Kaum Nahdliyin Jangan Dipecah-belah, Suara NU Utuh untuk Jokowi-Ma'ruf

Rabu, 6 Februari 2019 | 21:03 WIB
0
192
Kaum Nahdliyin Jangan Dipecah-belah, Suara NU Utuh untuk Jokowi-Ma'ruf
Presiden Joko Widodo saat bersilaturahim dengan pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Kiai Haji Maemoen Zubair di Rembang, Jawa Tengah, Jumat (1/2/2019). /sumber: TribunNews.com

Sudah dimaklumi, secara organisasi, baik Nahdlatul Ulama (NU) maupun Muhammadiyah sebagai dua organisasi massa (ormas) Islam terbesar di Indonesia, mempunyai sikap yang netral dalam kontestasi Pilpres 2019.

Namun, jika melihat kecenderungan yang ada, suara kaum Nahdliyin sepertinya lebih  besar mendukung pasangan Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin.

Kecenderungan ini, bukan semata karena Jokowi menggandeng KH Ma'ruf Amin, yang tak lain adalah Rais Aam PBNU. 

Namun, juga karena dukungan beberapa partai yang punya kedekatan dengan NU, serta beberapa ormas atau figur yang cukup dikenal di kalangan kaum Nahdliyin.

Jika melihat ke belakang, partai pengusung Jokowi, yakni PDI Perjuangan sepertinya tidak mau menjauh dari NU. 

Dengan kata lain, sebagai partai yang berideologikan nasionalis, PDI Perjuang sadar bahwa kekuatan Islam adalah kekuatan terbesar di negeri ini. 

Hal itulah yang membuat PDI Perjuangan pernah menggandeng mantan Ketua PBNU Almarhum KH Hasyim Muzadi sebagai cawapres Megawati di Pilpres  2004 lalu.

Seberapa besar dukungan ormas keagamaan kepada dua calon presiden yang akan berlaga di Pilpres 2019?  

Kita bisa sedikit menyimpulkan bahwa dukungan kaum nahdliyin cenderung paling besar kepada Presiden petahana Joko Widodo (Jokowi).  

Begitu pula dukungan masyarakat Muhammadiyah kepada pasangan Prabowo-Sandi. Hal tersebut juga tergambar dari  hasil survei Median.

Berbeda dengan Median, hasil survei Lembaga Sigi Lingkaran Survei Indonesia atau LSI Denny JA,justru  menyatakan ormas Nahdlatul Ulama ( NU), Muhammadiyah, dan pemilih beragama Islam yang tak berbasis ormas lebih banyak memilih pasangan nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

"NU, Muhammadiyah, ormas lainnya, dan pemilih beragama Islam namun tidak tergabung dalam ormas manapun lebih banyak memilih Jokowi-Ma'ruf ," kata peneliti LSI Adjie Alfaraby dalam jumpa pers di kantor LSI, Jakarta Timur, Rabu (19/12/2018). 

Jika diperhatikan, sepertinya ada kecenderungan dari kubu Prabowo-Sandi ingin mendapatkan lebih  banyak dukungan dari kaum Nahdliyin. 

Hal ini tergambar dari beberapa pendekatan yang dilakukan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, seperti ketika tidak berhasil mendapatkan dukungan keluarga besar almarhum Gus Dur, mereka langsung mendekati orang-orang yang masih punya hubungan kekerabatan dengan keturunan pendiri NU.

Meskipun pemungutan suara sudah semakin dekat, kecenderungan kubu Prabowo-sandi untuk menarik suara kaum nahdliyin masih begitu bersemangat. Termasuk memanfaatkan kejadian di Pondok Pesantren Al-Anwar, Rembang.  

Seperti diketahui, lantunan doa KH Maimun Zubair (Mbah Moen) menjadi viral, lantaran doa Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, ini menyebutkan nama Prabowo.

Jika kemudian,  Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy (Rommy) menyatakan bahwa yang dimaksud KH Maimun Zubair adalah Joko Widodo yang kebetulan ada di sampingnya, bukanlah sesuatu yang salah.

Kalau kita mau menggunakan nalar yang sehat, tentu saja kita akan memaklumi bahwa  KH Maimun Zubair sudah tak lagi muda, sehingga ketika hendak menyebut nama Joko Widodo, yang diucapkannya justru nama Prabowo.

Hal ini bisa saja terjadi, karena selama dua kali pilpres, pasangan yang bertarung hanya itu-itu saja, yakni Jokowi dan Prabowo. Apalagi, di Pilpres 2014 lalu, KH Maimun Zubair bersama PPP mendukung Prabowo-Hatta Rajasa, sehingga jika nama Prabowo terucap dari sosok kiai sepuh ini adalah suatu hal yang wajar.

Meskipun begitu, jika kita memahami konteks bahasa Arab yang digunakan sang Kiai saat berdoa, kita pun akan paham bahwa  yang dimaksud Mbah Moen adalah Jokowi.

Karena itu, menurut hemat saya, kaum nahdliyin sepenuhnya akan mendukung Jokowi-Ma'ruf. Alasannya cukup fundamental. Apa itu?

Karena Pasangan Jokowi-Ma'ruf punya komitmen yang tegas dan jelas bagaimana mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Buktinya, Jokowi-Ma'ruf dianggap konsisten melarang keberadaan ormas yang jelas-jelas bertentangan dengan ideologi negara, yakni Pancasila dan UUD 1945. Salah satunya, dengan tegas Jokowi mencabut izin berdirinya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). 

Siapapun tahu, kemana  eks anggota HTI dan simpatisannya memberikan dukungan politik. Bukan ke Jokowi, melainkan ke kubu Prabowo-Sandi, termasuk ormas dan anggota dari Front Pembela Islam (FPI).

Bagaimana dengan Anda yang mengaku kaum Nahdliyin? Tentu Anda bisa melihat kenyataannya siapa capres yang paling didukung Nahdliyin!

***