Sudah dimaklumi, secara organisasi, baik Nahdlatul Ulama (NU) maupun Muhammadiyah sebagai dua organisasi massa (ormas) Islam terbesar di Indonesia, mempunyai sikap yang netral dalam kontestasi Pilpres 2019.
Namun, jika melihat kecenderungan yang ada, suara kaum Nahdliyin sepertinya lebih besar mendukung pasangan Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin.
Kecenderungan ini, bukan semata karena Jokowi menggandeng KH Ma'ruf Amin, yang tak lain adalah Rais Aam PBNU.
Namun, juga karena dukungan beberapa partai yang punya kedekatan dengan NU, serta beberapa ormas atau figur yang cukup dikenal di kalangan kaum Nahdliyin.
Jika melihat ke belakang, partai pengusung Jokowi, yakni PDI Perjuangan sepertinya tidak mau menjauh dari NU.
Dengan kata lain, sebagai partai yang berideologikan nasionalis, PDI Perjuang sadar bahwa kekuatan Islam adalah kekuatan terbesar di negeri ini.
Hal itulah yang membuat PDI Perjuangan pernah menggandeng mantan Ketua PBNU Almarhum KH Hasyim Muzadi sebagai cawapres Megawati di Pilpres 2004 lalu.
Seberapa besar dukungan ormas keagamaan kepada dua calon presiden yang akan berlaga di Pilpres 2019?
Kita bisa sedikit menyimpulkan bahwa dukungan kaum nahdliyin cenderung paling besar kepada Presiden petahana Joko Widodo (Jokowi).
Begitu pula dukungan masyarakat Muhammadiyah kepada pasangan Prabowo-Sandi. Hal tersebut juga tergambar dari hasil survei Median.
Berbeda dengan Median, hasil survei Lembaga Sigi Lingkaran Survei Indonesia atau LSI Denny JA,justru menyatakan ormas Nahdlatul Ulama ( NU), Muhammadiyah, dan pemilih beragama Islam yang tak berbasis ormas lebih banyak memilih pasangan nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"NU, Muhammadiyah, ormas lainnya, dan pemilih beragama Islam namun tidak tergabung dalam ormas manapun lebih banyak memilih Jokowi-Ma'ruf ," kata peneliti LSI Adjie Alfaraby dalam jumpa pers di kantor LSI, Jakarta Timur, Rabu (19/12/2018).
Jika diperhatikan, sepertinya ada kecenderungan dari kubu Prabowo-Sandi ingin mendapatkan lebih banyak dukungan dari kaum Nahdliyin.
Hal ini tergambar dari beberapa pendekatan yang dilakukan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, seperti ketika tidak berhasil mendapatkan dukungan keluarga besar almarhum Gus Dur, mereka langsung mendekati orang-orang yang masih punya hubungan kekerabatan dengan keturunan pendiri NU.
Meskipun pemungutan suara sudah semakin dekat, kecenderungan kubu Prabowo-sandi untuk menarik suara kaum nahdliyin masih begitu bersemangat. Termasuk memanfaatkan kejadian di Pondok Pesantren Al-Anwar, Rembang.
Seperti diketahui, lantunan doa KH Maimun Zubair (Mbah Moen) menjadi viral, lantaran doa Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, ini menyebutkan nama Prabowo.
Jika kemudian, Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy (Rommy) menyatakan bahwa yang dimaksud KH Maimun Zubair adalah Joko Widodo yang kebetulan ada di sampingnya, bukanlah sesuatu yang salah.
Kalau kita mau menggunakan nalar yang sehat, tentu saja kita akan memaklumi bahwa KH Maimun Zubair sudah tak lagi muda, sehingga ketika hendak menyebut nama Joko Widodo, yang diucapkannya justru nama Prabowo.
Hal ini bisa saja terjadi, karena selama dua kali pilpres, pasangan yang bertarung hanya itu-itu saja, yakni Jokowi dan Prabowo. Apalagi, di Pilpres 2014 lalu, KH Maimun Zubair bersama PPP mendukung Prabowo-Hatta Rajasa, sehingga jika nama Prabowo terucap dari sosok kiai sepuh ini adalah suatu hal yang wajar.
Meskipun begitu, jika kita memahami konteks bahasa Arab yang digunakan sang Kiai saat berdoa, kita pun akan paham bahwa yang dimaksud Mbah Moen adalah Jokowi.
Karena Pasangan Jokowi-Ma'ruf punya komitmen yang tegas dan jelas bagaimana mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Buktinya, Jokowi-Ma'ruf dianggap konsisten melarang keberadaan ormas yang jelas-jelas bertentangan dengan ideologi negara, yakni Pancasila dan UUD 1945. Salah satunya, dengan tegas Jokowi mencabut izin berdirinya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Siapapun tahu, kemana eks anggota HTI dan simpatisannya memberikan dukungan politik. Bukan ke Jokowi, melainkan ke kubu Prabowo-Sandi, termasuk ormas dan anggota dari Front Pembela Islam (FPI).
Bagaimana dengan Anda yang mengaku kaum Nahdliyin? Tentu Anda bisa melihat kenyataannya siapa capres yang paling didukung Nahdliyin!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews