Saya membayangkan kubu Prabowo-Sandiaga menahan napas, bahkan mungkin sedikit panik saat membaca berita pernyataan Koordinator Debat TKN Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding. Mantan Sekjend PKB itu bilang, dalam debat capres nanti kubunya akan mengangkat soal penculikan aktivis dan kasus dugaan korupsi PT Duta Graha Indah (DGI).
Kejahatan HAM penculikan dan penghilangan aktivis 1998 saja sudah cukup bikin repot kubu Prabowo. Sejak dulu soal inilah yang membebani langkah politik Prabowo Subianto, mengikutinya kemana-mana bagai bayangan yang tak diinginkan.
Memang sulit mengelak dari sana sebab Prabowo Subianto tak mungkin menghapus ingatan publik tentang keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) memecatnya dari militer, pun keputusan Mahkamah Militer terhadap anggota Tim Mawar, grup Kopasus yang terlibat di sana.
Sudah pasti tambah pelik dan bikin pusing jika kubu Prabowo-Sandiaga harus pula menjelaskan soal PT Duta Graha Indah (DGI). Apalagi jika soal ini menjadi pertanyaan yang langsung diarahkan kepada Sandiaga Uno di atas mimbar debat capres nanti. Spontan menjelaskan di hadapan jutaan pasang mata, baik yang hadir langsung, pun memirsa lewat tv sudah pasti tidak gampang. Salah kata, selesai sudah pilpres ini dengan kekalahan telak di pihak Prabowo-Sandiaga.
Mungkin nama PT DGI sedikit asing di telinga masyarakat, atau sudah dilupakan. Sudah sejak 2012 nama PT DGI berganti jadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring. Nama PT NKI mungkin lebih akrab sebab belum lama muncul sebagai pihak yang dituding publik harus bertanggungjawab atas amblesnya jalan Gubeng di Surabaya.
Namun, ketika kasus korupsi pembangunan wisma Atlet dan gedung serbaguna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan serta kasus korupsi pembangunan Rumah Sakit Universitas Udayana pecah 2012 silam, nama PT DGI mencuat ke publik. Sebabnya adalah PT DGI inilah pemenang tender Wisma Atlet dan RS Universitas Udayana.
Beberapa tahun lalu jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Direktur Utama PT Duta Graha Indah Dudung Purwadi melakukan korupsi dalam pembangunan rumah sakit khusus infeksi dan pariwisata Universitas Udayana Tahun 2009-2010. Dudung melakukannya bersama mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
Yang menarik, Sandiaga Uno ternyata merupakan Komisaris PT DGI semasa pengerjaan proyek RS Udayana dan Wisma Atlet. Informasi ini mencuat dalam kesaksian Nazaruddin dalam persidangan terdakwa Dudung Purwadi. Bahkan menurut Nazaruddin, Sandiaga Uno adalah pemegang saham terbesar PT DGI.
Pada 2013 dan 2017 Sandiaga hadir sebagai saksi dalam persidangan terdakwa Dirut PT DGI. Ia mengakui dirinya komisaris PT DGI sejak 2007 hingga 2015. Namun ia mengklaim tidak tahu-menahu sepak terjang PT DGI dalam skandal korupsi Wisma Atlet Hambalang dan RS Udayana. Menurut Sandiaga, hal tersebut merupakan urusan direksi.
Sandi mengklaim, sebagai komisaris dirinya hanya diberi kewenangan sebagai penasehat yang memberi masukan tentang keadaan makro ekonomi, tren ekonomi, serta situasi pasar modal.
Selain direkturnya, pada November 2017 PT DGI telah divonis bersalah oleh pengadilan Tipikor dan merupakan korporasi pertama yang divonis bersalah atas kasus korupsi. PT DGI atau PT NKE harus membayar denda Rp 14,4 miliar dalam korupsi pembangunan RS Udayana, dan denda Rp 33,4 miliar dalam korupsi pembangunan wisma atlet dan gedung serbaguna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
Rupanya kasus korupsi PT DGI/NKE di masa lampau tidak terbatas dua kasus yang telah divonis itu. Pada Maret 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan sedang mendalami dugaan korupsi PT DGI/NKI pada 6 proyek lain, yaitu:
Sandiaga boleh saja mengaku tidak cemas jika banyak skandal korupsi PT DGI, baik yang telah divonis bersalah pun yang sedang dalam pengusutan terekspos kembali ke publik dalam debat perdana capres-cawapres.
Sandiaga boleh juga menenangkan diri dengan pernyataan Sekjend PPP Arsul Sani yang mengklarifikasi pernyataan Karding sebelumnya. Menurut Asrul Sani, persoalan penculikan aktivis dan skandal perusahaan-perusahaan Sandiaga Uno tidak akan diangkat kubu Joko Widodo - Ma'ruf Amin dalam debat perdana 17 Januari ini. Menurut Asrul, Jokowi-Ma'ruf menghormati asas praduga tak bersalah.
Tetapi saya yakin jauh di lubuk hatinya getar ketar-ketir bertalu-talu sebab proyek-proyek yang telah divonis dan yang sedang didalami KPK terjadi saat Sandiaga masih komisaris PT DGI. Agak aneh untuk berpikir seperti pembelaan diri Sandi bahwa komisaris sama sekali tak tahu pekerjaan direksi dalam memenangkan tender proyek dan mengeksekusinya.
Saya membayangkan sepanjang jalannya perdebatan semalam, setiap kali masuk ke topik spesifik korupsi, jantung Sandiaga berdetak kencang, berharap cemas skandal kasus-kasus PT DGI/NKE tidak Jokowi singgung.
Mungkin inilah sebabnya Sandiaga sempat mengatakan hukum jangan dijadikan alat menghantam lawan politik. Bisa jadi Sandiaga mengatakan itu bukan karena ia menilai demikian keadaan yang terjadi, melainkan sebagai permohonan mengingatkan kepada Jokowi agar jangan mengangkat skandal korupsi PT DGI dalam debat malam itu. Tak terkira kebingungan Sandiaga sebagai mantan komisaris dan--mungkin masih--pemilik saham terbesar PT DGI jika harus menjelaskan banyak skandal DGI malam tadi.
Beruntunglah, hingga perdebatan selesai, tak sekalipun Jokowi dan KH Ma'ruf Amin menyinggung soal PT DGI. Dalam pesan penutupnya, Jokowi hanya bicara umum, yang kita tahu memang menyinggung latar belakang masa lalu Prabowo dan Sandiaga. Jokowi hanya katakan ia tidak punya beban masa lalu. Ia bukan pelanggar HAM, ia tidak korupsi.
Meski jantung Sandiga mungkin sejenak berhenti berdetak saat Jokowi menyebut tidak korupsi, Sandiaga akhirnya lega, Jokowi tidak menyebut PT DGI/NKE sebagai contoh.
Hmmm, sepertinya Sandiaga Uno perlu mencium tangan Jokowi dan KH Ma'ruf Amin sebagai bentuk terima kasih.
***
Sumber:
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews