Mereka gagal menjadikan Presiden Jokowi sebagai tabir pelindung aksinya. Plinplan nya pernyataan tiga menteri dalam mengurus Epfei menunjukkan tendensi itu.
We are not impressed. Terhadap pernyataan Mendagri dan Menpolhukam yang menyatakan perpanjangan izin laskar petamburan itu BELUM bisa diberikan. Ini artinya koma. Bukan titik. Yang setiap saat, perpanjangan izin itu akan dapat dilakukan. Langkah itu cuma untuk meredakan kemarahan masyarakat. Nanti izin itu dikeluarkan. Pada akhirnya.
Pada Konisi Apa?
Pada kondisi ketika semua tatanan yang diinginkan para oligarkis yang mengelilingi Presiden OrBa (Orang Baik) semuanya terlaksana. Ribut Epfei sangat bisa jadi menjadi conditioning bagi sebuah perubahan besar sengaja dipersiapkan dibalik layar. Jadi jika kejadian berulang masyarakat tidak kaget lagi.
Tapi kita belum tahu apa tatanan itu. Sebab banyak isu besar seperti presiden tiga periode, pemilihan tidak langsung, bagi bagi kekuasaan dan proyek, bersliweran.
Dua Kegagalan
Namun conditioning ini gagal total. Karena dua sebab.
Pertama. Kocokan informasi dan tiktoknya justru menghantam kepentingan oligarkis. Tadinya mereka menggunakan buzzer, kadal medsos dan pansos untuk menebarkan tudingan kadal gurun.
Secara bertahap, masyarakat hendak dikondisikan bahwa nantinya setiap orang yang mengkritisi dan mengecam Presiden OrBa adalah kadal gurun, Taliban, radikal atau pendukung khilafah.
Namun teknik ini gagal total karena dampak semburan kadal gurun itu tidak terarah. Karena justru Presiden OrBa yang jadi korban. Contoh jelasnya adalah manakala Taman Halal di Bandara Soetta dikatakan disebut dilakukan kadrun, justru Presiden meresmikan Taman Halal di GBK.
Artinya, secara tidak terduga kampanye kadrun itu justru menohok orang yang disetting jadi tameng oligarkis.
Akibatnya, skenario itu gagal total.
Kegagalan Kedua
Conditioning dengan menggunakan isu kadrun dan sebangsanya juga gagal total karena skenario oligarkis sudah terbaca sejak awal. Karena menggunakan template yang sama.
Mereka menggunakan skenario memasukkan revisi UU KPK lewat gaya colongan. Tapi langkahnya terbaca sejak awal.
Masyarakat sudah belajar bagaimana mereka menggunakan buzzer, kadal medsos dan pansos menyemburkan kebohongan multi channel untuk menghancurkan KPK. Untuk menutupi jejak colongan itu. Lewat isu Taliban, mengejar kasus recehan, rekayasa penyerangan air keras, dan sejenisnya.
Untuk KPK , strategi penggalangan opini publik mereka berhasil menghempas citra lembaga itu. Untuk memberi karpet merah buat pimpinan KPK yang baru lengkap dengan setumpuk perubahannya.
Yang dipastikan lembaga rasuah itu bakal di Ahok kan. Dikandangkan. Agar tidak bisa lagi menggigit pantat koruptor. Sementara upaya pemberantasan korupsi perlahan porsinya akan diberikan ke polisi dan kejaksaan.
KPK tinggal ketok palu untuk dilemahkan. Tapi tahapan itu diharapkan tidak ketauan. Tidak terendus publik. Apalagi yang kini ditunggu publik adalah siapa yang duduk di Dewan Pengawas.
Karena itu kampanye gencar kadrun-kadrunan terus dilakukan.
Harusnya skenario itu jalan mulus.
Jokowi Takut Efpei?
Namun ternyata upaya itu gagal karena Presiden OrBa memberi grasi terhadap koruptor yang sangat serakah dan cabul. Rasa keadilan masyarakat itu langsung menyembur kepermukaan.
Mengalahkan episode yang sengaja dibuat terkait dengan viralnya whatsoever nya Agnes Mo.
Kasus grasi itu juga membobol garis keramat pendukung Jokowi yang menahan diri sedapat mungkin jangan menyerang beliyo. Tapi nyatanya banjir bandang kritik yang muncul.
Untuk pertama kalinya sejak dia terpilih, Presiden dipermalukan oleh hastag Jokowi Takut Epfei. Bukan oleh pendukung Prabowo. Melainkan dari pendukungnya sendiri.
Ini perkembangan bagus. Mendukung itu tidak menyembah dan memuja sampai mata buta. Tapi yang lebih penting mengkritisi dan mengawasi.
Dan lucunya stafsus milenial dengan sok tahunya membendung banjir bandang ini. Dia mengkaitkan HAM dengan pembebasan koruptor. Tapi bungkam soal konflik pertanahan atau kasus anak SMU pelaku kerusuhan yang terus ditahan polisi tanpa kejelasan kapan dia diadili.
Stafsus milenial bergaji 51 juta bungkam ketika publik bertanya mengapa otak demonstran SMU dan SMK tidak tertangkap sampai sekarang .
Ini semua menunjukkan bahwa skenario oligarkis gagal total.
Mereka gagal menjadikan Presiden Jokowi sebagai tabir pelindung aksinya. Plinplan nya pernyataan tiga menteri dalam mengurus Epfei menunjukkan tendensi itu.
Ribut Efpei Terindikasi Gorengan
Karena fakta menunjukkan tiga menteri itu bukan orang yang berwenang membubarkan epfei.
Yang berwenang adalah Kemenhumkam setelah mendapatkan keputusan pengadilan. Pengadilan hanya bisa membuat keputusan hanya jika bisa epfei diberikan surat peringatan. Surat peringatan itu hanya bisa dikeluarkan jika Epfei melanggar aturan.
Adakah surat itu?
Tidak ada.
Adakah Epfei melanggar aturan menciptakan kegaduhan sepanjang izinnya kadaluarsa?
Tidak ada.
Jadi apa sebenarnya arti kegaduhan selama ini. Apa arti semua manuver tiga menteri itu? .
Anda bisa jawab sendiri. Karena anda tahu epfei tidak bisa dibubarkan.
Dia hanya bisa diberi izin beredar.
Namun harus ada tanda bayar.
Berapa?
Tergantung penawaran. Yang di Saudi dan para cukongnya cocok tidak dengan harganya.
Jika harga cocok, kapan izin diberikan?
Tunggu anda semuanya lengah dan disibukkan dengan isu recehan kelas remah rengginang. Yang disebarkan oleh buzzer, kadal medsos dan pansos.
Bersiasat Kembali
Jika nasib Efpei digantung. Itu menunjukan bahwa mereka tahu rakyat tidak lengah. Tidak bisa dibodohi dan terlena oleh figur orang baik.
Bisa juga karena tawar menawar belum sampai pada kata sepakat.
Akibatnya, semua perkembangan dalam dua minggu terakhir memaksa para oligarkis itu harus merumuskan siasatan mereka yang baru.
Untuk buat permen baru. Untuk melakukan modifikasi asupan congor untuk para buzzer mereka. Yang bisa membuat masyarakat histeris kesenangan.
Namun kini masyarakat waspada. Karena sudah tahu jalan licin yang mereka buat.
Kita selamat. Negara ini akan selamat. Jika langkah oligarkis tersekat.
Meski untuk sementara.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews