Politikus Kardus Andi Arief

Senin, 31 Desember 2018 | 17:06 WIB
0
366
Politikus Kardus Andi Arief
Andi Arief dan Prabowo (Foto: CNN Indonesia)

Pada tanggal 29 Desember 2018, jam 23.38, Andi Arief menuliskan di akun twitternya, “Kalau Jokowi berkenan memberi sebelah matanya Pada Novel Baswedan, mari kita bicara soal penculikan dan pembunuhan masa lalu. Kenapa mata Pak Jokowi? Karena percuma punya mata tau mau melihat persoalan yg mudah ini untuk diselesaikan.” Saya kutip persis dengan kesalahan nulisnya.

Andi Arief bereaksi terhadap TKN (Tim Kampanye Nasional) Jokowi-Ma’ruf Amin dan khususnya, komentar Ma’ruf Amin, yang menyatakan Jokowi berlatar belakang bersih, karena tidak pernah menculik dan menganiaya orang.

Lepas dari persoalan kritiknya sendiri pada Prabowo (dengan mengatakan sebagai Jenderal Kardus), Andi Arief saya kira juga sama. Yang satu bekas jenderal, satunya bekas aktivis.

Bukan kebetulan tentu, jika partai politik yang diikutinya Partai Demokrat, pimpinan SBY, yang dalam Pilpres 2019 berposisi mendukung Prabowo-Sandiaga. Posisi ini menjelaskan bagaimana sikap politik Andi Arief. Meski Demokrat tak pernah menyatakan sebagai oposisi, namun sikap politik Andi Arief yang oposan jelas terasa.

Oposan tidaklah salah. Tapi buruknya, ialah pernyataan politik yang tak beretika. Tidak sebagaimana permintaan SBY pada kadernya untuk berpolitik santun. Namun soal kesantunan, adalah soal kualitas dan kapasitas sebagai tokoh publik. Karena di Indonesia berkarakter buruk juga bisa menjadi idola.

Pernyataan Andi Arief jelas merupakan pembelaan pada capres dukungannya, Prabowo, yang menjadi sasaran tembak isu penculikan (dengan Tim Mawar, di mana Andi Arief bagian dari rangkaian kejadian). Itu tentu sungguh luar biasa, karena dia bukan orang yang tidak tahu mengenai permasalahan pokoknya.

Tapi kenapa jika kubu Jokowi mempersoalkan kasus penculikan dan pelanggaran HAM masa lalu, justeru reaksinya meminta mata Jokowi (yang sebelah), untuk pengganti mata Novel Baswedan, korban penganiayaan oknum yang sampai sekarang belum juga tertangkap?

Cara kerja Jokowi mungkin tidak (atau belum) berada di ruang yang tepat. Karenanya sering menjadi sasaran tembak atas yang tak pernah dilakukan, dan senyampang itu secara tak langsung juga jadi korban ketakcermatan kerja tim-nya.

Meminta sebelah mata Jokowi, untuk ditukar dengan “ijin boleh” menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu, dan kasus-kasus penculikan yang dilakukan aparat negara, bisa jadi akan dilakukan Jokowi, sepanjang konstitusional. Namun bersediakah Andi Arief sebagai penantang (atau peminta), ikut bertanggungjawab atas segala akibatnya, sampai ke Cendana, karena Jokowi juga korban Orba?

Menghadapi jenderal kardus saja, akhirnya balik kanan. Dan kini membela jenderal kardus itu bukan?

Sikap politik Andi Arief khas politikus ecek-ecek. Oportunis yang berlagak suci. Biarpun dia bekas aktivis demokrasi, patrapnya terasa sudra untuk disebut ksatria. Karir politiknya mentok senilai angka-angka kardus belaka.

***