang pernah diungkapkan oleh salah satu petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), Hasto Kristyanto. 

Pernyataan itu kuat karena berasal dari petinggi salah satu partai yang sejauh ini memang sudah membuktikan perhatian serius terhadap perempuan, PDI Perjuangan itu sendiri. Keberadaan Megawati Soekarnoputri sebagai pemegang pucuk pimpinan, menjadi satu bukti. Namun tidak berhenti di sini, partai ini juga sudah meloloskan banyak perempuan ke kursi legislatif.

Merujuk hasil Pemilu 2014 lalu, tercatat ada 20 orang perempuan terpilih untuk duduk di kursi legislatif DPR RI. Sebut saja Elva Hartati, Isma Yatun, Itet Tridjajati Sumarijanto, Dwi Ria Latifa, Wiryanti Sukamdani, Diah Pitaloka, Ribka Tjiptaning, Puti Guntur Soekarno, Risa Mariska, Evita Nusranty, Rieke Diah Pitaloka, Damayanti Wisnu Putranti, Sadarestuwati, Indah Kurnia, Mercy Chriesty Barends, Irine Yusiana Roba Putri, Agustina Wilujeng Pramestuti, Puan Maharani, My Esty Wijayati, hingga Vanda Sarundajang.

Walaupun kemudian, Puan Maharani, misalnya, baru 25 hari menjadi anggota DPR, pada 26 Oktober 2014, ia ditunjuk menjadi Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan oleh Jokowi. Saat itu PDI Perjuangan tak langsung menyiapkan penggantinya, namun akhirnya tetap dipercayakan kepada kader perempuan lainnya, Alfia Reziani.

Begitu juga saat kader lainnya, Pramono Anung diangkat sebagai Sekretaris Kabinet Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, PDI Perjuangan lagi-lagi memberikan kepercayaan kader perempuan, Eva Kusuma Sundari. Begitu juga saat Tjahjo Kumolo harus menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri, partai tersebut pun memberikan kepercayaan kepada Tuti M Rosdiono yang juga mewakili kader perempuan.

Sebagai catatan, pada Pemilu lalu, dari semua calon legislatif perempuan dari lintas-partai politik, hanya 97 orang yang lolos ke Senayan. Angka ini tentu saja setara dengan 17,32 persen. Dengan 20 orang perempuan yang mewakili PDIP, paling tidak sudah menunjukkan bagaimana pengaruh perempuan di partai tersebut, dan bagaimana mereka membawa pengaruh lewat legislatif. 

Ada kepercayaan kuat dari partai tersebut terhadap kekuatan yang dimiliki perempuan. Sekaligus menjadi penegas bahwa mereka tidak melupakan pesan-pesan yang pernah disampaikan oleh Soekarno sendiri, yang notabene juga merupakan bapak ideologis bagi kader partai tersebut.

Ya, Bung Karno pernah menegaskan secara khusus pada bagaimana supaya perempuan di negerinya bisa mendapatkan tempat-tempat lebih baik, dan bisa memberikan pengaruh baik kepada publik. Kepada rakyat. 

Itu juga dituangkan oleh Bung Karno dalam buku berjudul "Sarinah" yang me-highlight bagaimana pandangannya terhadap perempuan dan kekuatan yang terdapat pada mereka. Bagi Bung Karno, berbicara perempuan tidak sekadar soal kesetaraan hak saja. Namun, perempuan, sebagai laki-laki, juga mesti bisa saling bekerja sama untuk mewujudkan dunia tanpa penindasan.

PDI Perjuangan dengan sepak terjang dan kebijakan partai yang selama ini diperlihatkan, sudah membuktikan bagaimana mereka mengapresiasi perempuan dan potensi mereka.

Megawati sendiri hingga sekarang masih getol "memprovokasi" supaya perempuan lebih berani tampil dan bisa melakukan banyak, tidak terkecuali di ranah politik. 

Belum lama, saat Mega tampil di acara Super Showbiz Perempuan 4.0 di Balai Kartini, 18 Desember 2018 lalu, juga sempat menegaskan lagi supaya perempuan semakin berani tampil, dan bisa membuktikan bahwa perempuan punya kekuatan yang tak bisa diremehkan.

Ia saat itu sempat menceritakan saat ia mengusulkan kepada Presiden Jokowi supaya Retno Marsudi bisa dipercayakan sebagai salah satu menteri, banyak penolakan datang justru dari sesama perempuan.  

"Ketika Mbak Retno saya usulkan kepada Pak Jokowi, yang ceriwis ibu-ibu, tapi negatif, tidak mendukung," kata Mega saat itu. Namun meski suara-suara sumbang banyak datang justru dari sesama perempuan, Mega tetap memilih memperjuangkan supaya ada keran lebih besar kepada perempuan untuk bisa mendapatkan kepercayaan termasuk di posisi-posisi penting dalam pemerintahan. 

"Mbok ya kalau siapa pun perempuan diajukan, tolong dukung. Bagaimana kalau di pemerintahan saja dihitungkan pakai persentase-persentase, jengkel saya. Bukan dilihat dari kompetensinya," Mega memberikan kritikan kepada kalangan perempuan yang meremehkan kemampuan kaum mereka sendiri.

Ya, bagi Mega, meskipun ia sendiri pernah menjadi presiden dan bahkan tercatat sebagai satu-satunya perempuan yang pernah jadi presiden di republik ini, namun ia belum puas. Ia belum puas jika kaum perempuan di negerinya belum sepenuhnya bangkit, dan mewarnai banyak hal. Bukan cuma mewarnai partai, namun juga mewarnai Indonesia. Terlebih, bendera negerinya pun tak hanya terdiri dari satu warna, melainkan dua warna.

Jadi, ketika lelaki mengambil satu posisi, perempuan pun harus menempatkan posisi pengimbang. Diibaratkan bendera, dengan paduan dua warna itu juga, jadi terlihat bahwa yang berkibar bukan cuma sehelai kain, namun di sana ada nama Indonesia yang juga berkibar.

Ini juga yang diamini oleh Ketua DPP PDI Perjuangan Kesehatan, Perempuan dan Anak, Sri Rahayu. "Ke depan, para kader perempuan ini mampu menjadi mata dan telinga partai yang melihat dan mendengar jeritan hati rakyat. Mampu tertawa dan menangis bersama rakyat," ujarnya. 

Ya, orang-orang besar banyak lahir dari rahim perempuan, dan mereka menjadi manusia yang punya nama besar karena mampu menghargai perempuan. PDI Perjuangan yang kini telah menjadi partai besar, hemat saya, juga tidak lepas dari sikap mereka dalam menghargai perempuan, menghargai para ibu.

***