Pada tanggal 29 Desember 2018, jam 23.38, Andi Arief menuliskan di akun twitternya, “Kalau Jokowi berkenan memberi sebelah matanya Pada Novel Baswedan, mari kita bicara soal penculikan dan pembunuhan masa lalu. Kenapa mata Pak Jokowi? Karena percuma punya mata tau mau melihat persoalan yg mudah ini untuk diselesaikan.” Saya kutip persis dengan kesalahan nulisnya.
Andi Arief bereaksi terhadap TKN (Tim Kampanye Nasional) Jokowi-Ma’ruf Amin dan khususnya, komentar Ma’ruf Amin, yang menyatakan Jokowi berlatar belakang bersih, karena tidak pernah menculik dan menganiaya orang.
Lepas dari persoalan kritiknya sendiri pada Prabowo (dengan mengatakan sebagai Jenderal Kardus), Andi Arief saya kira juga sama. Yang satu bekas jenderal, satunya bekas aktivis.
Bukan kebetulan tentu, jika partai politik yang diikutinya Partai Demokrat, pimpinan SBY, yang dalam Pilpres 2019 berposisi mendukung Prabowo-Sandiaga. Posisi ini menjelaskan bagaimana sikap politik Andi Arief. Meski Demokrat tak pernah menyatakan sebagai oposisi, namun sikap politik Andi Arief yang oposan jelas terasa.
Oposan tidaklah salah. Tapi buruknya, ialah pernyataan politik yang tak beretika. Tidak sebagaimana permintaan SBY pada kadernya untuk berpolitik santun. Namun soal kesantunan, adalah soal kualitas dan kapasitas sebagai tokoh publik. Karena di Indonesia berkarakter buruk juga bisa menjadi idola.
Pernyataan Andi Arief jelas merupakan pembelaan pada capres dukungannya, Prabowo, yang menjadi sasaran tembak isu penculikan (dengan Tim Mawar, di mana Andi Arief bagian dari rangkaian kejadian). Itu tentu sungguh luar biasa, karena dia bukan orang yang tidak tahu mengenai permasalahan pokoknya.
Tapi kenapa jika kubu Jokowi mempersoalkan kasus penculikan dan pelanggaran HAM masa lalu, justeru reaksinya meminta mata Jokowi (yang sebelah), untuk pengganti mata Novel Baswedan, korban penganiayaan oknum yang sampai sekarang belum juga tertangkap?
Cara kerja Jokowi mungkin tidak (atau belum) berada di ruang yang tepat. Karenanya sering menjadi sasaran tembak atas yang tak pernah dilakukan, dan senyampang itu secara tak langsung juga jadi korban ketakcermatan kerja tim-nya.
Meminta sebelah mata Jokowi, untuk ditukar dengan “ijin boleh” menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu, dan kasus-kasus penculikan yang dilakukan aparat negara, bisa jadi akan dilakukan Jokowi, sepanjang konstitusional. Namun bersediakah Andi Arief sebagai penantang (atau peminta), ikut bertanggungjawab atas segala akibatnya, sampai ke Cendana, karena Jokowi juga korban Orba?
Menghadapi jenderal kardus saja, akhirnya balik kanan. Dan kini membela jenderal kardus itu bukan?
Sikap politik Andi Arief khas politikus ecek-ecek. Oportunis yang berlagak suci. Biarpun dia bekas aktivis demokrasi, patrapnya terasa sudra untuk disebut ksatria. Karir politiknya mentok senilai angka-angka kardus belaka.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews