Prabowo Terlalu Ramah kepada Koruptor  

Persoalan korupsi bukanlah masalah yang bisa dituntaskan dengan kemampuan berkhutbah, tapi siapa yang punya itikat kuat untuk membuat korupsi musnah.

Selasa, 9 April 2019 | 13:49 WIB
0
252
Prabowo Terlalu Ramah kepada Koruptor  
Mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta sekaligus salah satu elite Gerindra, M Sanusi saat keluar dari Gedung KPK, Sabtu 2 April 2016 dini hari. (Gbr: Liputan6.com)

Tampaknya kita bisa mengucapkan selamat kepada koruptor jika Prabowo Subianto terpilih jadi presiden. Alasannya, karena berkali-kali calon presiden yang berpasangan dengan Sandiaga Uno ini memperlihatkan wajah ramahnya kepada para koruptor. Setelah pada debat capres beberapa waktu lalu, di hari Minggu 7 April 2019 pun ia lagi-lagi menunjukkan keramahan itu. 

Simak saja isi pidatonya di depan ratusan ribu pengunjung di Stadion Gelora Bung Karno. Saat berbicara soal budaya korupsi, ia mengatakan akan memanggil para koruptor, meminta mereka taubat, meminta mengembalikan uang dengan kesadaran, dan boleh disisihkan sebagian sebagai jatah pensiun.

Tercenung. Seorang Prabowo berbicara taubat untuk para koruptor. Berharap uang negara dikembalikan dengan kesadaran. Dan, membolehkan uang hasil korupsi untuk disisihkan. Akhirnya tergelak sendiri, tertawa, karena kita punya satu calon presiden dengan kualitas begini.

Satu sisi terasa humanist sekali saat ia memperlihatkan seolah sangat memahami sulitnya jika seorang koruptor sampai dimiskinkan. Ada kesan, ia memiliki perasaan yang sangat peka, dan sangat memanusiakan manusia hingga koruptor pun tetap dimanusiakan. Luar biasa, ya?

Ia terlihat tidak tega jika ada yang sampai menjadi miskin, terlepas yang mengalami kemiskinan itu adalah seorang koruptor.

Tiba-tiba terpikir lagi, mau tidak mau mesti diakui jika mereka yang selama ini tercatat sebagai koruptor adalah orang-orang pintar, berpengalaman, dan rata-rata punya pengaruh besar. Hampir tidak ada koruptor yang tidak punya pengaruh, entah di tengah kalangan elite, hingga ke akar rumput.

Jadi, satu sisi bisa dimaklumi kenapa Prabowo memberikan "lampu hijau" lewat keramahannya terhadap para koruptor, entah yang telah terciduk aparat berwenang atau masih bisa bermain-main mumpung belum ketahuan. 

Apanya yang bisa dimaklumi? 

Menjelang Pilpres, ia membutuhkan suara dari siapa saja dan dari mana saja, hingga dengan cara apa saja. Para koruptor yang sudah terpenjara hingga yang masih bisa menghirup udara bebas di luar penjara, bisa ia manfaatkan. Mereka bisa menjadi tangan-tangan yang bisa saja membantunya, agar ia bisa mendulang suara.

Ada kesan kuat di sini, "Anda bantu saya, kelak saya bantu Anda." Ini juga kesan yang beberapa kali dipamerkan oleh Prabowo, baik di panggung debat hingga di depan rakyat saat ia berpidato. Sinyalnya tentu saja teralamatkan kepada koruptor. 

Sebab lagi-lagi para koruptor dapat dipastikan mampu menjadi penggerak, untuk menggerakkan rakyat yang lebih mementingkan hari ini makan apa daripada berpusing-pusing besok akan jadi apa jika seseorang berkuasa. 

Sebab, para koruptor yang jamak diketahui punya banyak pintu untuk mencari uang, tanpa dirisaukan lagi itu uang haram atau halal, sangat mampu untuk mengeluarkan uang untuk bisa menggerakkan calon pemilih agar mau memilih yang mereka tunjuk.

Dari kacamata strategi, memanfaatkan siapa saja menjadi hal yang sah-sah saja. Ibarat petani yang menginginkan agar lahannya dapat memberikan panen besar, ia tidak hanya menggunakan peralatan yang baik, air yang tepat, tapi kotoran pun baginya akan bermanfaat. Terpenting tanah subur, dan tanaman bisa tumbuh dengan subur, supaya perut pun dapat semakin subur.

Terlepas itu sah-sah saja, namun cita-cita untuk memberantas korupsi tampaknya akan menjadi situasi yang tak lebih dari mimpi. Terlebih lagi Prabowo dengan berbagai retorikanya memang mampu bikin banyak orang tertidur dan begitu menikmati mimpi hingga enggan membuka mata untuk melihat dia siapa dan di sekelilingnya ada siapa saja.

Dengan kemampuannya berpidato berapi-api, ia bisa membuat orang-orang yang tertidur justru semakin pulas karena merasakan kehangatan di sana. Nyaris tidak ada di sana yang memusingkan jika pidato berapi-api tanpa isi hanya akan membakar mereka ketika semakin pulas tertidur.

Setelah pernyataannya ke sekian kali seputar bagaimana menyikapi koruptor, apa yang banyak muncul di lingkarannya adalah pembelaan, bahwa yang ia ungkapkan itu adalah sebuah kebenaran. 

Pelan-pelan, segala pernyataan capres yang telah berkali-kali gagal di Pilpres ini, bahkan telah disamakan dengan sabda nabi. Ia bicara suka-suka hati, dan nanti orang-orang di lingkarannya tinggal turun tangan untuk memberikan klarifikasi ke sana kemari. 

Apapun dalihnya, keramahan seperti ini adalah sebuah pengkhianatan atas cita-cita mulia bangsa ini untuk memberantas korupsi. Sebab apa yang ditampilkan oleh Prabowo lebih terlihat sebagai ketidaktegasan terhadap masalah korupsi. 

Apalagi ketika Prabowo menggunakan bahasa-bahasa berbau bahasa agamis semacam "taubat" dan "kesadaran" itu lebih terasa sebagai hiburan, untuk menghibur sebagian masyarakat yang acap menganggap semua masalah selesai hanya jika sesuatu sudah berbau agama.

Sementara persoalan korupsi jelas-jelas bukanlah masalah "how to entertain?" atau "bagaimana menghibur?" sebab di sini yang dibutuhkan adalah "how to eradicate?" atau "bagaimana memberantasnya?"

Kalau sekadar menghibur, saran saya pribadi, Prabowo sebaiknya memperbanyak video yang memamerkan kemampuannya joget-joget dan menjualnya ke kalangan yang disebutnya ratusan ribu orang di Gelora Bung Karno tempo hari. Pasti dibeli tanpa pikir panjang, tuh!

Saat ini Indonesia bukan sedang mencari ahli joget atau menghibur, sebab urusan korupsi adalah masalah yang selama ini kerap menjadi penyebab kemiskinan rakyat. Saat ini Indonesia membutuhkan pemimpin yang menunjukkan keberpihakannya atas pemberantasan korupsi tersebut.

Juga, Indonesia bukan sedang mencari juru khutbah yang bisa mengkhutbahkan dosa korupsi. Sebab, pengkhutbah-pengkhutbah di rumah-rumah ibadah pun sudah berbusa-busa berbicara dosa, namun para perampok uang rakyat lebih peduli soal bagaimana mengeruk uang dengan cara mudah.

Jadi di sini, persoalan korupsi bukanlah masalah yang bisa dituntaskan dengan kemampuan berkhutbah, tapi siapa yang punya itikat kuat untuk membuat korupsi musnah. Ini sama sekali tidak bisa dipercayakan kepada calon-calon pemimpin yang di depan masalah korupsi masih saja menunjukkan wajah ramah.

***