Pembebasan TKI di Malaysia oleh Prabowo, Hoax yang Kesekian Kali

Rabu, 16 Januari 2019 | 15:21 WIB
0
288
Pembebasan TKI di Malaysia oleh Prabowo, Hoax yang Kesekian Kali
Prabowo dan Wilfrida (Foto: Merdeka.com)

Informasi bohong (hoax) seolah memang melekat pada pribadi Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto. Rekam jejaknya telah membuktikan itu. Satu per satu kebohongan Prabowo Subianto mulai terungkap ke publik.

Salah satunya terkait pembebasan Tenaga Kerja Indonesai (TKI) asal NTT, Wilfrida Shoik, yang terancam hukuman mati, yang disebut Prabowo sebagai ‘buah karyanya’.

Klaim sepihak itu juga telah dibantah oleh Migrant Care, organisasi yang fokus pada advokasi buruh migran. Organisasi yang peduli advokasi TKI tersebut membantah klaim sepihak dari Prabowo yang menyatakan bahwa dirinya berjasa dalam membebaskan TKI Wilfrida.

Anis Hidayah dari Migrant Care menegaskan, proses advokasi terhadap Wilfrida dimulai Desember 2010 oleh Migrant Care, saat Wilfrida ditangkap polisi di Kelantan, Malaysia. Alex Wong, seorang aktivis Malaysia yang tinggal di kota itu, memulai upaya pembelaan terhadap Wilfrida.

Anis menjelaskan, upaya pembelaan terhadap Wilfrida yang diketahui pada saat itu masih di bawah umur, justru dimulai di DPR RI dengan membuka kesadaran masyarakat luas soal adanya permasalahan tersebut.

Dan Prabowo Subianto ataupun anggota fraksi partainya, Fraksi Partai Gerindra pun sama sekali tak terlibat serta mau tahu. Konferensi pers di Gedung DPR RI justru difasilitasi oleh anggota Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka dan anggota DPD RI perwakilan NTT, Lerry Mboik.

Dukungan Fraksi PDIP terhadap upaya-upaya Migrant Care berlanjut ketika Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung menulis surat kepada Pemerintah Malaysia, sebagai tindak lanjut dari mobilisasi petisi masyarakat untuk pembebasan Wilfrida di September 2013.

Saat pemberitaan tersebut melejit, pihak Prabowo kemudian masuk dengan kontribusi menambah seorang pengacara ke dalam tim hukum yang sudah disediakan KBRI Malaysia.
Pada tahun 2014, Migraint Care memprotes upaya Prabowo menjadikan Wilfrida sebagai alat kampanye pencapresan hingga rencana dijadikan kompensasi visi misi Prabowo yang miskin dari isu perlindungan buruh migran.

Bila dibandingkan dengan Prabowo, agenda perlindungan buruh migran yang ditawarkan Jokowi lebih komprehesif dan realistis. Pihak Jokowi melihat fenomena migrasi sebagai sebuah realitas yang harus dijawab dengan kebijakan spesifik mengenai tata kelola migrasi dan dukungan politik luar negeri berorientasi pada perlindungan warga negara.

Sedangkan pihak Prabowo hanya melihat dalam analisis klasik pull and push factor kemiskinan sehingga solusinya lebih pada pendekatan makro ekonomi.

Masyarakat bisa menilai kualitas pemimpin dari gagasan dan visi misinya. Bila itu substantif, maka layak untuk dipilih.

***