Seberapa Greget Koalisi Gerindra?

Selasa, 20 November 2018 | 21:45 WIB
0
339
Seberapa Greget Koalisi Gerindra?
Prabowo Subianto (Foto: Tirto.id)

Koalisi Adil Makmur yang digawangi Partai Gerindra belakangan ini kerap kali diterpa isu keretakan. Mulai dari jatah kursi wakil gubernur yang dijanjikan kepada PKS sampai dengan menagih janji Demokrat untuk setia dengan kesepakatan mempromosikan Parabowo Sandi sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden yang sama-sama mereka usung.

Tapi, namanya koalisi dalam politik tentu ada hitung-hitungannya. Tidak ada makan siang gratis. Begitu juga jika Gerindra menuntut agar Demokrat ikut berkampanye bagi ketumnya itu. Demokrat dianggap mendukung setengah hati karena ketinggalan momentum.

Meskipun berada dalam gerbong terakhir koalisi. Demokrat masih punya gigi. Tak bisa disepelekan lho sosok jendral bintang empat yang dua kali menduduki kursi empuk istana.

Kata orang SBY bisa memimpin negeri ini selama dua periode hanya kebetulan saja. Hanya kemujuran saja.

Tapi, kalau kita menyimak cerita-cerita Dahlan Iskan di Pepnews.com tentang kesuksesan Rusto's Tempeh si Raja Tempe asal Jepang atau ibu Nurhayati yang menjadi miliyuner karena Wardah, tidak ada yang dibangun karena kebetulan. Kesuksesan mereka dibangun dari mimpi, kerja keras dan pengorbanan.

Saya pun percaya bahwa buah kemenangan selama dua periode SBY bukan soal kebetulan, bukan karena Dewi Fortuna semata, tapi karena kerja keras dan pengorbanannya. Momentum yang tepat itu hanya buah dari doa dan usahanya.

Maka, jika Demokrat benar serius untuk mempersiapkan AHY sebagai pemimpin masa depan tentu bukan hanya pengorbanan saja yang harus diberikan, tapi juga usaha dan kerja keras.

AHY yang rela memupus impiannya tentu harus punya hitung hitungan. Demokrat pun demikian. Melihat seberapa gregetnya koalisi Adil Makmur saat ini, Demokrat pantas untuk menata diri dan berhitung, apanya yang bisa mereka dapatkan?

Prabowo seperti sudah ogah-ogahan menjadi calon presiden. Sudah lelah katanya. Sandiaga sudah habis-habisan mengeluarkan "amunisi" kampanye. Bahkan keduanya seperti berjalan sendiri sendiri. Sampai sampai rakyat menduga kalau yang nyapres itu Sandi, bukan Prabowo.

Jangan tanya PKS apalagi PAN. PKS masih sibuk mengamankan jabatan serta nasib organisasinya yang diambang perpecahan. Kader-kadernya mogok dan membuat gerakan baru.

PAN masih sibuk promo film Hanum dan Rangga demi gengsi tak mau kalah dengan film si penista agama. Sampai sampai mengeluarkan instruksi nobar film Hanum dan Rangga demi mendongkrak jumlah penonton.

Potret koalisi seperti ini agaknya memang bikin baper. Siapa yang kerja, siapa yang kampanye, siapa yang menikmati nanti. Apalagi jika ujungnya dianggap si bungsu, dalam koalisi karena paling akhir bergabung. Bisa-bisa hanya dapat remah-remah rengginang saja.

Demokrat perlu bertanya pada hati sanubarinya sendiri. Koalisi Adil Makmur sudah tak bisa diharapkan. Apalagi kini yang kerap kali disudutkan tak memiliki kontribusi.

Ah, sudahlah. Mending segera move on. Dalam politik harus ada hitung-hitungan cermat dan tepat. Tanpa harus malu mengakui kesalahan. Daripada harus terjerumus dalam lubang yang sama. Tul ndak?

Masih ada waktu mengalihkan dukungan. Bukan hanya demi masa depan partai, tapi demi masa depan AHY, sang putra mahkota, yang disia-siakan koalisi.

***