Sebuah riset yang dilakukan oleh Institut Teknologi Massachusetts mengungkapkan bahwa ternyata berita bohong atau lebih terkenal dengan sebutan 'Hoax' lebih mudah diterima dan lebih cepat menyebar ketimbang ‘Fakta’. Manusia memiliki kecenderungan untuk tertarik terhadap hal-hal baru.
Kecenderungan ini membuat tiap individu gencar mencari informasi, hal ini tentu agar mereka menjadi yang pertama dalam mengetahui segala sesuatu. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh para penyebar hoax.
Selain memilih target, penyebar hoax juga lihai memilih isu untuk disebarkan. Berita-berita hoax cenderung memanipulasi emosi dan rasionalitas manusia, ketika perasaan lebih diutamakan maka di situlah hoax dapat 'mengambil alih'.
Cara ini, meskipun tidak langsung, akan memaksa individu untuk bersimpati karena apabila tidak bersimpati maka si individu kemungkinan akan mendapat cap sebagai orang yang tidak berperasaan atau semacamnya.
Lantas bagaimana cara menghadapi hoax? Apa kita sebagai individu yang telah merdeka pikiran dan rasionalnya harus serta merta percaya pada berita yang beredar dimana-mana? Ataukah kita justru ikut sebagai kontributor hoax di media sosial karena minimnya kesadaran akan cinta tanah air? Atau pula termasukkah kita sebagai generasi yang apatis dan tidak peduli pada keadaan dan masalah di depan mata kita sendiri? Aku berharap kau menjawab tidak untuk semua pertanyaan tadi.
Jawab tidak bahwa engkau tidak akan serta merta percaya pada berita apapun tanpa mengecek keasliannya.
Jawab tidak bahwa engkau tidak akan menjadi salah satu dari penyebar hoax itu sendiri. Dan sekali lagi, jawab tidak bahwa engkau bukanlah masyarakat apatis yang tidak mau tahu terhadap persoalan negeri ini, melainkan engkau adalah orang yang peduli dan mau membantu menyelesaikan permasalahan negeri ini sekecil apapun kontribusimu.
Telah kita rayakah HUT-RI yang ke-74 tahun pada tanggal 17 Agustus kemarin dan pertanyaan yang masih membayangi kita terlebih saya sendiri adalah sudahkah kita merdeka dari prasangka negatif akan hoax dan sudahkah kita menjadi seorang warga negara yang bijak dalam mengolah informasi yang kita terima?
Bukan sebuah paradigma baru lagi jika setiap orang memang cenderung lebih mudah mempercayai hoax ketimbang mencerna fakta yang sebenarnya. Dunia yang serba instant menjadikan kita sebagai generasi milenials bangsa ini lebih menyukai hal yang mudah dan cepat tanpa pikir-pikir panjang.
Jika dikaji lebih dalam lagi selama 74 tahun Indonesia merdeka, negeri kita masih disebut sebagai “Negara Berkembang”.
Indonesiamasih belum bisa memposisikan dirinya sebagai negara maju. Lantas apakah yang salah dalam sistem pemerintahan kita ini? Pembangunan dan kepemimpinan nasional Indonesialah kunci permasalahan yang membuat negeri kita sedikit tertinggal dibandingkan negara lain di kawasan Asia Pasifik.
Pembangunan dimaksudkan untuk menyejahterakan masyarakat Indonesia baik itu melalui sistem pendidikan, jaminan kesehatan, infrastruktur, sistem sosial, ketenagakerjaan, produksi, dll. Di saat yang bersamaan, kepemimpinan juga dimaksudkan untuk mengarahkan/ mengerahkan kehidupan nasional (bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta memperhatikan dan memahami perkembangan lingkungan strategis guna mengantisipasi berbagai kendala pemerintahan.
Namun, kontradiksinya adalah akankah pembangunan dan kepemimpinan itu akan berjalan mulus sementara masyarakat Indonesia sendiri terombang-ambing oleh krisis kepercayaan akan pemerintahnya? Tentu saja negara ini tidak akan mencapai kemajuan tanpa adanya andil dari segenap rakyat. Indonesia ada karena rakyatnya!
Rakyat adalah komponon utama berdirinya sebuah negara. Rakyat mencerminkan keadaan negara itu sendiri. Rakyat yang tertib mencerminkan keadaan stabilitas pemerintahan, begitupun sebaliknya.
Keadaan pemerintahan akibat hoax adalah sebuah anomali yang jauh dari kata stabil. Rakyat sebagai kunci pemerintahan haruslah selektif dalam mencerna segala jenis informasi yang diterima karena mustahil Indonesia akan disebut sebagai “Negara Maju” jika didalam pemerintahannya masyarakat saling berasumsi negatif dan saling menjatuhkan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews