Wisuda Bawa "Bronjong" Sayuran

Di mata ayahnya, Amirudin adalah anak yang mandiri. Suwarno Saputro, 55, mengatakan, anaknya itu telah membiayai sekolah sendiri sejak SMP.

Sabtu, 7 Maret 2020 | 07:33 WIB
0
210
Wisuda Bawa "Bronjong" Sayuran
Amirudin (Foto: Facebook/Johan Wahyudi)

Begini kisah inspiratif dari bakul sayur Karanganyar yang wisuda membawa beronjong. Sabtu (29/2/2020) menjadi hari bahagia bagi Amirudin. Bakul sayur asal Wukirsawit, Jatiyoso, Karanganyar, itu menjadi salah satu wisudawan di UTP Solo.

Pria berusia 28 tahun itu meraih gelar sarjana setelah menyelesaikan kuliah di jurusan Pendidikan Pendidikan Kepelatihan Olahraga (PKO) FKIP Universitas Tunas Pembangunan (UTP) Solo. Dia pun mengikuti wisuda yang digelar di GOR Kampus III UTP di Plesungan, Gondangrejo, Karanganyar, Sabtu pagi.

Amirudin tampil selayaknya wisudawan lain mengenakan toga. Menariknya, dia datang membawa serta sepeda motor Yamaha Vixion lengkap dengan beronjong berisi sayuran, buah-buahan, dan aneka bumbu dapur yang biasa dijajakan sehari-hari. Dia membagikan semua dagangan kepada teman-temannya sebagai ungkapan syukur.

Amirudin ingin menunjukkan berjualan sayur tidak menyurutkan niatnya mengenyam pendidikan tinggi. Berbekal tekad kuat, dia berhasil menjadi mahasiswa UTP Solo pada 2014. Dia mengikuti kuliah kelas non-reguler.

Dia sadar betul pekerjaan dan kuliah harus bisa berjalan bersama. Itulah sebabnya dia memilih kuliah di kelas non-reguler agar di pagi hari bisa berjualan sayur keliling Jatiyoso.

Setiap hari Amirudin bangun di pagi buta untuk salat tahajud yang dilanjutkan salat subuh. Dia kemudian berbelanja di Pasar Matesih dan Pasar Jumantono sebelum berkeliling ke Jatiyoso.

“Saya bangun pagi buta. Saya sempatkan salat tahajud lalu salat subuh. Selanjutnya saya belanja di Pasar Matesih dan Pasar Jumantono dan langsung keliling ke Jatiyoso sampai pukul 13.00 WIB atau 14.00 WIB,” terang Amirudin kepada Solopos.com.

Amirudin kuliah tiga kali sepekan. Jika ada jadwal kuliah, dia mengurangi dagangan agar bisa pulang lebih awal. Kuliah saya sepekan tiga kali juga pada jam 13.00 WIB atau 14.00 WIB. Kalau pas hari kuliah, saya belanja lebih sedikit agar bisa pulang lebih awal,” sambung dia.

Amirudin mengantongi Rp70.000-Rp80.000 per hari dari hasil berjualan sayur. Uang itu dipakai memenuhi kebutuhan hidup dan sebagian ditabung untuk membayar kuliah.

Dia mengatakan penghasilan orang tuanya sebagai buruh tani dan buruh serabutan tidak cukup untuk membiayai kuliahnya. Itulah sebabnya dia mengumpulkan uang dengan memeras keringat sendiri.

“Lha wong untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja pas-pasan, apalagi untuk bayar kuliah. Makanya saya kuliah ini juga dengan biaya sendiri meskipun harus jadi tukang sayur,” kata sulung dari empat bersaudara ini.

Di mata ayahnya, Amirudin adalah anak yang mandiri. Suwarno Saputro, 55, mengatakan, anaknya itu telah membiayai sekolah sendiri sejak SMP. Dia sangat bangga dengan Amirudin dan berharap orang lain dapat meneladaninya.

“Sejak SMP Amir sudah bekerja di toko di dekat rumah untuk mebiayai sekolahnya. Tidak heran kalau sampai kuliah dia juga cari biaya sendiri,” ujar Suwarno Saputro.

Selamat berjuang mas, semoga cita-citamu menjadi seorang guru tercapai. Amin...