Sadar dan lihatlah rentetan kejadian, dari Papua, Kebakaran Hutan, Demo Bergelombang, semua itu adalah gelombang buatan yang punya tujuan.
Ketika mahasiswa bisa menurunkan paksa Soeharto, kita euforia seolah keberhasilan itu begitu luar biasa. Walau harus diakui itulah awal demokrasi di Indonesia yang sesungguhnya. Namun kita lupa ibarat mengangkat tumor, kita tidak bisa membersihkan akarnya. Doktrin orba membudaya sampai ke syaraf dan otot sosial begitu kenyal.
Ada tiga presiden disela-sela sebelum Susilo Bambang Yudhoyono berkuasa, Habibie, Gusdur dan Mega, mereka hanya insentif semata. Sejujurnya orba kembali berkuasa dengan sedikit ganti gaya, namun tetap sama di tangan SBY.
Hadirnya Jokowi baru benar-benar membawa nutrisi perubahan kearah perbaikan, karena ditangannyalah Indonesia dipresideni oleh orang yang penuh dedikasi dan pengabdian. Tapi justru sekaligus Jokowi menjadi ancaman bagi warisan orba yang masih belum meregang nyawa.
Ingat Jokowi dihajar Obor Rakyat, demo berjilid 411, 212, di mana roh Orba di sana semua, SBY dengan lebaran kudanya, Fahri, Fadli, dgn orasinya, Zulhas dengan rencana mahasiswa diberi penginapan di gedung MPR, Rizieq sebagai motor bercorong agama seolah mewakili ulama. Lucu, kita bisa merasakan mereka mau apa, dan semua di tekuk Jokowi hanya dengan dia naik ke panggung di tengah hujan, semua selesai mereka terkesima serak bersuara, dan sia-sia.
Berhenti, tentu tidak karena targetnya menghabisi Jokowi, kelompok pengkhianat bangsa dan mau mengganti ideologi ini berkolaborasi dengan HTI yang jauh hari diberi hati oleh SBY yang bermimpi membuat politik dinasti. Dia lupa dimanfaatkan HTI, PKS dan FPI. Badan boleh besar namun sebagai pemimpin dia dijadikan Upin Ipin oleh kelompok pemimpi khilafah yang tak pernah lelah ini.
HTI boleh bubar, tapi akarnya terlanjur menjalar dan lumayan besar. Secara financial mereka menguasai emosi umat dalam mencari dana, mereka membangun jaringan mengumpulkan dan berkelanjutan. Kita baru terbelalak dengan Buka Lapak, ternyata Tokopedia sama saja. Total mereka punya 31 lembaga sosial yang dananya menghisap dari dan atas nama umat islam Indonesia, sekaligus untuk membantai kita untuk kepentingan jangka panjang ideologi mereka.
Kita dijajah sekaligus dibelah sambil dijarah dari saudara sedarah.
Mau tau cara kerjanya, salah satunya lihat kelakuan mahasiswa sekarang, mereka bukan cerdas, tapi beringas. Belum lagi mereka sangat mudah disusupi sekaligus dimodali.
Kita boleh marah dan kesal kepada DPR yang memang "ember", tapi telanjur mendewakan KPK juga kebablasan juga. Kita lupa keberadaannya hanya bisa dijadikan pemadaman kebakaran, karena mereka tidak menyiapkan rencana pencegahan, malah yang terjadi jadi sarang kepentingan.
Walau tidak bisa ditampik bahkan agama sudah dijadikan alat dan diperalat, sehingga kalau KPK dipakai dengan pola yang sama tak usah terkesima, karena hal itu menjadi biasa, hanya saja bagaimana kita tidak menjadikannya dewa yang bisa membawa malapetaka sehingga harus diawasi cara kerjanya.
Sadar dan lihatlah rentetan kejadian, dari Papua, Kebakaran Hutan, Demo Bergelombang, semua itu adalah gelombang buatan yang punya tujuan. Mari kita arungi dan terjang gelombang didepan dengan kapal kesatuan dan persatuan karena kita juga punya landasan tujuan Indonesia berkemajuan.
Kapal aman di pelabuhan, tapi bukan itu tujuan kapal dibuat agar ia bermanfaat. Indonesia akan terus di goyang, namun justru itu yang membuat kita kuat.
Air beriak memang tak dalam, namun kita harus tau siapa yang sedang menyelam.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews