Ekspresi kekecewaan Surya Paloh ini jelas buntut dari Pertemuan Jokowi dan Prabowo, juga Pertemuan Megawati dan Prabowo.
Saat mengisi kuliah umum kebangsaan di Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, Rabu (15/8/2019) kemarin, Surya Paloh (SP) bilang Indonesia saat ini sudah menjadi kapitalis-liberal, karena kekuasaan terbesar saat ini berada di tangan mereka yang punya uang.
Apakah pernyataan SP tersebut diatas ingin mengatakan bahwa dia bukan lagi bagian dari kelompok yang is sebutkan.? Bukankah SP sendiri adalah bagian dari sekian banyak orang Indonesia yang masuk dalam kategori terkaya.?
Sebagaimana kita ketahui bahwa SP adalah pengusaha kelas Kakap, Pemilik Group Media Indonesia, yang salah satu bagian dari usahanya adalah MetroTV, dan media cetak dan Online Media Indonesia (tolong dikoreksi kalau media cetaknya sudah tidak ada).
Dan SP dengan NasDem nya selama 5 tahun berada dalam Koalisi Pemerintahan, jadi kalau yang disasar SP adalah Pemerintahan Jokowi, itu samahalnya SP menepuk air didulang, karena dia sendiri bagian dari Kapitalis-Liberal tersebut.
Atau karena dia merasa bukan lagi bagian dari kelompok yang dituduhkannya, maka dengan enteng SP bisa mengeluarkan pernyataan tersebut.
"Above all, money is power," katanya.
Ini termasuk dalam hal "kompetisi"--meski dia tak menjelaskan kompetisi apa yang dimaksud, apakah kompetisi politik seperti pemilu atau dalam berbisnis. "Ketika kita berkompetisi, wani piro. Praktiknya yang saya tahu money is power, bukan akhlak, bukan kepribadian, bukan juga ilmu pengetahuan."
Dan semua itu bertentangan dengan Pancasila, ideologi resmi negara. "Mana itu Pancasila?" tanyanya, retoris.
Siapa yang dimaksud SP yang berpolitik dengan cara-cara seperti itu, kepada siapa luapan kekesalannya dialamatkan.?
Yang jelas SP sedang mendeklarasikan perlawanan terhadap apa yang dia sebut dengan Kapitalis-liberal, apakah ini juga merupakan pemberontakannya terhadap Koalisi Pemerintah, dimana dia sendiri adalah bagian dari Koalisi tersebut.
Kalau diibaratkan Koalisi Pemerintah sebagai kubangan lumpur Kapitalis-liberal, maka SP sudah memposisikan diri keluar dari kubangan lumpur tersebut, dan dia menganggap pihak yang diserangnya sebagai kelompok yang perilakunya bertentangan dengan Pancasila.
Pernyataan SP tersebut mengundang berbagai tanggapan, dan menganggap SP sedang melawan Jokowi dan Megawati.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Demokrasi dan Partai Politik Dedi Kurnia Syah Putra mengatakan pernyataan ini dapat dibaca sebagai kritik kepada Presiden Joko Widodo.
"Secara tidak langsung Surya Paloh mendeklarasikan kritik kepada Presiden sekaligus memberikan peringatan kalau di masa depan Surya Paloh akan menyerukan kritik lainnya," kata Dedi kepada reporter Tirto, Kamis (15/8/2019).
Ekspresi kekecewaan SP ini jelas buntut dari Pertemuan Jokowi dan Prabowo, juga Pertemuan Megawati dan Prabowo. Ini adalah sinyal kalau SP benar-benar ingin keluar dari kelompok yang dianggapnya sudah terpapar sistem Kapitalis-liberal.
Baca Juga: Kebakaran Jenggotnya Surya Paloh
Berbeda dengan Direktur Riset Populi Center Usep S Ahyar mengatakan hal serupa, bahwa pernyataan Surya Paloh adalah "otokritik pada partai dan semuanya."
Satu sisi bisa dikatakan sebagai otokritik, tapi disisi lain SP sudah jelas-jelas memposisikan diri bukanlah bagian dari kelompok yang diserangnya. Namun realitasnya tidak bisa dipungkiri, bahwa SP adalah masih bagian dari Koalisi Pemerintah.
Seharusnya keluar dulu dari kubangan lumpur Kapitalis-liberal, baru melakukan perlawanan. Kalau otokritik itu samahalnya dengan menepuk air didulang, terpercik muka sendiri.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews