Soal Sentimen Negatif; Jokowi Rentan, Prabowo Imun

Jumat, 22 Maret 2019 | 14:29 WIB
0
246
Soal Sentimen Negatif; Jokowi Rentan, Prabowo Imun
Prabowo dan Jokowi (Foto: BBC.com)

Dalam pasar modal atau saham ada yang namanya sentimen negatif atau sentimen positif yang akan mempengaruhi pasar atau market.

Sentimen negatif akan membuat pasar saham menjadi turun atau merah atau jenuh beli (bearish). Sentimen negatif dalam pasar modal atau saham biasanya dipengaruhi di antaranya: inflasi yang tinggi, dana asing keluar dari market atau pasar saham, cadangan devisa menurun, defisit transaksi berjalan yang makin membesar, atau dipengaruhi oleh faktor global yang negatif.

Sentimen positif kebalikannya dari sentimen negatif yaitu pasar saham makin bergairah dan saham-saham naik atau menghijau (bullish). Sentimen positif juga dipengaruhi oleh: inflasi terkendali,dana asing mengalir atau masuk ke pasar saham, cadangan devisa naik dan faktor global juga positif.

Jadi dalam pasar modal atau saham sentimen negatif atau positif adalah hal yang wajar atau biasa. Pasar atau market bisa naik dengan cepat dalam hitungan detik dan menit karena dipengaruhi isue sentimen positif. Tetapi market atau pasar juga bisa turun atau jatuh dengan cepat karena dipengaruhi isue sentimen nagatif.

Nah, dalam pilpres 2019 pasangan capres-cawapres juga dipengaruhi oleh isue-isue positif dan negatif. Sentimen negatif akan mempengaruhi elektabiltas capres-cawapres yang bisa merugikan. Karena elektabilitasnya akan turun. Begitu juga sebaliknya, sentimen positif bisa merimbas dengan naiknya atau meningkatnya tingkat elektablitas bagi capres-cawapres.

Capres yang banyak mendapat isue-isue sentimen negatif adalah Jokowi atau petahana.

Kenapa tingkat elektabilitas Jokowi-Makruf Amin susah naik atau cenderung stagnan atau kalau dalam pasar saham namanya bearish atau jenuh beli, padahal Jokowi sang petahana?

Karena Jokowi lebih sering atau banyak mendapat serangan isue-isue sentimen negatif. Seperti: Anti Ulama atau Islam, Isue PKI, tenaga kerja asing atau china membanjiri Indonesia, atau berita-berita hoax lainya. Dan isue-isue negatif itu manjur atau cespleng untuk menggerus elektablitas petahana atau minimal elektablitasnya menjadi tersendat atau stagnan.

Sebenanrnya isue-isue itu sudah ada dari pilpres 2014. Dan masyarakat percaya terhadap isue-isue sentimen negatif tersebut. Bahkan bukan masyarakat yang pendidikan rendah saja,tetapi malah yang berpendidikan tinggi seperti: guru, dosen dan profesi lainnya. Berita hoax menjadi santapan atau sarapan di pagi hari, tanpa mau melakukan check and re-check atau tabayyun terlebih dahulu. Akal sehatnya dikalahkan oleh perasaannya atau kebenciannya.

Capres Jokowi atau petahana juga rentan atau tidak kebal terhadap isue atau sentimen negatif. Kalau diibaratkan, capres Jokowi ini imun tubuhnya atau penangkal kekebalan tubuhnya sangat lemah. Dan klarifikasi-pun juga tidak bisa meredakan isue atau sentimen-sentimen negatif itu,justru virus itu makin liar dan menggerogoti dirinya.

Hampir mirip dengan penyakit,kalau sudah akut atau stadium tertentu  susah untuk diobati, malah menjalar kemana-mana. Yang bisa dilakukan capres Jokowi hanya dengan bertahan dengan sesekali melakukan serangan balik. Atau dengan counter berita-berita positif supaya sentimen negatif itu tidak semakin liar.

Sedangkan capres Prabowo Subianto termasuk kebal terhadap isue-isue atau sentimen negatif. Berita atau isue se-negatif apapun tidak akan mempengaruhi elektabilitas capres Prabowo. Ia seakan kebal dengan virus atau sentimen negatif. Malah berita-berita negatif yang menyerang yang bersangkutan itu bisa berubah menjadi positif. Seakan capres Prabowo mempraktekan ilmu matematika yaitu negatif (-) x negatif (-) menjadi positif. Dan bisa dikonversi dengan naiknya elektablitas capres Prabowo.

Pendukung pasangan 02  ini terkenal dengan militansinya. Berita-berita negatif kepada capresnya tidak akan merubah pilihannya. Malah menjadikan mereka semakin kuat dan melekat satu sama lain.

Beda dengan pendukung capres Jokowi yang mudah terpecah-pecah kalau sudah kecewa atau dikecewakan. Justru terkadang saling serang atau saling olok-olok diantara mereka sendiri. Pendukung capres Jokowi yang sangat militan justru dari kalangan wanita atau perempuan. Mereka berani serang menyerang di medsos, yang laki pada ngaciir.

Itulah sekilas gambaran kenapa capres Jokowi elektabilitasnya cenderung stagnan/bearish atau malah turun. Cara terbaik untuk memenangkan Jokowi dengan bertahan sampai hari H atau pencoblosan.

***