Dua Usulan untuk Program Nadiem Makarim

Di kampung-kampung ilmu yang tersebar di seluruh pelosok tanah air inilah para inovator pendidikan berkumpul, bersinergi, dan membangun perubahan.

Selasa, 12 November 2019 | 11:52 WIB
0
420
Dua Usulan untuk Program Nadiem Makarim
Imam B Prasodjo (Foto: Dok. pribadi)

Dalam upaya memajukan kesejahteraan bangsa, pemerintah di bawah Presiden Jokowi tengah melakukan tahapan besar percepatan pembangunan infrastruktur di berbagai daerah. Saya memahami bahwa keseluruhan upaya ini dilakukan untuk mendukung percepatan pembangunan di berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan.

Sebagai tindak lanjut upaya ini, kini pemerintah tengah mencanangkan tahapan investasi sumber daya manusia secara masif. Tema utama program yang dicanangkan adalah “SDM (Sumber Daya Manusia) Unggul, Indonesia Maju.” Pendidikan vokasi yang lebih mengedepankan keterampilan akan menjadi perhatian utama.

Namun agar Indonesia memiliki SDM unggul, fokus utama yang tidak boleh diabaikan adalah upaya pembangunan karakter secara efektif dan terus menerus. Setidaknya, fokus pembangunan karakter diarahkan pada empat hal, yakni: kejujuran, tanggung-jawab, keadilan, dan toleransi.

Namun, untuk menjadikan manusia Indonesia menjadi “manusia terpercaya” (trustworthy person), pembangunan karakter saja tak cukup. Manusia Indonesia juga harus memiliki kapasitas (ilmu pengetahuan dan ketrampilan) memadai. Kapasitas yang harus dimiliki setidaknya berupa pengetahuan dan keterampilan yang dapat menjadi bekal hidup bagi dirinya dan keluarganya.

Dengan tertanamnya karakter jujur, tanggung-jawab, adil dan toleran disertai kapasitas ilmu dan beragam keterampilan memadai pada setiap manusia Indonesia, akan menjadikan manusia Indonesia tak hanya unggul, tetapi juga terpercaya. Dalam lingkup lebih luas, sebuah bangsa yang mampu menumbuhkan manusia-manusia terpercaya, pada gilirannya juga akan menciptakan “masyarakat terpercaya” (trustworthy society).

Perlu diingat, karakter dibangun melalui proses sosial yang terjadi dalam lingkungan keluarga, teman bermain, kelas, sekolah, tetangga dan bahkan kini lingkungan sosial digitalnya (cyber society). Keluarga biasanya menjadi tempat utama bagi tumbuh berkembangnya basis karakter diri. Kemudian, sekolah dan komunitas lebih berperan dalam membangun kompetensi emosional dan sosial.

Dalam membangun karakter, jelas diperlukan keterlibatan seluruh anggota keluarga dan komunitas. "It takes a family and a village to raise a child with character."

Hal yang sama harusnya terjadi dalam membangun kapasitas ilmu pengetahuan dan keterampilan. Sinergi harus dilakukan dengan melibatkan orang-tua, tokoh pendidik, para aktivis sosial, ekonomi dan budaya. Para “champions” (social/business/cultural entrepreneurs) yang kini telah bekerja dan menjadi penggerak masyarakat di berbagai bidang harus diberi tempat, difasilitasi dan diperankan.

Pemerintah tak hanya berperan menjadi fasilitator, tetapi juga menjadi integrator yang menumbuhkan “jejaring aktivis sosial” agar terjadi sinergi dalam kerja-kerja nyata. Yang dilakukan pemerintah bukan sekedar merancang program, namun membangun gerakan melalui program-program. Kata "gerakan" menjadi kata kunci.

Agar seluruh derap gerakan ini tumbuh dan berkembang cepat, perlu dibangun wadah-wadah sentra pendidikan integratif berupa “kampung kampung ilmu” di seluruh pelosok tanah air. Di kampung ilmu ini beragam fasilitas tepat-guna dan beragam program pendidikan dirancang dan dibangkitkan secara partisipatif dan integratif. Interaksi belajar dan mengajar berjalan 24 jam, baik melalui pertemuan-pertemuan pada “komunitas darat” (real world) maupun “komunitas digital” (cyber world).

Usulan dua program utama 

Atas dasar pemikiran di atas, usulan saya tentang dua program yang harus dilakukan segera adalah:

1. Membangun database "champions" penggerak perubahan di berbagai bidang (pendidikan, sosial-ekonomi, budaya dan lingkungan), baik yang bekerja di lembaga-lembaga formal, nonformal maupun informal (pemerintah maupun swasta). Sambil pembangunan database dilakukan, pemetaan para champions dilakukan berdasarkan bidang dan wilayah kerja utama mereka.

Pemerintah perlu segera mensinergikan para champions ini dalam sebuah jaringan kerja (connecting the dots). Program-program kerja disusun secara partisipatif (tak lagi bertumpu pada rancangan birokratis rutin pemerintahan), dan pada tingkat aksi, program dilaksanakan dengan melibatkan generasi muda visioner yang telah memiliki pengalaman kerja sosial setidaknya selama 5 tahun.

Untuk memfasilitasi tumbuhnya gerakan pendidikan secara nyata di tingkat komunitas, pemerintah bersama para aktivis penggerak pendidikan melakukan pemetaan wilayah untuk menentukan wilayah-wilayah mana yang akan dijadikan sentra-sentra pendidikan komunitas percontohan (kampung-kampung ilmu).

2. Setelah pemetaan dilakukan, program dirancang secara kontekstual dengan memperhatikan potensi lingkungan dan masyakarat dalam komunitas yang akan dibangun. Keterlibatan para champions menjadi sangat penting. Jadikan perangkat birokrasi daerah sebagai pendamping pelaksana program. Namun jangan jadikan mereka sebagai aktor garis terdepan yang menentukan langkah-langkah program.

Ini penting agar perubahan lebih pasti dan cepat terjadi. Bangun pusat gerakan pendidikan berupa kampung ilmu di berbagai daerah. Di kampung-kampung ilmu yang tersebar di seluruh pelosok tanah air inilah para inovator pendidikan berkumpul, bersinergi, dan membangun perubahan.

Semoga terjadi perubahan berarti!

Imam B. Prasodjo

***