Bambang Widjojanto Tidak Profesional?

Sesuai Undang-Undang yang berlaku, kewenangan MK hanya mengadili sengketa Perselisihan Hasil suara Pemilihan Umum, bukan opini.

Rabu, 26 Juni 2019 | 16:16 WIB
0
789
Bambang Widjojanto Tidak Profesional?
Bambang Widjojanto (Foto: Bisnis.com)

"Barangsiapa mendalilkan, maka dia harus membuktikan".

Itulah yang dikehendaki azas hukum, sementara BW tidak taat dengan azas tersebut. Dia bisa mendalilkan sesuatu, tapi dia sendiri tidak bisa membuktikan.

Seorang yang professional dalam menjalankan profesinya akan mencermati terlebih dahulu, seperti apa pekerjaan yang dia terima, dan akan memperhitungkan berbagai hal untuk menerima pekerjaan tersebut.

Baca Juga: Berapa Bayaran Bambang Widjojanto?

Jika dianggapnya bisa dikerjakan secara maksimal, barulah dia akan menerima pekerjaan tersebut. Begitulah sejatinya seseorang yang bersikap professional. Pantang baginya kalau sudah menerima suatu pekerjaan, mempersoalkan berbagai hambatan.

Yusril Ihza Mahendra cerita tentang pengalamannya saat menjadi Pengacara Fauzi Bowo (Foke), ketika Pilkada DKI sudah berlangsung. Saat itu Foke konsultasi dengannya tentang perlu tidaknya menggugat ke MK.

Sebagai penasehat hukum Yusril memberikan Saran tidak perlu, karena kurangnya alat bukti untuk melakukan gugatan tersebut. Pada akhirnya Foke langsung memberikan selamat kepada Jokowi sebagai Pemenang.

Sebelum Bambang Wijayanto (BW) ditawarkan sebagai pengacara Prabowo-Sandi, Otto Hasibuan sudah terlebih dahulu ditawarkan, tapi karena sesuatu dan lain hal, Otto Hasibuan menolak tawaran tersebut, bisa jadi karena dia professional, dia tidak ingin mengerjakan sesuatu pekerjaan secara tidak maksimal.

BW menerima tawaran tersebut, tanpa mempertimbangkan soal waktu, alat bukti dan saksi yang akan diajukan. BW mengeluhkan waktu yang sempit untuk membuktikan kecurangan TSM. Harusnya BW sudah memperhitungkan segala sesuatunya.

Pada kenyataannya, Tim Hukum Prabowo-Sandi yang dipimpin oleh BW memang tidak mampu membuktikan kecurangan TSM, menurutnya kecurangan TSM itu sangat canggih. Dia bisa mendalilkan adanya Kecurangan TSM yang canggih, tapi dia tidak bisa membuktikan.

Alhasil apa yang didalilkannya hanya sampai pada tuduhan, tanpa bisa dibuktikan. Tuduhan yang tidak bisa dibuktikan adalah fitnah. Diluar persidangan setelah sidang selesai, sekarang BW terus ngoceh tentang adanya pemufakatan kecurangan yang dilakukan Tim 01, tapi sampai sidang selesai dia tidak mampu membuktikan Sama sekali.

Argumentasi BW tidak lebih dari ingin memancing opini masyarakat, bahwa apa yang sudah dilakukannya sudah benar. Bagi masyarakat yang terhipnotis dengan argumentasinya dipersidangan boleh saja begitu, tapi bagi masyarakat yang berpikir kritis, apa yang dilakukan BW tersebut hanya pembelaan diri.

Harusnya BW tidak menerima tawaran BPN Prabowo-Sandi untuk menjadi Ketua Tim Hukum, karena pada kenyataannya BW tidak mampu membawa Tim Hukum Prabowo-Sandi membuktikan kehebatannya pada sidang MK Yang baru lalu.

Yang lebih aneh lagi, setelah sidang selesai BW masih terus ngoceh dihadapan media, bahwa seharusnya aparatur Pemerintah bisa membuktikan kecurangan yang TSM. Inikan aneh, yang mendalilkan mereka, tapi yang membuktikan pihak lain.

Kemungkinan besar, gugatan permohonan Tim Hukum Prabowo-Sandi akan ditolak MK, karena semua argumentasi hukum yang disampaikan sangatlah lemah, alat bukti dan saksi yang diajukan pun juga demikian. Inilah penilaian para pakar hukum terhadap Perjuangan Tim Hukum Prabowo-Sandi.

Dalam pandangan BW, MK harus mengubah paradigmanya dalam menyelesaikan sengketa Pilpres, bukan hanya fokus pada persoalan hasil rekapitulasi suara, tapi juga memeriksa hasil sengketa Pilpres, seperti Yang dikatakannya,

"Mahkamah konstitusi itu memeriksa sengketa hasil pemilu, bukan hasil suara. Dalam hasil pemilu itu ada dua, ada proses dan hasil suara. Hasil suara ini tergantung proses. Karenan mahkamah itu corongnya konstitusi, harusnya dia periksa kedua-duanya, proses dan hasil suara," kata Bambang.

Apakah keinginan BW tersebut dipertimbangkan oleh MK? Kita bisa tahu hasilnya setelah tahu keputusan akhir dari MK pada tanggal, 27/6/19, yang akan datang. Karena sesuai Undang-Undang yang berlaku, kewenangan MK hanya mengadili sengketa Perselisihan Hasil suara Pemilihan Umum.

***