Orang-orang Halu

Demokrasi memang membutuhkan orang waras. Mereka yang hidup dalam alam halusinasi, memang begitu kelakuannya. Ada semacam skizopren politik yang dideritanya.

Rabu, 16 Oktober 2019 | 18:41 WIB
1
605
Orang-orang Halu
Menolak pelantikan Presiden RI (Foto: Facebook/Eko Kuntadhi)

Ada orang-orang berjaket kuning, membentangkan sepanduk. Tidak mengakui Jokowi-Maruf sebagai Presiden dan Wapres terpilih.

Ya, gak masalah.

Ada pelarian di Saudi juga berkata yang sama. Gak mengakui Jokowi sebagai Presiden. Tapi mau diakui sebagai imam besar. Besar sekali. Sebesar apa imamnya, tidak ada yang tahu.

Tapi itu derita dia.

Tapi pada saat bersamaan, orang-orang yang pikirannya melintir ini sering teriak-teriak minta Jokowi mundur. Lha, kalau minta mundur, artinya mereka harus mengukui dulu dong, Jokowi sebagai Presiden. Baru bisa diminta mundur.

Kalau gak mengakui sebagai Presiden. Ya, sudah. Gak usah minta apa-apa. Apa yang diminta pada orang yang bukan Presiden.

Mau mereka akui atau tidak, nyatanya Jokowi terpilih sebagai Presiden. Toh, jika di suatu siang matamu merem, lalu bilang, matahari gak ada di siang hari. Masalahnya ada pada dirimu. Bukan pada mataharinya.

Demokrasi memang membutuhkan orang waras. Mereka yang hidup dalam alam halusinasi, memang begitu kelakuannya. Ada semacam skizopren politik yang dideritanya.

Kita hanya diminta memaklumi. Biarkan saja mereka dengan ulahnya. Sebab hidup kadang butuh badut. Buat menyegarkan suasana. Demokrasi butuh pelawak, biar gak terlalu serius dan baper.

Atau begini. Demokrasi itu mirip iklan Detol, yang mampu membunuh 99% kuman. Sengaja disasain 1%, agar kuman itu tetap bisa berkembang biak. Lalu orang tetap membeli Detol.

Kita butuh orang-orang halu itu, bukan karena kita suka. Mereka kita butuhkan, untuk membuktikan ternyata jaket kuning dan sorban tidak menjamin orang terhindar dari penyakit kejang otak.

Kabinet sedang disusun. Komposisi nama-nama sedang dipersiapkan. Bangsa beranjak berjalan ke depan.

Dan para kadal gurun, masih sibuk melahap kebencian.

"Mereka itu sama kayak Luncinta Luna yang merasa hamil ya, mas?" ujar Abu Kumkum.

***