Perang Penggede di Tangerang Selatan

Karena Pilkada kali ini berjalan disaat pandemi, keriuhan politik banyak beralih ke media sosial. Berbagai isu akan saling tindih. Fibrasinya akan terasa juga ke skala nasional.

Senin, 7 September 2020 | 16:56 WIB
0
137
Perang Penggede di Tangerang Selatan
Pasangan calon walikota Tangsel dan wakilnya (Foto: Facebook/Eko Kuntadhi)

Pillada paling ramai 2020 ini terjadi di Tanggerang Selatan. Bukan apa-apa. Disana bertarung banyak keturunan tokoh nasional.
Ada Saraswati, anak Hasyim Djojohadikusumo, yang juga kemenakan Menhan Prabowo Subianto. Saras menjadi Cawawalkot mendampingi Muhamad, sebagai Cawalkot. Muhamad sendiri adalah mantan Sekda Tangsel jaman Airin.

Pasangan ini didukung PDIP dan Gerindra.

Ada juga Siti Nur Azizah, putri Wapres Makruf Amin. Azizah didampingi Ruhamaben, didukung Demokrat, PKS dan PKB.
Satu lagi adalah titisan H. Kasan yang juga kemenakan Ratu Atut, mantan Gubernur Banten yang terperosok kasus korupsi. Keluarga H. Kasan memamg dikenal penguasa Banten sejak lama. Kali ini yang maju Pilkada adalah Benyamin Devnie, didampingi Pilar Saga. Mereka didukung partai Golkar.

Karena yang maju adalah anak-anak para penggede, diperkirakan pertarungan bakal seru. Makanya sejak subuh isunya sudah ramai banget.

Gue sih, gak punya kepentingan dengan Pilkada Banten. Tapi karena ini semacam proxy dari tokoh-tokoh besar, jadinya memang seru untuk diamati.

Kalau mau jujur, Banten memang sudah lama dikuasai keluarga H. Kasan, yang masuk ke berbagai jaringan pemerintahan dan legislatif. Biasanya mereka berada di payung Golkar. Meskipun belakangan beberapa anggota keluarga mulai menyebar ke partai-partai lainnya.

Perlu diingat, Ratu Atut sebagai simbol keluarga kini masuk penjara karena korupsi. Juga Wawan, suami Airin, Walkot Tangsel sekarang, yang terseret kasus korupsi. Tapi apakah isu korupsi ini bisa meruntuhkan kejayaan kekuarga H. Kasan di Banten? Rasanya gak semudah itu.

PKS sudah beberapa kali mencoba melawan kekuatan keluarga H. Kasan. Tapi gak pernah menang. Zulkieflimansyah, yang kini Gubernur NTB, pernah keok di tangan Ratu Atut. Demikian juga PDIP yang pernah menurunkan Rano Karno untuk bersaing. Keok juga sama Ratu Atut.

Artinya, gak mudah mengalahkan raja-raja kecil di daerah.

Tapi kali ini lawannya adalah anak Wapres dan kemenakan Ketum Gerindra. Inilah serunya. PDIP dan Gerindra sendiri terlihat sering bergandengan tangan di berbagai Pilkada 2020. Persaingan 2014 dan 2019 lalu sudah meluntur.

Sementara Demokrat makin terlihat kekadrun-kadrunan, karena kerapnbergandengan dengan PKS. Di level nasional, Demokrat dan PKS juga ambil posisi sebagai oposisi.

Jangan heran jika pola pertarungannya bakal seru. PKS yang jago main isu SARA, Gerindra yang memang sedang mesra dengan PDIP. Dan Golkar dengan pondasi keluarga H. Kasan yang sejak lama menguasai Banten.

Karena Pilkada kali ini berjalan disaat pandemi, keriuhan politik banyak beralih ke media sosial. Berbagai isu akan saling tindih. Fibrasinya akan terasa juga ke skala nasional. Sebab yang namanya media sosial kan, gak sebatas Tangsel saja. Sebaranya meluas. Akibatnya kita yang gak ada hubungannya sama Tangsel pasa akhirnya akan terpapar isunya.

Gue sendiri warga Depok. Tapi pertarungan di Depok rasanya anyep. Meskipun, kekuasaan PKS yang sudah 15 tahun di Depok, telah memelintir kota ini jadi ribet dengan Perda Syariah. Depok mau dijadikan kota hanya berbasiskan satu agama saja.

Idris, Walkot lama kader PKS, kini berhadapan dengan Pradi, yang dulu duduk sebagai Wakil Walikotanya. Gue gedeg juga. Justru Perda Syariah yang diskriminatif itu lahir di saat Idris dan Pradi menjabat sebagai Walikota dan Wakilnya. Lha, terus apa menariknya Pilkada Depok sekarang?

Kayaknya Depok memang salah satu kota yang kena tenung. Yang diributin soal syariah melulu. Sementara soal jalan yang hancur, kesejahteraan yang melorot, tingkat pungli yang tinggi. Gak menjadi masalah.

Miskin gak masalah. Korupsi gak masalah. Amanah nomor dua. Yang penting syariah.

"Mas, nasibmu sial banget ya. Walkot Depok dari PKS. Kerja di Jakarta. Eh, Gubernurnya Anies..."

Apeesss...

Eko Kuntadhi

***