Era Kematian Wartawan Sudah di Depan Mata

Minggu, 9 Desember 2018 | 17:52 WIB
0
866
Era Kematian Wartawan Sudah di Depan Mata
Prabowo dan wartawan (Foto: Merdeka.com)

Di Bogor, bersama keluarga Jokowi menghabiskan hari libur. Ia hadir menyusuri taman yang asri di Istana Bogor. Menggandeng Jan Ethes yang tatapannya bikin gregetan.

Sepupu perempuan Ethes, masih tergolek di kereta bayi. Didorong Bu Iriana. Sementara Kahiyang dan Bobby, menyertainya.

Di samping kanan ada Gibran dan Istrinya yang asyik menghirup udara pagi di Bogor.

Setelah keliling taman sebentar, keluarga besar itu menaiki mobil golf menuju restoran Green Garden yang letaknya di tengah Kebun Raya Bogor. Disana mereka sarapan bersama wartawan dari berbagai media.

"Wartawan dan media bagi saya sangat berjasa. Siapa sih, yang kenal saya dulu. Di Solo, media sering memberitakan hasil kerja saya sebagai Walikota. Akhirnya banyak orang yang tahu," ujar Presiden. Ia ingin menjelaskan baginya media dan wartawan adalah sahabat dan teman yang asyik di ajak bercengkerama.

Sama seperti Gibran. Ia juga berterimakasih kepada media. "Saya jualan martabak. Itu makanan kaki lima. Tapi media membantu saya mempromosikan produk. Akhirnya Markobar dikenal orang," ujarnya.

Bagi Gibran, baik berita yang positif maupun negatif, sama-sama bermanfaat. Yang positif bermanfaat untuk promosi. Sedangkan yang negatif juga tetap ada unsur promosinya. "Ya, apapun beritanya, saya berterimakasih pada teman-teman wartawan dan media."

Udara Bogor pagi itu menggoreskan sebuah keakraban. Sebuah momen pagi yang indah. Keluarga besar yang saling mendukung dan apresiasi kepada rekan media.

Kamera pindah....

Kali ini kamera menyorot sosok Prabowo yang sedang dicegat wartawan. Seperti biasa, wartawan ingin mendapatkan sedikit statemen untuk dikabarkan kepada publik.

"Dari media mana kamu?" bentaknya dengan kasar. Wartawan terus merangsek.

"Kenapa gak diberitakan reuni yang dihadiri 11 juta orang?" katanya protes. Ia mengumbar marahnya karena tidak banyak TV yang memberitakan acara reuni 212 yang dihadirinya.

Media gak boleh memperkirakan sendiri jumlah peserta reuni. Kalau Prebowo bilang 11 juta, ya 11 juta. Mau masuk akal atau gak, jangan ditanya. Tayangan aja. Kalau gak ditayangin, rasain lu!

Ini bukan pertama kali Prabowo membentak wartawan. Pernah dalam sebuah konferensi pers, wartawan Jakarta Post ditolak pertanyaannya. Prabowo tidak mau meladeni pertanyaan wartawati Jakarta Post, dalam acara itu. Ia terang-terangan menolak. "Anda dari Jakarta Post? Sorry saya tidak mau menjawab."

Lalu ia menuding Jakarta Post tidak objektif. Dikatakan di depan hadirin.

Ada lagi pernyataan Prabowo yang menghina profesi jurnalistik. "Wartawan gajinya kecil. Mana bisa masuk mall," ujarnya.

Prabowo marah kepada media. Mengungkapkan secara langsung. Kadang mempermalukan di depan publik. Sebab media tidak ikut kemauannya.

Ia belum berkuasa. Tidak ada wewenang untuk menindak media. Makanya, ia hanya bisa marah. Mengumbar emosi. Dan mempermalukan. Ah, seandainya ia jadi Presiden, apa nasib wartawan yang tidak mau memberitakan kegiatan Prabowo secara positif?

Bukan hanya Prabowo. Para pendukungnya juga sering menghalangi kerja media. Kita ingat, beberapa waktu lalu video beredar tentang wartawan Kompas TV yang dipersekusi ketika melaksanakan tugas jurnalistiknya.

Video lain menggambarkan wartawan Metro TV yang dilecehkan ketika meliput kegiatan demo 212. Pelecehan itu begitu jelas terekam dalam gambar.

Bagi Prabowo dan pengikutnya, kalau ada media yang tidak memberitakan positif harus dihajar. Kalau ia belum ada kekuasaan, dihajar dengan cara dihina, dicaci atau dipermalukan.

Bagaimana jika ia benar-benar berkuasa? Saya rasa, itulah yang dinamakan dengan era kematian wartawan.

"Pak, bagaimana pendapat Bapak soal PSSI?," Abu Kumkum mencoba jadi wartawan.

"Apa hak saudara bertanya soal itu?"

"Bapak yakin PSSI gak bisa disuap?"

"Indonesia itu luas. Naik gojek dari Sabang sampai Merauke biayanya sama dengan pergi haji. Kalau wartawannya baik, PSSI juga baik..."

Esoknya Kumkum membuat surat pengunduran diri. Ia kembali ke profesi lamanya, bisnis migas : jual minyak telon dan jamu tolak angin...

***