Lebih baik mencegah daripada mengobati.
Dahulu, Belanda di jaman penjajahan telah membuat trauma politik di negeri ini. Ya, politik pecah belah telah membuat betah para bule ini bercokol di Indonesia selama 3,5 abad. Luar biasa bukan?
Caranya sederhana, buat isu sedemikian rupa, kemudian kembangkan lalu sebarkan secara terstruktur untuk dikonsumsi seluruh komponen bangsa. Kemudian ditinggal tidur lelap sementara kita berperang dengan bangsa sendiri karena termakan isu.
Dan ingat pelakunya akan siap menjadi kambing hitam alias menanggungnya sendirian bila tertangkap. Mission completed!
Saya suka sekali dengan perkataan Bung Karno bahwa perjuangannya lebih mudah karena melawan bangsa penjajah, tapi perjuangan sesudahnya sungguh sulit karena melawan bangsa sendiri.
Apa yang dilawan?
Saat ini provokasi melalui media sudah sangat masif , terstruktur dan terencana. Bak film Mission Imposible nya Tom Cruise strategi dijalankan oleh yang punya berkepentingan.
Sebagai contoh ketika ada isu 7 kontainer surat suara yang sudah tercoblos. Sasarannya jelas delegitimasi KPU yang berakhir pada ketidakpercayaan kepada penyelenggara bila petahana memenangkan kontestasi politik Aptil 2019 nanti.
Ada yang lebih berbahaya dari itu?
Jelas ada jawabannya. Ajaran Radikalisme yang berpotensi mengerahkan kekuatan jahat untuk menjadikan indonesia punah!
Kenapa punah, karena akan ada sistem khilafah yang akan menggantikannya sebagai tujuan dari Organisasi terlarang dunia Islam HTI . Oleh karena tujuan yang mendestruksi kesepakatan bangsa melalui Pancasila dan UUD 1945 maka HTI memang laik dibubarkan.
Selain HTI, ada satu organisasi yang mempunyai luka kepada penguasa saat ini. Front Pembela Islam atau FPI juga disebut salah satu organisasi yang memiliki rekam jejak radikalisme.
Pemimpinnya yang lari ke Arab Saudi mengindikasikan bahwa ketakutan terhadap proses hukum Indonesia sebagai salah satu bentuk perlawanan terhadap hukum dan pemerintahan Jokowi.
Di mana mereka akan bertindak?
Sebelum mengarah ke sana, Peserta pemilu 2019 harus memperhatikan aturan perundang-undangan selama masa kampanye. KPU RI menetapkan waktu kampanye mulai dari 23 September 2018-13 April 2019.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 ayat 1 huruf h mengatur bahwa "pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang: menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan".
Nah, kubu yang sering menyerang petahana bersumber dari tempat ibadah. Mushola, masjid adalah tempat yang mudah disusupi kajian kajian radikalisme .
Ketika saya menghadiri acara launching 1.000 spanduk yang menolak tempat ibadah dijadikan kampanye politik menyebarkan isu hoaks, SARA dan radikalisme, Junat kemarin (11/01/2019) di Masjid Al Amanah Jakarta Barat. Semua pemuka agama, tokoh masyarakat dan pemuda mendukung gerakan ini agar tempat ibadah kembali kepada fungsinya. Kecuali berbicara tentang kebangsaan yang membangun maka masjid, pura, wihara, geraja menjadi tempat tafakur kebangsaan.
Gerakan Pengerahan Masa Islam
Kita sudah sama sama paham, gerakan 212 yang membuat Ahok dipenjara karena ucapannya sudah selesai. Ahok mendapat ganjarannya dan umat islam sudah mendapat apa yang diinginkannya.
Dalam kenyataanya, gerakan ini masih mendapat tempat bagi kepentingan elit politik dengan memakainya sebagai alat mencapai kekuasaannya. Siapa yang berkepentingan? Lagi lagi bisa kita lihat dalam acara reuni 212 tim 02 , HTI,FPI yang menjadi aktor utamanya. Dilihat dari sisi politiknya loh, bukan terhadap yang lainnya.
Netralitas TNI
Komponen yang menjadi sumber kekuatan terakhir adalah Tentara Nasional Indonesia. Di sinilah peran besar para petinggi TNI agar tetap menjaga kondusifitas keamanan negara ini.
Potensi chaos dalam pemilu nanti bisa saja terjadi. Tapi apa yang akan dilakukan TNI dalam mencegahnya patut dipikirkan. Sebagian pasti pro 02, tapi percayalah kehormatan TNI pasti berpihak kepada pemerintahan yang sah.
Sudah saatnya, mata dan telinga kita berfungsi dengan baik. Paham radikalisme seperti kulit bawang, ada tapi sulit diprediksi.
Banyaknya masjid yang terpapar radikalisme berpotensi menjadikan Indonesia perang sesama bangsa sendiri.
Maka Waspadalah!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews