Orkestrasi Koalisi yang Disharmoni

Sebagai pemimpin sebuah Orkestra, Prabowo tidak bisa cuma asyik sendiri dengan pendengarannya, dia pun harus bisa melihat semua ketimpangan yang ada dalam Orkestra.

Minggu, 19 Mei 2019 | 23:38 WIB
0
270
Orkestrasi Koalisi yang Disharmoni
Prabowo Subianto (Foto: Detik.com)

Koalisi Partai itu saya ibaratkan seperti sebuah Orkestra yang harus memainkan orkestrasi yang harmoni, dimana setiap pemusik yang terlibat didalamnya mampu menjaga harmoni orkestrasi yang dimainkan. Dan Prabowo adalah Conductor-nya.

Disinilah pentingnya posisi conductor, yang mampu merasakan harmonis tidaknya orkestrasi yang dimainkan, mencermati setiap nada yang dihasilkan pemusik sesuai dengan alat musik yang dimainkan masing-masing, sehingga sampai akhir pertunjukan Orkestrasi tetap terus terjaga.

Sayangnya apa yang terjadi didalam Koalisi Adil Makmur tidaklah demikian. Sebagai conductor Prabowo tidak mampu menjaga harmoni dari orkestrasi yang dimainkan Koalisi. Semua bermain sendiri, dan asyik dengan permainannya sendiri.

Pada akhirnya orkestrasi koalisi tidak lagi mampu menjaga harmoni. Sebagai Conductor Prabowo tidak mampu mengembalikan harmoni orkestrasi koalisi, sehingga orkestra menjadi sebuah pertunjukan yang menghasilkan nada-nada yang dis harmoni, alias sumbang.

Siapapun bisa mengambil alih posisi conductor, namun hasilnya tetap saja semakin tidak terkendali. Sebagai Pemegang kendali orkestra, Prabowo tidak lagi mampu menghasilkan sebuah pertunjukan orkestra yang menarik, meskipun orkestrasi terus dimainkan.

Inilah yang terjadi sebetulnya dalam Koalisi Adil Makmur, tidak adanya konsistensi terhadap komitmen bersama. Sehingga ditengah perjalanan, masing-masing Partai sibuk dengan kepentingannya masing-masing, lupa dengan tujuan bersama.

Baca Juga: Di Balik Semangat Titiek Soeharto Pada Aksi 20-22 Mei

Sebetulnya hal seperti itu tidak bisa disalahkan, kalau saja Prabowo mampu mengendalikan Partai Koalisi. Persoalannya adalah, Prabowo juga tidak mampu memfilteri setiap bisikan orang-orang disekitarnya, terlalu reaktif, sehingga kadang terkesan grasa-grusu.

Padahal kalau saja sebagai pemimpin Koalisi oposisi, Prabowo bisa memosisikan sebagai seorang conductor, yang memanfaatkan pendengarannya secermat mungkin, saya yakin dia akan mampu mengendalikan Partai Koalisi sesuai dengan kapasitasnya.

Kekecewaan Partai koalisi terhadap dominasi kelompok diluar koalisi, yakni kelompok non partisan, yang menyodok dan mengambil alih peranan yang belum sempat digunakan oleh Partai koalisi, sehingga pada akhirnya mengarahkan perjuangan kepada kepentingan politik Identitas.

Dan anehnya Prabowo menikmati dan hanyut dalam permainan tersebut. Prabowo terbuai oleh puja dan puji kelompok ini, Prabowo terperangkap dalam harapan semu. Pada akhirnya kegagalan Prabowo pada Pilpres 2014 terulang kembali.

Prabowo kembali sujud syukur hanya atas dasar klaim kemenangan sepihak, yang sama sekali sulit untuk dibuktikan keabsahannya.

Lagi-lagi atas bisikan orang-orang yang kompetensinya sebagai penentu kemenangan tidak diakui secara hukum dan Undang-Undang.

Berat sekali tanggung jawab Prabowo kepada pendukungnya. Sementara orang-orang disekitarnya yang haus jabatan, tidaklah peduli dengan apa yang dirasakan Prabowo. Mereka malah menjerumuskan Prabowo pada tindakan yang inskonstitusional.

Baca Juga: Kabais Pernah Akan Tangkap Prabowo Kalau Macam-macam

Bukan tidak ada orang-orang yang baik disekitar Prabowo, mereka ada disekitar Prabowo hanya memandang dari jauh, karena mereka tidak punya tempat untuk mendekat, karena Prabowo sudah dikelilingi oleh pemujanya, apapun yang akan mereka katakan untuk kebaikan Prabowo, pasti tidak lagi akan didengar.

Jangan salahkan Partai koalisi kalau mereka memilih jalan sendiri-sendiri, karena mereka ada tapi tidak dimanfaatkan secara maksimal keberadaannya. Padahal Koalisi seharusnya seperti sebuah Orkestra, harus mampu menghasilkan sebuah orkestrasi yang harmoni.

Begitulah prinsip perjuangan dalam kebersamaan, semua dipikirkan bersama baik buruknya, semua diputuskan dimusyawarahkan secara bersama, agar keputusan yang dihasilkan bisa dipertanggungjawabkan secara bersama, untuk kebaikan bersama.

Sebagai pemimpin sebuah Orkestra, Prabowo tidak bisa cuma asyik sendiri dengan pendengarannya, dia pun harus bisa melihat semua ketimpangan yang ada dalam Orkestra, dan memperbaikinya agar bisa menghasilkan orkestrasi yang harmoni.

***