Golput atau orang yang tidak menggunakan hak pilihnya merupakan konsekuensi dari demokrasi. Jenis "golput" juga bermacam-macam. Layaknya seorang "atheis" ada berbagai alasan atau penyebabnya. Begitu pun dengan golput. Ada banyak aliran dan sekte dalam golput. Penyebabnya tidak sama atau tunggal.
Ada golput karena memang apatis atau tidak peduli dengan politik. Ada golput karena hidupnya sudah mapan, memilih atau tidak -tidak akan berperngaruh dengan dirinya atau hidupnya. Ada yang golput karena tidak sesuai dengan keinginannya atau harapannya. Golput jenis ini mungkin karena saking kritisnya dan standarnya terlalu tinggi, selamanya akan tetap golput. Mungkin sampai mati pun akan golput.
Tetapi ada jenis golput yang terkendala masalah adminitrasi. Jenis golput seperti ini yang harus diperjuangkan atau diusahakan supaya tetap bisa memilih.
Ada sebagian masyarakat kita yang hidupnya masih nomaden atau berpindah-pindah. Seperti buruh, pembantu rumah tangga, pedagang pasar atau kaki lima atau karyawan pabrik. Mereka hidup merantau dan e-KTP nya masih e-KTP daerah. Ketika mau memilih mereka terkendala adminitrasi. Kalau mengurus harus pulang dulu ke daerahnya ini juga tidak mungkin.Menghabiskan waktu dan biaya.
Padahal, pemerintah atau KPU ingin menekan angka golput serendah mungkin. Tetapi di satu sisi birokrasinya terlalu njlimet dan panjang. Sehingga masyarakat yang awalnya berniat mau menggunakan hak pilihnya jadi mengurungkan niatnya. Karena malas mengurus adminitrasinya.
Seperti masyarakat yang ingin pindah Tempat Pemilihan Suara atau TPS harus melapor ke KPUD setempat baik di kabupaten atau kota. Cara seperti ini terlalu panjang birokrasinya. Hanya mau mengurus untuk bisa pindah TPS harus ke KPUD.
Coba kalau seorang yang mau mengurus pindah TPS itu seorang buruh atau pembantu yang tidak begitu mengerti adminitrasi. Tentu sangat membingungkan dan bikin ribet. Akhirnya menjadi golput karena adminitrasi.
Kenapa, misal pindah TPS atau memilih hanya lapor ke RT/RW setempat dengan membawa Formulir A5? Tidak harus ke KPUD. Karena ini pernah terjadi pada diri saya pada pilpres 2014.
E-KTP saya waktu pipres 2014 terbit di kota Bogor dan terdaftar sebagai pemilih juga di Bogor. Tetapi saya tinggal di kota Bandung. Akhirnya saya mengurus adminitrasinya yang bisa diwakilkan, yaitu ngurus ke pak RT di Bogor untuk menerbitkan Formulir A5, setelah itu teman saya mengirim lewat paket dan saya terima. Dan dengan formulir A5 tersebut saya mengurus ke RT setempat untuk di daftar sebagai pemilih. Hanya milihnya di akhir atau sekitar jam 12.
Tetapi pada pilpres 2019, lebih ribet,karena harus lapor ke KPUD setempat.
Jumlah golput adminitrasi ini lebih besar dibanding jenis golput lainnya. Penyakit akut negeri tercinta kita, yaitu "birokrasi". Pengin menekan golput, tetapi birokrasinya terlalu panjang. Bukan memudahkan tetapi cenderung mempersulit.
Padahal golput jumlahnya termasuk besar. Pada tahun 2009 golput mencapai 29,01%. Sedangkan golput pada 2014 mencapai 24,89% dari suara sah 124.972.491 suara.
Apa gunanya e-KTP yang katanya serba online,kalau mau menggunakan hak pilih menjadi lebih susah dan ribet?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews