Sebelum Berkuasa, Bersihkan Dulu "Nurani" di Dalam Hati

Sebelum bisa berkuasa, sudah seharusnya para politisi kita membersihkan hatinya sehingga apa yang akan dipikirkan tidak justru merusak apa yang sudah ada.

Rabu, 1 Mei 2019 | 19:19 WIB
0
332
Sebelum Berkuasa, Bersihkan Dulu "Nurani" di Dalam Hati
Capres urut 1 Joko Widodo dan nomor urut 2 Prabowo Subianto berjalan bersama pada Deklarasi Kampanye Damai dan Berintegritas di Kawasan Monas, Jakarta, Minggu (23/9/2018)/TribunNews.com

Sebenarnya, terbuat dari benda apakah hati para politisi kita ini? Setidaknya, apa yang saya pertanyakan ini, bisa saja menjadi pertanyaan banyak orang diluar sana, yang kesehariannya masih saja dibebani bagaimana menyambung hidup untuk hari esok. Bagaimana nasib anak-anaknya tidak lagi mengikuti nasib dirinya.

Bagaimana tidak? Hajatan demokrasi lima tahunan, nyata-nyatanya, dijadikan hajatan meraih kekuasaan semata. Semuanya seolah mengkhianati apa yang dilakukan di awal, dimana mereka semua bertekad bahwa mereka akan siap menang dan juga siap untuk kalah.

Namun, kenyataannya sungguh ironis. Belum juga, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyelesaikan tugasnya,  salah satu pesertanya sudah menyatakan dirinya sebagai pemenang, hanya dengan berbekal quick count-nya sendiri. Bahkan, deklarasi kemenangan dan sujud syukur pun harus dilakukan berulang kali. Apa yang dilakukannya itu seperti menafikan keberadaan KPU.

Inikah bentuk kekecewaan kepada lembaga-lembaga survei yang justru  menempatkan pasangan Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin sebagai peraih suara terbanyak? Atau karena hati ini sudah begitu kotor sehingga tak bisa lagi melihat segalanya dengan pandangan yang jernih?

Baca Juga: BPN Tak Kompak, Prabowo Sebut Pemilu Curang, Sandiaga Sebut Pemilu Jujur

New line to prevent forcing root class, just delete it if it's not necessary

Kalau kita mau jujur, lembaga-lembaga survei yang menggunakan metodologinya dengan baik dan benar, maka tentu saja hasilnya tidak akan melenceng dari kenyataan. Dan, hal ini sedikitnya sudah terbukti bahwa hasilnya ternyata tidak jauh berbeda dengan hasil real countyang dilakukan KPU, meskipun data yang masuk baru sementara.

Jika hati sudah kotor, pikiran pun kotor, dan apa yang dilakukan juga kotor. Bagaimana tidak kotor? Sebelum masa pencoblosan dilakukan, Amien Rais, tokoh nasional yang dahulu dikenal dengan politik adiluhung-nya ini justru mengeluarkan pernyataan provokatif yang berlabel 'People Power' karena tidak begitu mempercayai integritas KPU. 

Padahal, lembaga independen penyelenggara pemilu ini dilahirkan ketika dirinya menjabat Ketua MPR RI, sehingga KPU tak lagi berda di bawah Kementerian Dalam Negeri seperti di masa Orde Baru.

Mungkin saja saat ini, sudah semakin tebal debu menutupi hatinya, karena jauh-jauh hari, berita bohong alias hoax mengenai 7 kontainer surat suara tercoblos sudah mulai disebarluaskan. Sungguh sebuah kebohongan yang bodoh, karena ketika itu KPU pun belum secara resmi mencetak surat suara untuk Pilpres 2019.

Upaya mendelegitimasi KPU memang begitu menyakitkan. Tindakan ini tak ubahnya seperti merusak demokrasi itu sendiri. Bahkan, semakin menyakitkan lagi, ketika euphoria itu tampaknya makin membuat kecewa ratusan keluarga petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia.  

Coba Anda Bayangkan, lebih dari seratus orang petugas KPPS itu meninggal dunia karena tak kenal lelah ikut memperjuangkan jalannya demokrasi di Tanah Air kita ini. 

Saya tidak habis pikir terbuat dari apa hati Anda itu jika Anda semua justru mengatakan bahwa KPU curang, sedangkan siang-malam, para petugas itu bekerja tanpa kenal lelah, bahkan hingga mengorbankan nyawanya. 

Dari tulisan di atas, saya jadi teringat  salah satu hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, yang isinya sebagai berikut

"Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)" (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Oleh karena itu, sebelum bisa berkuasa, sudah seharusnya para politisi kita itu harus benar-benar membersihkan hatinya sehingga apa yang akan dipikirkan, apa yang akan dilakukannya, semuanya tidak justru merusak apa yang sudah ada.

Salam dan terima kasih!

***