Khilafah dan Distorsi Tentangnya

Isu-isu yang didistorsi untuk marketing politik. Tidak laku jual. Isu politik lima tahunan ini tak laku sebagai gorengan.

Jumat, 5 April 2019 | 08:14 WIB
0
587
Khilafah dan Distorsi Tentangnya
Khilafah sebagai cita-cita (Foto: Geotimes)

Anda yang kuliah di jurusan ilmu politik, program studi politik pemerintahan, maka wajib mengambil mata kuliah Pemikiran Politik Islam. Saat saya kuliah, dosen yang mengajar, Herman Hidayat. Kini profesor riset di LIPI. Kebetulan beliau dosen pembimbing akademik saya.

Dosen kutu buku yang kerap memberikan tugas meresensi buku. Ia ingin mahasiswanya paham betul tentang khilafah. Sebuah sistem kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia. Seperti umat Katolik, kekhalifahannya di Vatikan.

Herman Hidayat yang S1-nya dari IAIN itu ingin mahasiswanya paham tentang Khulafaur Rasyidin. Sebuah kekhalifahan yang terdiri atas empat khalifah pertama dalam sejarah Islam.

Pada puncak kejayaannya, Kekhalifahan Rasyidin membentang dari Jazirah Arab, sampai ke Levant, Kaukasus dan Afrika Utara di barat. Serta sampai ke dataran tinggi Iran dan Asia Tengah di timur.

Kekhalifahan Rasyidin merupakan negara terbesar dalam sejarah sampai masa tersebut.

Jadi, Nabi Muhammad SAW tidak mengajarkan secara langsung bagaimana memilih pemimpin setelah beliau wafat. Secara tidak langsung, Islam memberikan kebebasan untuk membuat model pemilihan khalifah atau sistem pemerintahan.

Kepemimpinan keempat Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib) pun berbeda-beda sesuai dengan karakter pribadi dan situasi masyarakatnya. Umat Islam diminta belajar dari sistem pemerintahan itu. Tak ada keharusan mengikuti model tertentu.

Prof Dr Herman Hidayat sudah mengingatkan. Kelak pasti ada yang mendistorsi tentang khilafah. Padahal semua sistem ada plus dan minusnya. Di situ mahasiswa diminta membuat plus minusnya dan perbandingan dengan Pancasila.

Khilafah kami pelajari. Komunisme, liberalisme dan isme-isme lainnya pun wajib dipelajari. Tapi yang tidak belajar sistem-sistem pemerintahan tersebut, saat ini berkoar-koar di media sosial. Menakut-nakuti seolah-olah akan membangkitkan khilafah. Mereka menggunakan contohnya dengan ISIS.

Siapa yang mau seperti ISIS? Siapa yang mau seperti kondisi Suriah yang runyam? Isu-isu yang didistorsi untuk marketing politik. Tidak laku jual. Isu politik lima tahunan ini tak laku sebagai gorengan.

Kita semua Pancasila. Kita semua juga cinta NKRI. Saat ini kandidat capresnya juga masih sama dengan lima tahun lalu. Catat dan nilai saja antara janji dan realisasi serta bagaimana implementasinya.

***