Sebegitu Tololnyakah Kita [1] Halusinasi Mendirikan Negara Berasaskan Agama

Ketika seluruh rakyat Indonesia menikmati kemerdekaan dari penjajahan, sebagian kecil umat Islam ada yang merasa tidak puas, tidak mensyukuri, dan bahkan mengingkari nikmat tersebut.

Selasa, 6 Agustus 2019 | 07:13 WIB
0
826
Sebegitu Tololnyakah Kita [1] Halusinasi Mendirikan Negara Berasaskan Agama
Ragam budaya Indonesia (Foto: Detik.com)

Saya membaca posting Husni Syawie soal segelintir umat Islam yang masih terus saja memperjuangkan masuknya syariat Islam dalam konstitusi kita, dalam hal ini adalah FPI. 

"FPI bukan penyuara baru. Segera setelah Indonesia merdeka, gagasan memberlakukan syariat Islam sudah disuarakan oleh tokoh-tokoh muslim. Dan hingga saat ini, belum ada yang bisa melawan secara meyakinkan argumentasi teologis Islam politik ini," demikian ia membuka tulisannya.

Umat Islam memang tidak pernah mau belajar dari sejarah, meski pun itu di depan matanya sendiri. Mereka terus menerus terjebak dalam kesalahan yang sama dan dengan bebalnya mengira mereka sedang memperjuangkan kebenaran agama mereka. Padahal mereka sedang tertipu oleh agenda politik kekuasaan. Sungguh menyedihkan…! 

Umat Islam Indonesia memang masih mudah dikecoh dengan segala atribut yang berbau agama. Dan itu sudah disampaikan oleh Ibnu Rusd berabad-abad yang lalu dengan peringatannya, ”Jika ingin menguasai orang bodoh, bungkuslah kebatilan dengan agama.”

Umat Islam sangat mudah dikecoh dengan kemasan yang berbau agama dan itulah yang dilakukan oleh berbagai organisasi, termasuk organisasi massa FPI dan organisasi politik Hizbut Tahrir yang telah diberangus itu.

Coba lihat fakta yang ada di depan mata kita ini:

PAKISTAN

Sebelum merdeka Pakistan merupakan bagian dari negara India. Tapi umat Islam di Pakistan tidak ingin berada di bawah pemerintahan umat Hindu. Mereka tidak ingin menjadi satu dengan umat Hindu. Mungkin mereka merasa menjadi satu dengan umat lain itu ‘tidak islami’ dan mengira bahwa jika mereka berbentuk negara Islam maka kemajuan, kemakmuran, berkah, rahmat, aman, damai, tentram akan tercurahkan secara otomatis pada negara mereka.

Kemudian mereka memisahkan diri dan membentuk negara nasionalnya sendiri yang berdasar pada agama Islam. Di bawah Ali Jinnah, Pakistan mengambil jalan sendiri memisahkan diri dari India karena merasa bahwa aspirasi politik umat Islam saat itu tak bisa disalurkan.

Apakah dengan memiliki negara sendiri umat Islam di Pakistan menjadi negara hebat, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur? Nehi…! Apakah setelah jadi negara Islam maka umat Islam di negara tersebut merasa puas dan berhenti bertikai? Nehi…!

Pakistan akhirnya juga pecah. Pakistan Timur memisahkan diri dan menjadi negara Bangladesh melalui banyak pertumpahan darah dan perang saudara. Perang saudara antara sesama muslim…!

Jadi meskipun sudah menjadi negara sendiri dengan pemimpin umat Islam perpecahan tetap tidak terhindarkan. Itu adalah sejarah dan fakta yang ada di depan mata kita dan masih terus berlangsung sampai saat ini.

Pakistan adalah negara Islam. Selain berkonflik dengan India ia juga berkonflik dengan Afghanistan yang juga negara Islam. Jadi pertikaian antar sesama umat dan pemerintahan Islam itu terus berlanjut sampai sekarang. 

AFGHANISTAN

Afganistan sebetulnya adalah negara yang damai pada waktu pemerintahan Zahir Syah selama empat puluh tahun. Di tahun 1970an, serangkaian kudeta diikuti dengan serangkaian perang sipil menghancurkan sebagian besar Afganistan. Kejadian-kejadian ini mulai ketika negara tersebut dijadikan negara sosialis di bawah pengaruh Uni Soviet selama Perang Soviet-Afganistan.

Setelah pasukan Soviet meninggalkan Afganistan negara ini menjadi negara Islam. Namun sebagian besar wilayahnya telah dikuasai oleh kelompok supremasi Islam, Taliban, yang memerintah negara itu selama hampir lima tahun sebagai rezim totaliter. Taliban berusaha menerapkan interpretasi hukum Syariah Islam yang ketat.

Apakah dengan menerapkan hukum syariah Islam yang ketat dan ‘murni’ lantas membuat negara ini menjadi makmur, sejahtera, sentosa, aman dan damai, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur? Nehi…!

Afghanistan bahkan menjadi daerah konflik yang tidak berkesudahan. Ia menjadi tempat bersarang bagi individu dan organisasi yang terlibat terorisme, terutama jaringan Al-Qaeda Osama bin Laden. Sampai sekarang Afghanistan masih juga kacau dan dianggap sebagai negara yang paling tidak aman bagi wanita. Kemiskinan, ketiadaan jaminan kesehatan dan perang antar-suku membuat Afghanistan menjadi negara paling tidak bersahabat bagi kaum wanita di dunia. 

BANGLADESH

Bangladesh, yang sebelumnya adalah bagian dari Pakistan, juga merupakan negara Islam, dengan populasi Muslim terbesar keempat di dunia. Hingga saat ini, tercatat 83 persen penduduknya, atau sekitar 150 juta orang, beragama Islam. Negara ini juga penuh dengan konflik. Dalam sebuah kudeta yang dipimpin oleh perwira militer muda, Sheikh Mujibur Rahman, Perdana Menteri Pertama Bangladesh dan banyak keluarganya dibunuh pada tanggal 15 Agustus 1975.

Kudeta ini mengantar periode pemerintahan militer yang berlangsung selama 15 tahun sampai tahun 1990. Bangladesh dianggap sebagai salah satu negara pusat perdagangan manusia di dunia. Bayangkan betapa ironisnya ini. Sebuah negara berdasarkan Islam tapi menjadi salah satu negara pusat perdagangan manusia di dunia. 

Masih kurangkah contoh?

TURKI

Turki dulunya adalah negara terakhir kekhilafahan. Ini adalah negara yang sampai saat ini masih dipuja-puji oleh para pengasong khilafah. Mereka mempromosikan Erdogan sebagai ‘pemimpin Islam’ yang jauh lebih baik daripada Jokowi. Tapi mereka menyembunyikan fakta bahwa Turki yang pernah menjadi negara kekhilafahan yang besar dan berkuasa di dunia selama lima abad justru sekarang berbalik arah menjadi NEGARA SEKULER dan bahkan tidak menjadikan Islam sebagai agama negara.

Jadi Turki adalah negara sekuler. Tahu nggak apa artinya negara sekuler? Artinya kebijakan negaranya TIDAK berdasarkan agama. Turki mengamandemen Undang-Undang Dasar 1924 hanya empat tahun setelah diresmikan dan MENGHAPUS ISLAM sebagai agama resmi negara. Para ahli sejarah memandang langkah itu merupakan dasar dari Republik Turki yang modern, demokratis, dan sekuler. Konstitusi yang berlaku saat ini tidak menonjolkan agama apa pun yang dipeluk warga Turki.

Turki memiliki sejarah kekhilafahan yang ratusan tahun panjangnya sehingga paham benar apa dan bagaimana itu sistem khilafah. Apakah mereka tidak pingin balik ke zaman khilafah? Nehi…! Mungkin mereka berpikir bahwa hanya orang bodoh yang ingin kembali ke zaman dulu dengan mengorbankan apa yang dimilikinya sekarang dan masa depan yang membentang di hadapannya. Bahkan Erdogan menegaskan bahwa Turki akan tetap menjadi negara sekuler

Saat ini ajaran Islam belum menjadi inspirasi bagi perdamaian dan ketentraman dunia. Kekacauan dan kerusuhan masih terus terjadi di berbagai negara Islam atau di mana umat Islam menjadi mayoritas. Peperangan demi peperangan untuk merebut kekuasaan terus berlangsung di berbagai negara Islam. Hal ini menyebabkan kemiskinan di mana-mana, mundurnya pengaruh Islam di dunia dan terpuruknya umat Islam dalam berbagai percaturan dunia modern.

Terorisme dengan mengatasnamakan Islam masih terjadi di mana-mana (sementara sebagian umat Islam bahkan masih menolak untuk mengakuinya). Dan ini menjadikan komunitas atau masyarakat Islam tidak merasakan keamanan dan kedamaian. Bahkan katanya dari 10 Negara Paling Berbahaya di Dunia enam di antaranya adalah negara Islam atau negara dengan rakyat mayoritas beragama Islam (Suriah berada di peringkat tertinggi saat ini). Sungguh ngeri melihat fakta ini. 

Ketika seluruh rakyat Indonesia menikmati kemerdekaan dari penjajahan dan mensyukuri keberkahan dan rahmat yang dilimpahkan oleh Allah SWT selama ini, sebagian kecil umat Islam ada yang merasa tidak puas, tidak mensyukuri, dan bahkan mengingkari nikmat tersebut. Mereka mengkufuri nikmat Tuhan tersebut dan merasa bahwa apa yang diperoleh oleh umat Islam di Indonesia tidaklah sesuai dengan pandangan keagamaan mereka.

Apa sebenarnya yang terjadi dengan orang-orang yang kufur ini? Mengapa mereka tidak bersyukur dengan nikmat kemerdekaan bangsa Indonesia dan ingin menjadikan negara Indonesia sebagai negara Islam? Tidakkah mereka melihat dan belajar dari sejarah negara-negara lain dan membandingkannya dengan apa yang telah kita peroleh berkat perjuangan para ulama kita dahulu? Mengapa umat Islam Indonesia yang selama ini dipuji oleh dunia toleransinya masih mau dibohongi oleh para petulangan politik berbungkuskan agama?

Sebegitu kufur nikmat dan tololnyakah kita ini…?! 

Surabaya, 1 Agustus 2019

(Bersambung)

***

Satria Dharma