Pidato kebangsaan Prabowo Subianto yang diselenggarakan pada 14 Januari 2019 di Jakarta Convention Centre menarik banyak perhatian masyarakat, khususnya perihal substansi dan isi dari pidato tersebut.
Sejumlah pendengar berdecak kagum dengan pemaparan yang disampaikan oleh capres nomor urut 2 tersebut tetapi sebagian lainnya justru meragukan fakta dan data yang disampaikan.
Dalam pidato kebangsaan tersebut, Prabowo Subianto memang menghabiskan waktu yang tidak sedikit untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan ketimpangan ekonomi, energi, pangan, pertahanan dan hal lainnya. Substansi tersebut akhirnya menjadi perdebatan di masyarakat karena tidak jelas data dan faktanya.
Salah satu substansi pidatonya yang menjadi kontroversi ialah terkait persediaan dan stok beras Indonesia yang hanya mampu bertahan selama tiga minggu. Menurut Prabowo, negara Indonesia tidak akan mampu bertahan dan tidak dapat menjadi negara yang kuat dengan stok tersebut.
Sayangnya, substansi pidato tersebut dibantah secara tegas oleh pejabat yang bersangkutan yaitu Tri Wahyudi Saleh, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik (OPP) Bulog. Menurut Saleh, stok beras saat ini mencapai 2,2 juta ton dan cukup untuk memenuhi kebutuhan beras masyarakat Indonesia hingga bulan Mei 2019. Jumlah persediaan tersebut bahkan dua kali lipat banyaknya dibanding stok pada akhir tahun 2017 yang hanya mencapai angka 800 ribu ton.
Begitu juga dengan substansi lain dari pidato kebangsaan Prabowo memicu para pakar untuk membantah dan menegaskan data-data yang benar. Mulai dari bahan bakar hanya bertahan 20 hari, satu dari tiga anak kurang gizi, gaji dokter dibawah gaji parkir dan lain sebagainya. Permasalahan ekonomi tersebut disajikan Prabowo tanpa berdasarkan fakta dan data untuk kesekian kalinya.
Namun, mengapa pihak Prabowo terus saja mengulangi kesalahan data dan fakta serta terus mengeksploitasi kekurangan-kekurangan abstrak dalam setiap kampanyenya?
Pada dasarnya, tim pemenangan Prabowo Subianto tidak cukup pintar untuk mencari sumber data dan fakta akurat. Sayangnya, mereka memang tidak ingin menyediakan data yang akurat tetapi justru menyajikan data yang dapat membakar ketakutan masyarakat.
Dapat dikatakan, kesalahan data dan fakta oleh kubu Prabowo ini adalah teknik politik guna mengeksploitasi ketakutan masyarakat. Teknik ini disebut dengan Firehose of Falsehood yang diperkenalkan oleh Rand Corporation dalam penelitiannya terkait metode pemenangan Trump dan metode aneksasi Vladimir Putin terhadap Crimea.
Dalam publikasi penelitian tersebut, Christoper Paul dan Miriam Matthews menjelaskan bahwa Rusia dan Trump memproduksi kebohongan secara masif dan simultan melalui media yang berpihak kepada mereka untuk membangun ketakutan masyarakat. Hal yang sama terjadi di Indonesia, secara psikologi, masyarakat ditanamkan dengan propaganda pesimisme terkait masa depan bangsa yang semakin tidak jelas dan akan semakin susah.
Kondisi ini mengakibatkan masyarakat yang termakan dengan narasi pesimisme Prabowo merasa ketakutan sehingga mudah baginya untuk menerima berita bohong dan mengabaikan fakta dan data yang ada. Masyarakat yang merasa ketakutan akan cenderung mengedepankan emosi ketakutannya dibanding logika berpikir sehingga mereka pun berupaya mencari jawaban atau solusi yang dapat menghilangkan ketakutan mereka.
Di sinilah Prabowo berusaha hadir sebagai sosok yang mampu menyelamatkan Indonesia dari masa depan menakutkan yang ia rancang sendiri. Melalui teknik Firehose of Falsehood, Prabowo mencitrakan dirinya sebagai pemadam kebakaran atas kebakaran yang ia rekayasa.
Menanggapi situasi ini, masyarakat yang memahami teknik politik Prabowo tidak boleh tinggal diam. Masyarakat yang mengetahui kebenaran tidak seharusnya hanya menjadi bagian dari silent majority tetapi harus menjadi penggerak arus informasi yang benar untuk menyelamatkan masyarakat dari pembodohan yang dirancang oleh Prabowo bersama pihak pendukungnya.
Bukan melalui debat kusir secara lisan, tetapi melalui literasi di media sosial dan lingkungan sekitar. Dengan meningkatkan literasi serta edukasi dalam dunia politik, diharapkan teknik Firehose of Falsehood ala Prabowo Subianto dapat ditekan dan dihilangkan dari kancah demokrasi Indonesia.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews