Optimisme Jokowi versus Pesimisme Prabowo, Pilih Mana?

Rakyat akan menentyukan apakah akan memilih pemimpin pesimis atau akan memilih pemimpin yang memberikan semangat dan optmisme?

Minggu, 14 April 2019 | 10:33 WIB
0
210
Optimisme Jokowi versus Pesimisme Prabowo, Pilih Mana?
Jokowi-Ma'ruf Amin untuk Indonesia Optimis Maju

 

"…tetapi di negara lain mereka sudah bikin kajian-kajian, di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030. Bung! Mereka ramalkan kita ini bubar…”, begitu Prabowo berbicara dengan begitu menggebu dalam sebuah video yang diunggah beberapa waktu lalu. Purnawirawan jenderal bintang tiga tersebut dengan suara yang begitu menggelegar menyampaikan keresahannya terhadap masa depan Indonesia.

Sontak pernyataan Prabowo tersebut membuat heboh seluruh jagat raya. Dasarnya apa sehingga Prabowo mengeluarkan pernyataan bodoh seperti itu? Ternyata Prabowo mengutipnya dari sebuah novel fiksi berjudul, Ghost Fleet, yang ditulis oleh Peter Warren Singer dan August Cole, novelis ternama asal negeri Paman Sam.

Pidato berapi-api Prabowo tersebut mendapat respon dari sang penulis, Peter Warren Singer. Dia menganggap bahwa Prabowo Subianto yang mengutip pidatonya dari novelnya, sebagai sesuatu hal yang tidak terduga. Singer mungkin sebelumnya tidak pernah menduga bahwa novelnya akan dikutip oleh seorang politikus besar Indonesia sekelas Prabowo.

Cuitan Singer tentang Prabowo yang ia sebut sebagai Indonesian opposition leader itu, kemudian dibalas oleh August Cole, rekannya penulis novel Ghost Fleet, yang mempertanyakan apakah isi novel tentang Indonesia bubar yang dikutip oleh Prabowo tersebut hanya sebuah fiksi belaka atau memang benar-benar sebuah prediksi. Jawaban Singer membuat saya tertawa terbahak-bahak: “Ask the Indonesian general…"

Singer sendiri, yang merupakan penulis novel tersebut, kurang tahu apakah novel yang ditulisnya tersebut merupakan fiksi atau memang sebuah prediksi tentang keberadaan Indonesia 12 tahun mendatang. Atau mungkin saja, dia dengan sengaja tidak memberi tahu jawaban sebenarnya kepada Cole, di akun twitter-nya, bahwa novel tersebut memang hanya sekedar cerita fiksi, agar Prabowo tidak semakin disudutkan oleh rakyat Indonesia. Singer sepertinya sengaja melindungi Prabowo.

Berdasarkan berbagai pernyataan-pernyataan tidak masuk akalnya belakangan ini, berdasarkan berbagai ucapan-ucapan ilusifnya dalam berbagai kesempatan akhir-akhir ini, apakah Prabowo memang benar-benar tertekan sebagaimana disampaikan oleh Effendi Gazali baru-baru ini?. Sulit saya untuk menjawab ”Tidak.” Prabowo memang sepertinya benar-benar tertekan. Ia sedang terdesak oleh waktu, ia juga terdesak oleh permintaan para kader terhadapnya untuk maju sebagai capres.

Di satu sisi, Prabowo masih benar-benar ingin menjadi presiden. Ia masih benar-benar ingin menjadi pemimpin tertinggi di negeri ini, yang setiap ucapan dan geraknya akan selalu mendapat sorotan dari media. Ia benar-benar ingin menjadi orang nomor satu di negeri ini, yang setiap derap langkahnya selalu mendapat pengawalan ketat dari Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Prabowo benar-benar ingin menjadi RI-1.

Namun, di sisi lain, ia harus benar-benar berpikir hingga ratusan atau bahkan ribuan kali untuk mengatur strategi paling jitu untuk dapat mengalahkan Jokowi. Ia juga harus benar-benar memikirkan kebutuhan logistik yang tidak sedikit jumlahnya, untuk mengarungi rangkaian panjang Pilpres tahun depan.

Selain itu, ia juga harus benar-benar mempertimbangkan kenyataan yang ia hadapi saat ini. Di mana tidak ada satu partai pun yang secara terbuka memberi dukungan kepadanya selain partainya sendiri, Partai Gerindra, dan PKS. Dan sepertinya, PKS juga agak sedikit goyah belakangan ini karena keraguan seorang Prabowo.

Keadaan yang ia hadapi saat ini berbanding terbalik dengan apa yang ia alami pada Pilpres 2014 silam. Ketika itu, Prabowo berhasil mengajak hampir seluruh partai politik yang ada untuk turut mendukungnya yang ia namai Koalisi Merah Putih. Partai Golkar, PAN, PPP, PKS, PBB, dan Partai Demokrat (sekalipun partai besutan SBY tersebut agak sedikit malu-malu menyebut dirinya sebagai bagian dari Koalisi Merah Putih.) Koalisi gemuk tersebut berhasil menguasai kursi di Senayan dengan 353 kursi (63 persen).

Tetapi, Pilpres 2014 bukanlah Pilpres 2019. Prabowo yang memiliki taring yang cukup tajam tahun 2014 lalu, sudah tidak dimilikinya lagi. Prabowo yang sebelumnya begitu garang dan liar bagaikan seekor harimau Sumatera, namun kini ia tidak lebih seperti macan ompong. Ia tidak lagi menjadi magnet yang dapat menarik banyak hal. Ia juga bukan lagi seperti gula yang dikerumuni oleh banyak semut.

Partai-partai yang dahulu begitu loyal terhadapnya, kini berbalik mendukung Jokowi. Berbagai prestasi besar yang ditorehkan Jokowi selama kurang dari empat tahun terakhir mengakibatkan partai-partai yang sebelumnya mendukung Prabowo tersebut mengalihkan loyalitas mereka kepada pemimpin revolusioner Indonesia tersebut, kepada pemimpin ndeso berkelas internasional itu.

Atas berbagai kegalauan yang dialami oleh Prabowo tersebut, ia lantas mengeluarkan berbagai pernyataan-pernyataan pesimis, ilusif, dan kontroversial, dengan harapan akan mendapat dukungan dari masyarakat. Ia sengaja menjual isu-isu yang tidak berdasar tersebut untuk mencoba meraih simpati dari rakyat Indonesia.

Dan ternyata, berbagai pernyataannya tersebut: yang menyebut Indonesia bubar tahun 2030, serta tuduhannya atas kesenjangan ekonomi di Indonesia yang (menurutnya) semakin lebar saat ini, adalah karena ulah para elite goblok dan bermental maling, bukan malah mendapat reaksi positif dari masyarakat. Yang terjadi malah sebaliknya, Prabowo dianggap tidak pantas memimpin Indonesia karena kerap menyampaikan pemikiran pesimisnya tentang Indonesia.

Berbagai pernyataan pesimis Prabowo tersebut juga ditanggapi miring oleh para pemilih dari kaum milenial yang jumlahnya hampir mencapai 35 persen. Berdasarkan hasil survei yang dirilis oleh lembaga survei Voxpol Center menyatakan bahwa pidato-pidato pesimis Prabowo dianggap menggerus suara pemilih milenial.

Pangi Chaniago, Direktur Eksekutif Voxpol Center menyatakan bahwa generasi milenial tidak menyukai pesimisme. Namun sebaliknya, mereka lebih suka sikap-sikap optimis. Prabowo dianggap cenderung memancing sentimen negatif yang mengakibatkan para generasi milenial merasa tidak nyaman atas ketidakmampuan Prabowo mengelola isu-isu dengan baik tersebut.

Dan sebaliknya, Jokowi dianggap cukup berhasil memberikan pengaruh positif terhadap para kaum milenial. Jokowi yang kerap bertemu dengan komunitas-komunitas anak muda, serta Jokowi yang acap mengenakan pakaian serta pernak-pernik yang dianggap sebagai simbol-simbol kawula muda, membuatnya lebih disenangi oleh para generasi emas Indonesia tersebut.

Pidato Jokowi yang begitu menggetarkan dengan tangannya teracung ke atas, pada saat menghadiri Konvensi Nasional 2018 di Bogor, Jawa Barat, Sabtu kemarin, menjadi jawaban telak Presiden Jokowi terhadap pesimisme Prabowo Subianto. Pidato Jokowi yang cukup memukau itu, membuatku semakin bangga kepada sang presiden, pecinta binatang kodok tersebut. Baru kali ini saya menyaksikan Jokowi berpidato begitu berapi-api. Ia tampil seperti orator ulung.

Jokowi yang selama ini senantiasa menunjukkan sikap serta cara berbicara yang lemah lembut dan terkesan lambat itu, sangat kontradiktif dengan apa yang ditunjukkannya kemarin. Ia berorasi layaknya Bung Karno, yang disambut dengan begitu riuh oleh seluruh relawan dan simpatisan yang hadir.

”Jangan kita bicara pesimis 2030 bubar! Pemimpin itu harus memberi optimisme kepada rakyatnya. Pemimpin itu harus memberikan semangat kepada rakyatnya, meskipun tantangan sangat berat. Indonesia akan jadi negara besar, akan jadi negara yang kuat ekonominya…Enggak bisa kita bermanja-manja. Enggak bisa kita bermalas-malasan. Harus kerja keras, harus berusaha”. Begitu Jokowi menyampaikan pidatonya dengan semangat berkobar-kobar.

Lewat pidatonya tersebut, dia ingin berpesan kepada seluruh rakyat, bahwa kita harus tetap optimis memandang masa depan Indonesia. Ia juga ingin menyampaikan bahwa Indonesia sudah on the right track saat ini, yang menurutnya, Indonesia sedang melangkah menuju sebuah titik terang.

Dan memang, Indonesia tidak akan bubar seperti prediksi Prabowo. Berbagai lembaga internasional malah memprediksi ekonomi Indonesia akan tumbuh pesat dan akan menempati posisi kelima sebagai ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2030. Indonesia diperkirakan akan mampu mengalahkan negara Amerika Serikat pada tahun 2030. Indonesia tidak bubar. Sekali lagi Indonesia tidak bubar. Tetapi akan semakin besar.

Jadi sekarang, semuanya ada di tangan rakyat Indonesia. Apakah akan memilih pemimpin pesimis (jika nantinya ikut bertarung), atau akan memilih pemimpin yang memberikan semangat dan optmisme kepada rakyatnya?

***