Nanggala Karam Gegara Medan Magnet?

Minggu, 25 April 2021 | 00:01 WIB
0
124
Nanggala Karam Gegara Medan Magnet?
KRI Nanggala-402. (Foto: Istimewa)

Info menarik datang dari Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen Achmad Riad. Salah satu lokasi pencarian yang bakal dimaksimalkan yaitu titik ditemukannya kemagnetan kuat yang dideteksi KRI Rimau pada Kamis (22/4/2021).

Operasi SAR diperkuat dengan KRI Rigel 933 merupakan kapal survei hydro oseanografi. Kapal ini memiliki kemampuan deteksi di bawah air. Kapal ini juga yang digunakan untuk beberapa operasi SAR yang lalu.

Seperti saat kejadian jatuhnya pesawat Lion Air di Tanjung Karawang dan Sriwijaya Air di Kepulauan Seribu.

KRI Rigel bisa membangun dan merencanakan kegiatan untuk (mencari) hasil yang kemarin dari KRI Rimau bahwa ada satu titik magnet yang cukup kuat tidak berubah. Itu akan dikejar, “Semoga jadi titik terang,” ujar Riad saat konferensi pers, Jumat (23/4/2021).

Sebelumnya, pada Kamis (22/04), Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono, menuturkan bahwa pihaknya mendeteksi kemagnetan tinggi di salah satu lokasi pencarian KRI Nanggala-402.

“Tadi baru kita temukan saat Panglima (Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto) ke sana, ada kemagnetan yang tinggi di suatu titik di kedalaman 50-100 meter melayang,” ucapnya saat konferensi pers, Kamis.

Kapal Selam KRI Nanggala-402 yang sedang melaksanakan latihan penembakan di perairan utara Bali mengalami hilang kontak, Rabu (21/4/2021) sekitar pukul 03.00 Wita. Kapal selam diperkirakan hilang di perairan sekitar 60 mil (sekitar 95 km) dari utara Pulau Bali.

Melansir Tribunnews.com, Kamis (22 April 2021 10:49 WIB), Kelompok Ahli Kelautan dan Perikanan Gubernur Bali menyebut, perairan utara Bali memiliki kondisi laut yang dalam dan arus yang relatif kuat.

Dan, memang perairan itu sudah ditetapkan menjadi tempat latihan perang khususnya kapal selam. Memang perairan utara Bali diperuntukkan latihan perang khususnya kapal selam karena laut Bali sampai ke Flores lautnya dalam atau disebut cekungan Bali Flores.

Jadi, “Sangat baik untuk tempat latihan perang termasuk kapal selam, karena bagian Palung Bali Flores itu menyambung,” kata Sudiarta saat dihubungi Tribun Bali melalui sambungan telepon, Kamis (22/4/2021).

Perairannya sangat curam dan dalam berbeda dengan laut Jawa, kedalamannya bisa mencapai 700-3.000 m perairannya semakin ke timur semakin dalam. Jika posisi 95 km utara Bali atau utara Gerokgak kedalaman berkisar 400 hingga 700 m.

Sudiarta menjelaskan, secara umum arus di laut utara Bali relatif kuat karena mendapatkan pengaruh arus global bernama Arlindo atau Arus Laut Kepulauan Indonesia. Massa air dari pasifik masuk ke selat Makassar.

Kemudian nanti mengalir ke Samudera Pasifik melalui selat Lombok, sebagian dari arus digerakkan ke barat dan ke timur. Jadi, memang daerah utara Bali Lombok itu terkenal dengan arus kuat sampai ke Celukan Bawang karena pengaruh arus global.

Sudiarta menambahkan, berkaitan dengan kedalaman dan arus dinilai sudah memenuhi unsur dari segi keamanan laut untuk latihan perang dari Pulau Menjangan sampai Kubutambahan, Bali, dan ditetapkan latihan uji coba kapal selam dan sebagainya.

Ia mensinyalir bahwa hilang kontak KRI Nanggala-402 bisa berkaitan dengan teknologi atau kendali kapal. Hal senada juga disampaikan oleh Ahli Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana Bali, Prof Dr I Wayan Arthana,

Bahwa kondisi perairan utara Bali sampai dengan selat Lombok memiliki kondisi laut yang dalam dan arus kuat karena menjadi alur laut aliran air dari Samudra Pasifik ke Samudra Indonesia sehingga arusnya sangat deras.

Arus di Selat Lombok banyak dipelajari oleh dunia baik AS maupun Eropa terkait dengan fenomena iklim, dari dulu juga ada isu kondisinya cocok untuk kapal asing sembunyi di kedalaman 2-3 km karena teknologi dulu belum bisa mendeteksi kapal sedalam itu.

Ia menjelaskan, kondisi laut Jawa dengan perairan Bali berbeda karena di laut Jawa banyak suplai lumpur selama bertahun-tahun dari sungai yang bermuara ke laut. Sehingga lautnya lebih landai, beda di perairan utara Bali yang relatif tidak ada sungai yang bermuara ke utara.

Penyebab kapal yang dibangun tahun 1977 di HDW Jerman dan masuk jajaran TNI AL tahun 1981 ini, Prof Arthana menduga hilang kontak karena terkait masalah teknologi atau hilang kendali.

“Dugaan teknologi atau masalah kendali, kapal selamnya ada masalah dalam hal kendali sampai ke kedalaman tertentu. Kemungkinan lainnya, kalau masih pakai teknologi lama kemungkinan teknologi belum match dengan posisi kedalaman kapal,” ujarnya.

KRI Nanggala-402 ini diawaki sebanyak 53 orang terdiri dari 49 ABK, 1 komandan satuan, 3 personel arsenal, selaku komandan KRI Nanggala-402 an. Letkol laut (P) Heri Octavian yang sudah menjabat 1 tahun.

Menurut Prof. Daniel M. Rosyid PhD, M.RINA, Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan ITS Surabaya, paling tidak ada dua penjelasan. Pertama, technical error karena sudah tua (umur 40 tahun padahal design service life-nya 20-25 tahun).

Pada 2012 sudah diretrovit dan overhaul total di Korea Selatan. Mestinya overhaul total ini dilakukan setiap 5 tahun. Tampaknya karena beberapa sebab, ini tidak atau belum dilakukan. Hanya dilakukan partial overhaul.

Naasnya, hari itu Nanggala-402 beroperasi melalui sebuah perairan yang rawan sekitar Selat Lombok. Ada arus laut yang sangat kuat dari Samudra Pasifik Utara ke Laut Selatan yang melewati Selat Makasar lalu Selat Lombok.

Di selat Lombok dengan kedalaman 300 m dan lebar 35 km debitnya mencapai 3 juta m3 per detik. Kontur irregular dasar laut di sekitar selat ini ternyata menghasilkan pola aliran arus ekstrim (gelombang di dalam laut) yang berbahaya bagi kapal selam.

Nanggala-402 itu dirancang hanya untuk kedalaman 250 m dan kecepatan 25 knots. Mungkin Nanggala-402 telah dipaksa arus ekstrim ini menyelam lebih dalam dari itu, sehingga terjadi kebocoran yang gagal diatasi dengan segera naik ke permukaan.

Upaya dengan memompa keluar air laut dari tanki-tangki balastnya itu gagal. Karena sistem penggeraknya yang bukan nuklir, tapi diesel elektrik yang sudah cukup tua mungkin tidak memadai untuk menghadapi arus ekstrim ini.

Sementara persediaan oksigen dalam kapal selam terus menipis. Pasokan oksigen diperlukan baik untuk awak kapalnya maupun mesin dieselnya.

Mungkinkah adanya adanya tarikan magnet yang kuat di bawah laut di jalur yang dilintasi Nanggala-402 menjadi penyebab matinya sistem kelistrikan. Sistem kelistrikan mati karena adanya medan magnet yang kuat di bawah laut antara Pulau Bali dan Pulau Kangean.

“Kalau benar pasti berpengaruh pada sistem elektronika, telkom, dan navigasinya,” ungkap Prof. Daniel. Jadi, bukan tidak mungkin, medan magnet bawah laut ini bisa jadi penyebab matinya sistem kelistrikan Nanggala 402.

Tapi, lanjutnya, yang lebih masuk akal adalah tarikan arus laut Arlindo yang melewati selat Lombok yang sangat kuat, ditambah gelombang bawah laut akibat interaksi Arlindo dengan irregularities pada dasar lautnya.

Kabar terakhir, sejumlah barang dan kepingan komponen diduga berasal dari KRI Nanggala-402 ditemukan.

Pada konferensi pers di Bali KSAL Laksamana Yudo Margono menyebut diduga, “Terjadi keretakan, bukan ledakan,” yang sebabkan kepingan komponen dan barang tersebut terangkat keluar kapal.

Dalam konferensi pers itu, KSAL menunjukkan beberapa temuan tersebut termasuk pelurus tabung torpedo, pembungkus pipa pendingin, pelumas periskope, dan alas sholat para ABK.

***