Kalau ibukota pindah, butuh dalil lain lagi. Emang di ibukota baru juga bakal dibangun Monas? Kalo’ nggak, mau demo di mana?
Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, mengirim sumbangan sembako korban banjir DKI Jakarta. Kagak salah nih? Jelas kita tahu PDB, UMR dan nilai APBD Jateng. Kalah jauh dengan Jakarta, selaku Daerah Khusus Ibukota.
Anies Baswedan ngomong semua (berkait banjir) berfungsi baik. Aman terkendali. Anak-anak kecil senang bisa renang sembarang tempat. Semua normal. Tak perlu tanggap darurat, Jakarta Siaga. Cukup kerjabakti bareng warga.
Syukurlah, jika itu benar. Sekarang tak ada tekanan pada pers. Tapi yang ada, makin sedikit reporter lapangan menguasai masalah. Kembali ke masa lalu, pers hanya menjadi press release penguasa. Sementara M. Taufik, anggota DPRD DKI Jakarta, merencanakan memanggil seluruh Kepala Daerah Jabodetabek dan Kementrian PUPR, membahas permasalahan bersama.
Duh, kagak salah nih, Bang? Dua tahun soal Wakil Gubernur saja kagak beres. Sementara Anies dua kali diminta datang ke Kementrian PUPR, membahas soal normalisasi sungai, tak pernah datang. Hanya mengirimkan wakil yang tak ngerti apa-apa. Jangankan wakil, Anies pun ngkali kagak ngerti apa-apa?
Pada kenyataannya, Presiden diam-diam melakukan blusukan ke Pluit tanpa diketahui gubernur. Presiden melakukan pembahasan penanganan bencana dengan BNPB, dan memerintahkan Menteri PUPR segera menuntaskan persoalan 17KM yang macet sejak 2017. Jokowi memakai jalan melingkar. Tak mau konfrontatif secara head to head.
Di belakang Anies banyak gerbong. Anies sekarang menjadi tumpuan para penumpang gelap dengan tujuan masing-masing. Atas nama demokrasi dan agama, tapi intinya atas nama kebencian pada Jokowi. Frontal memperlakukan Anies, sama saja memberinya panggung.
Penyebutan ‘Gubernur Rasa Presiden’ yang semula ejekan, justeru melejitkan Anies seolah presiden. Kepemimpinannya temperamental dan reaktif. Di atas sedikit dari Gubsu Eddy Rachmayadi, hanya karena Anies rajin membaca dan spa lidah.
Saya masih ingat waktu berkantor di Saharjo (Jakarta Selatan). Berangkat dari Kalimalang, melintasi Terminal Kampung Melayu. Terbayang bagaimana jika musim hujan sebelum adanya Jalan Layang Non Tol ke Tanah Abang. Banjir 2012, susah cari warteg. Banyak warteg diborong untuk nasbung para pengungsi banjir. Tapi, senyampang itu, saya dengar juga banyak nasbung dihanyutkan di sungai.
Baca Juga: Anies dan Muin, Botol Ketemu Tutup Jadi Klop
Sumbangan makanan berlimpah. Yang nggak enak, buang. Jika dapat kiriman berupa pizza, seperti di Kampung Pulo kemarin, senanglah. Apalagi dapat kiriman donat atau martabak. Lha kiriman dari Pemda DKI? Dan seterusnya. Seorang ‘manusia gerobak’ pernah ngomong ke saya, banjir juga bisa dibisniskan. Hadeh. Tapi itu katanya tahun-tahun lampau. Sekarang? Dia nggak menjawab. Takut ‘ngkali!
Banjir di Jakarta, memang dari sononya. Menurut sohibul-hajat Betawi, tempatnya air, bukan tempat manusia. Kalau ibukota Indonesia dipindah, karena dalil tadi? Itu ‘kan dalil khusus membela banjir. Kalau ibukota pindah, butuh dalil lain lagi. Emang di ibukota baru juga bakal dibangun Monas? Kalo’ nggak, mau demo di mana?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews