Amien Rais, Demokrasi dan Hukum

Minggu, 14 Oktober 2018 | 14:48 WIB
0
403
Amien Rais, Demokrasi dan Hukum

Percepatan aplikasi demokrasi di indonesia tidak dapat kita pungkiri bermula dari geliat reformasi atas pemerintah otoritarian selama 32 tahun dan tokoh sentral dari pejuang reformasi itu, dengan jujur harus kita akui Prof M. Amien Rais. Dengan reformasi pencerarahan dan pengembalian hak-hak rakyat serta fungsi ketatanegaraan dapat diwujudkan seperti disparatis of power dan trias politica sehinga fungsi ini berjalan dengan hormonis untuk melindungi dan menjaga hak-hak dasar masayarakat sebagai manusia (basic human right ). Juga dengan dimandirikannya polisi dari bahagian alat pertahan negara/ABRi membuat polisi lebih focus pada keamanan dalam negeri.

Polisi sebagai delegasi negara diberikan peran untuk melindungi dan mengayomi masyarat agar terciptanya harmonisasi hubungan individu dengan individu, individu dengan masyarakat serta negara. Kewenangan itulah yang disebut dengan fungsi kepolisian. Jika terjadi suatu pelanggaran hukum maka polisi harus hadir di tengah-tengah masyarakat untuk menindaknya agar hak-hak masyarakat lain terlindungi, untuk itu undang-undang memberi kewenengan kepada kepolisian untuk melakukan tahapan-tahapan proses penegakan hukum dengan mulai melakukan penyelidikan guna memastikan ada atau tidaknya telah terjadi peristiwa pidana.

Jika kemudian ditemukan dua alat bukti yg cukup kepolisian dapat melakukan penyidikan guna menentukan siapa pelaku tindak pidana, karena itulah polisi memerlukan alat bukti cukup salah satunya adalah saksi yaitu orang yang mengalami, melihat mendengar langsung atau tidak langsung diduga telah terjadi tindak pidana yg dilakukan seseorang.

Undang-undang memerintahkan setiap warga negara jika diminta kepolisian untuk hadir guna memberikan keterangan di depan penyidik, jika tidak bersedia hadir dengan alasan yg tidak dibenarkan undang-undang orang tersebut dapat juga di pidana, siapapun orangnya karena kedudukan masyarakat sama di depan hukum tanpa melihat status sosialnya apakah dia pejuang atau pecundang, termasuk Prof M. Amien Rais.

Kita tentu tidak dapat menghindari persepsi dan opini yang berbeda-beda dari respon masyarakat jika menerima pangilan kepolisian, ada yang anxety, panic, phobia dan ada yang biasa saja sesuai dengan pemahaman masyarakat tentang undang-undang dan kepolisian itu sendiri.

Prof Amien Rais saya nilai agak panik di saat pertama dipanggil polisi untuk menjadi saksi Ratna Sarumpaet, padahal kesaksian AR sangat penting untuk melindungan hak azasi RS agar tindakan kepolisian memiliki alat bukti yang akurat tidak sewenang-wenang dan subyektif, kehadiran AR bersama yang lain dengan pengakuan RS bahwa dia dianiaya menjadi sangat penting sebagai saksi mahkota bahwa benar telah terjadi peritiwa pidana penyebaran berita bohong, karena satu hari setelah AR dkk bertemu RS, dia mengaku apa yang di sampaikan kepada AR dan kawan-kawan adalah suatu kebohongan.

Alhamdulillah pangilan kedua Prof Amien Rais hadir di Mapolda untuk memberikan keterangan. AR dapat merasakan langsung bagaimana proses pemberikan keterangan itu dilakukan. Segala stigma negatif yang berkembang liar di luaran terbantahkan. Polisi memperlakukan AR dengan baik begitu juga kepada yg lainnya karena polisi kita, polisi rakyat dengan doktrin pengayoman dan perlindungan kepada rakyat. Pengakuan AR atas layanan penyidik kepolisian yang sangat familiar dan friendly buktikan polisi adalah bahagian dari rakyat (civil policy).

Kita mengapresiasi kejujuran penilai Prof Amien Rais terhadap kepolisian dan berharap AR menjadi pelapor untuk menangkal stigma negatif kepada polisi jika dipanggil untuk memberikan keterangan. Sebagai tokoh bangsa AR mampu dan mau melakukannya agar tercipta harmonisasi dalam berbangsa dan bernegara.

Dan kita tentu juga dapat memaafkan AR atas statement yang kurang data dan tidak valid yang ditujukan kepada kepala kepolisian karena kesempurnaan manusia terletak kepada ketidak sempurnaanya, termasuk saya, Anda, dan kita semua. Semoga Allah Al Latif memberi kelembutan kepada hati-hati kita semua, aamiin....

Wasalam,

Dr. M. Kapitra Ampera

***