Hanya Prabowo yang Bisa Satukan Megawati dan SBY Bicara Senada-Semakna

Rabu, 28 November 2018 | 08:58 WIB
0
327
Hanya Prabowo yang Bisa Satukan Megawati dan SBY Bicara Senada-Semakna
Mega, Prabowo, SBY [Kompasiana.com/Tilariapadika]

Ini peristiwa langka. Jarang sekali terjadi dua mantan presiden ini, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono bicara senada dan semakna. Hanya Prabowo, atau lebih tepat kelemahan Prabowo, yang bisa menyatukan keduanya.  Megawati dan SBY sama-sama menemukan titik lemah, namun sedikit berbeda dalam menggali sebabnya.

Pandangan Megawati Soekarnoputri

Bicara di hadapan peserta pembekalan caleg PDIP, 15 November 2018, Megawati Soekarnoputri mengirimkan kritik terbuka kepada Prabowo Subianto.

"Kan kasihan ya. Kalau saya bilang, kasihan Beliau. Kenapa orang di lingkungannya seperti begitu?" Megawati membuka kritiknya.

Megawati sedang bicara tentang kegagalan Prabowo Subianto menghadirkan gagasan alternatif terhadap kebijakan dan progam pembangunan Presiden Joko Widodo. Ia katakan ia belum pernah mendengar Prabowo hendak buat apa jika jadi presiden nanti.

Yang sampai ke telinga Megawati, dan ia yakin demikian pula yang sampai kepada rakyat hanyalah bising kritik tak santun orang-orang di sekitar Prabowo terhadap pemerintahan Jokowi dan kisah Prabowo mengidolakan Donald Trump.

Orang-orang Prabowo sibuk menjelek-jelekan pemerintahan Jokowi dan pribadi Jokowi namun gagal menyampaikan program dan pendekatan mereka andai bisa gantian memerintah.

Megawati melihat letak kegagalan Prabowo menyampaikan alternatif kebijakan dan program-programnya bukan pada pribadi Prabowo itu sendiri namun pada orang-orang di sekitarnya.

Namun jika Megawati mau meneruskan pidato itu dengan jujur---ia tak melakukannya sebab tak ingin menjelek-jelekan Prabowo-- ia akan sampai kepada kesimpulan bahwa Prabowo tidak sanggup memimpin tim suksesnya.

Andai Prabowo seorang pemimpin yang mumpuni, ia tentu bisa mengarahkan anak buah dan sekutu-sekutunya agar menekankan penyampaian gagasan-gagasan tentang program dan kebijakan yang berbeda dari pemerintahan sekarang. Bukan sibuk dengan politik receh yang mengutamakan sensasi demi peliputan media.

Pandangan SBY

Belum pernah saya lihat SBY semarah ini. Apa yang ia ketikkan dalam twitternya tampak santun seperti lazimnya namun sangat keras menelanjangi kelemahan pribadi Prabowo.

Rangkaian kicauan twitter SBY beberapa hari terakhir ini dilatarbelakangi rasa gerahnya terhadap kondisi Partai Demokrat yang terus disudutkan parpol-parpol sekutu. Setelah Eggi Sudjana dari Partai Amanat Nasional (PAN) menuding politik SBY sebagai politik banci, serangan susulan datang Sekjend Gerindra Ahmad Muzani yang mengungkit belum terpenuhinya janji SBY dan AHY berkampanye untuk capres-cawapres Prabowo-Sandiaga.

SBY membela diri dengan menyatakan pernyataan Sekjend Gerindra sebagai sikap sembrono yang merugikan diri sendiri.

Ia lantas coba dudukkan problem dengan benar. Menurutnya bukan cara publik memandang negatif perseteruan internal kubu Prabowo-Sandiaga yang harus dipersalahkan, melainkan pernyataan-pernyataan para politisi di lingkaran Prabowo yang jadi penyebabnya. Karena itu SBY minta para politisi Gerindra mawas diri.

SBY membantah anggapan bahwa kemenangan pilpres ditentukan oleh kerja parpol-parpol pendukung. Faktor penentu kemenangan pilpres adalah sosok capres itu sendiri. Capres harus jadi superstar.

SBY menjelaskan maksudnya, capres yang superstar adalah yang memiliki narasi dan gaya kampanye yang tepat. Capres harus mampu menjelaskan solusi, kebijakan, dan program yang akan dijalankan untuk Indonesia 5 tahun ke depan.

Jika capres tak mampu melakukan itu, rakyat dan para pendukung akan bingung.

Jika direnungkan, pernyataan SBY ini bukan sekedar masukan jurus-jurus memenangkan pilpres melainkan juga kritik terhadap sosok Prabowo Subianto.

Kita bisa merasakan arah pembicaraan SBY bahwa ketertinggalan elektabilitas Prabowo selama ini terletak pada ketidakmampuannya menjelaskan dengan terang-benderang program dan kebijakan yang akan dilaksanakannya selama 5 tahun jika terpilih sebagai presiden.

Sampai di sini jelas, SBY dan Megawati sebenarnya sama-sama mengkritik kelemahan pribadi Prabowo. Megawati secara tersirat menyatakan Prabowo tidak mampu mengarahkan anak buahnya untuk menghasilkan kritik yang santun terhadap pemerintahan Joko Widodo dan mengajukan solusinya. Sementara SBY memandang Prabowo tidak memiiki gaya penyampaian gagasan yang baik agar rakyat dapat memahami apa yang jadi solusi dari kritik yang dilontarkannya kepada pemerintah.

Yang Kurang dari Cara Pandang SBY dan Megawati

Pandangan dua mantan presiden terhadap kelemahan pribadi Prabowo ini bisa jadi benar. Namun hemat saya ada yang kurang.

Ada faktor di luar kelemahan pribadi Prabowo dan tim-nya yang boleh jadi menyebabkan kritikan mereka kepada Joko Widodo tidak disertai tawaran solusi.

Selama ini tim sukses Prabowo salah kaprah soal apa itu program. Narasi mereka bermain di level capaian atau dampak dari pembangunan, seperti lapangan kerja, tingkat kesejahteraan, dan harga-harga barang.

Bagaimana agar lapangan kerja bertumbuh melampaui yang bisa dihasilkan pemerintahan Jokowi? Bagaimana agar tingkat kesejahteraan rakyat di kota dan desa lebih baik dari kondisi yang ada selama masa Jokowi? Bagaimana agar inflasi menjadi lebih rendah lagi dibandingkan capaian luar biasa pemerintahann Joko Widodo? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini tidak pernah memadai disediakan kubu Prabowo-Sandiaga.

Jika melihat pada dokumen visi-misi-program semasa pilpres 2014--saya sudah coba periksa versi 2019 dan hanya rangkaian slogan di dalamnya karena itu tak saya pakai sebagai acuan--tampak jelas bahwa tawaran program konkrit yang diajukan kubu Prabowo tidak berbeda dengan yang disodorkan kubu Jokowi.

Sialnya selama 4 tahun ini Jokowi sudah melaksanakan apa yang dijanjikannya meski hasilnya belum 100 persen memenuhi harapan.

Misalnya Prabowo bicara tentang pengusaan entitas bisnis nasional atas subsektor hulu migas dan pertambangan. Jokowi telah melaksanakannnya dengan menyerahkan wilayah kerja migas terminasi kepada Pertamina, secara signifikan meningkatkan sharepertamina dalam produksi migas nasional; juga berhasil mencapai kesepakatan divestasi freeport.

Prabowo kerab bicara soal kekayaan nasional yang bocor, ia maksudkan salah satunya berupa besarnya dana hasil investasi dalam negeri yang diparkir di luar negeri. Jokowi berhasil menarik masuk sebagian besar dana tersebut melalui program tax amnesty. Jumlah yang masih tersimpan di luar negeri hanya tersisa sekian persen yang memang sangat dibutuhkan pengusaha untuk memudahkan operasional bisnis mereka.

Prabowo kerap bicara tentang kedaulatan bahari; Jokowi melalui peran Menteri Susi berhasil mewujudkannya.

Prabowo bicara tentang re-industrialisasi nasional yang mau tak mau harus dilandaskan pada pembangunan infrastruktur; Joko Widodo sukses mewujudkannya. Tinggal menunggu  dampak dari masifnya pembangunan infrastruktur mewujud bertumbuhnya investasi swasta di daerah-daerah baru.

Prabowo bicara tentang swasembada pangan, tentang menekan impor pangan; Joko Widodo membangun banyak bendungan dan irigasi, mengirimkan bantuan alsintan kepada kelompok-kelompok tani. Tinggal menunggu peningkatan produksi dalam beberapa tahun ke depan.

Jadi semua yang dikatakan dan dijanjikan Prabowo sudah Joko Widodo laksanakan. Hanya saja hasilnya tidak bisa terwujud dalam waktu singkat.

Karena inilah kubu Prabowo memfokuskan diri mengkritik hasil, bukan melihat program. Jika melihat program, akan tampak sangat jelas bahwa apapun yang dijanjikan Prabowo sudah dijalankan Joko Widodo. Maka rakyat respon rakyat adalah, "mengapa memilih yang masih berupa janji, mengapa tidak sekali lagi memilih yang sudah terbukti melaksanakannya?"

Inilah yang bikin ngeri kubu Prabowo jika mereka bicara program. Rakyat yang melek dan setuju program-program Prabowo akan memilih Joko Widodo. Sebabnya jelas, Prabowo mewacanakan, Jokowi melaksanakan.

Sumber:

  1. Kompas.com (15/11/2018) "Megawati: Kalau Saya Bilang, Kasihan Prabowo..."
  2. CNNIndonesia.com (15/11/2018) "SBY Minta Gerindra Introspeksi soal Capres dan Tak 'Sembrono'"
  3. twitter.com/SBYudhoyono

Tayang sebelumnya di Kompasiana.com/tilariapadika