Kamis malam saya tonton perdebatan antara dua kubu juru bicara capres-cawapres di acara Election Talk Metro TV bertajuk "Setop Jualan Hoaks."
Di Kubu capres-cawapres Joko Widodo ada Akbar Faisal (Hanura), Diaz Hendropriyono (PKPI), dan Maman Imanul Haq (PKB) dan seorang yang lupa saya namanya. Kubu Prabowo diwakili Ferry Juliantono (Gerindra), Priyo Budi dan Pipin Sopian (PKS).
Dialog yang dipandu Fitri Megantara ini menghadirkan pula dua pakar ilmu politik, Sirojudin Abbas (Direktur Program SRMC) dan Dimas Okky Nugroho.
Selain perdebatan soal skandal kabar palsu bermotif politik Ratna Sarumpaet yang hanya diwarnai pernyataan itu-itu saja (Kubu Prabowo yang terus mengulang-ulang pernyataan Prabowo cuma korban), perdebatan seharusnya jadi menarik ketika masuh ke ranah ekonomi.
Sayangnya kubu Prabowo tidak dapat menghadirkan data alternatif selain terus-menerus mengulangi pernyataan bahwa rakyat bertambah miskin, barang-barang mahal, pengangguran bertambah, dan nilai tukar dollar naik lebih dari Rp 15.000 per satuannya.
Satu-satunya serangan berbasis data valid yang disampaikan kubu Prabowo adalah soal nilai tukar dollar. Sementara data-data seperti angka kemiskinan, tingkat pengangguran, dan laju inflasi tidak dilandasi sumber data valid sehingga dengan mudah dicounter Akbar Faizal dan kawan-kawan menggunakan data statistik.
Saya agak heran kubu Prabowo, diwakili oleh Ferry Juliantor menutupi kelemahan basis data mereka dengan argumentasi bahwa ukuran kemiskinan bukan bicara data atau angka melainkan soal rasa.
Mendasarkan penilaian atas soal kemiskinan, tingkat pengangguran, dan harga-harga barang pada soal rasa adalah cacat fatal dalam penalaran dan perdebatan.
Dalam pelajaran fisika atau ilmu alam untuk anak sekolah dasar, biasanya ada percobaan pengukuran suhu air.
Caranya dengan menyediakan tiga ember air, ember pertama berisi ari hangat, kedua berisi air biasa, dan ketiga berisi air dingin. Anak-anak diminta merendam tangan kirinya ke ember air hangat dan tangan kanan ke ember air dingin.
Setelah beberapa saat mereka diminta memindahkan kedua tangan ke dalam ember berisi air biasa.
Tangan kanan yang baru keluar dari ember air hangat meresa air di ember kedua terasa lebih sejuk, sementara tangan kiri merasakan suhu air di ember air biasa terasa lebih hangat.
Hal ini yang disebut ukuran relatif.
Ukuran relatif tidak dapat dipercaya karena bergantung pada faktor latar belakang tangan kiri dan tangan kanan yang berbeda (keluar dari ember yang berbeda suhunya).
Demikian pula, bahkan lebih parah lagi dengan perasaan yang dikatakan Ferry Juliantono
Jika perasaa digunakan sebagai landasan dua pihak berdebat tentang ukuran kemiskinan, harga barang, dan pengangguran, perdebatan itu tidak akan menemukan titik temu sebab masing-masing pihak menggunakan ukuran yang berbeda, berdasarkan perasannya. Apalagi jika dua kubu yang berdebat mewakili dua kubu politik yang berlawanan. Yang satu semangatnya membesar-besarkan prestasi, lawannya bersemangat membesar-besarkan kelemahan.
Saya heran bagaimana hal mendasar seperti ini tidak dipahami oleh kubu Prabowo.
Saran saya jika kubu Prabowo tidak mengakui angka-angka yang dikeluarkan lembaga resmi, mereka mencari referensi lain yang berasal dari lembaga terpercaya yang melakukan survei dengan metodologi yang valid. Ngeles dengan alasan bicara kemiskinan adalah soal rasa adalah penalaran yang lebih rendah dibandingkan penalaran anak sekolah dasar.
Demikian pula catat berpikir yang dipertontonkan kader PKS Pipin. Untuk membantah data BPS tentang harga cabai Rp 15.000, ia mengecek harga cabai di pasar yang entah di mana dan mengaku bahwa harga cabai yang ia temui adalah Rp 30.000 per kg. Tentu saja hal ini dengan mudah dibantah oleh Akbar Faisal yang mengatakan di pasar dekat rumahnya harga cabai memang Rp 15.000,-
Pentingnya referensi data dan metode survei yang valid sudah coba disampaikan oleh Direktur Program SMRC Sirojudin Abbas, namun kubu Prabowo tampaknya tidak mau peduli dengan masukan kaum intelektual.
Menurut Sirojudin Abbas data yang dikumpulkan tidak dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan adalah bentuk lain dari hoaks. Para politisi seringkali sengaja ngotot dengan data-data hoaks mereka sehingga membentu yang namanya alternative facts. Alternative facts bukanlah kebenaran melainkan hoaks yang diakui sebagai kebenaran karena terus-menerus disampaikan kepada publik.
Kita tentunya tidak bisa percaya segala pernyataan politisi yang menyerang pemerintahan berdasarkan alternative facst alias hoaks. Jadi sebelum mengeluarkan segala macam pernyataan kritik dan janji-janji kampanye, kubu Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sebaiknya membenahi dulu tim-nya agar membiasakan diri bersikap ilmiah dalam berpolitik.
Sumber:
Medcom.id "Stop Jualan Hoaks." Election Talk, 11/10/2018 video.medcom.id/election-talk/JKREXPQk-setop-jualan-hoaks
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews