Presiden Jokowi tegas menolak amandemen UUD 1945 karena tidak merasa ada suatu urgensi untuk mengubahnya, walau sebagai pejabat nomor 1 di Indonesia boleh melakukannya.
Presiden Jokowi tidak akan pernah mengamandemen UUD 1945. Beliau menegaskan ini berulang kali dan memang tidak berniat melakukannya.
Belakangan muncul isu bagai bola panas yang menggelinding liar, ketika UUD 1945 akan diamandemen. Entah siapa yang meniupkan gosip ini, yang jelas sangat mengganggu ketentraman masyarakat. Presiden sendiri juga bingung mengapa beliau jadi seperti ‘dituduh’ ingin mengamandemen UUD 1945.
Presiden Jokowi terus menegaskan untuk menolak amandemen UUD 1945, meskipun perubahan diperbolehkan. Beliau beralasan bahwa bukan pemimpin partai dan memang tidak pernah ingin mengganti isi UUD 1945, apalagi demi kepentingan pribadi. Dalam artian, presiden lebih memikirkan nasib rakyat daripada mengubah pasal-pasal dalam UUD.
Presiden Jokowi menambahkan, tidak ada yang bisa menjamin bahwa amandemen akan dilakukan secara terbatas. Takutnya ketika dibuka amandemennya maka akan merembet ke mana-mana. Oleh sebab itu, beliau tidak mau mengamandemen UUD 1945 walau hanya 1 pasal.
Amandemen UUD memang diperbolehkan tetap dengan syarat-syarat yang berat. Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi Bayu Dwi Anggono menyatakan bahwa amandemen konstitusi merupakan hal yang wajar. Dengan syarat tidak bertentangan dengan dasar negara pancasila. Ini adala sesuatu yang alami dan bagaimana melihat materi amandemennya.
Bayu menambahkan, amandemen konstitusi harus berhati-hati, agar tidak masuk ke dalam 4 wilayah ini: pertama, tidak bertentangan dengan penguatan sistem presidensial, kedua, tidak mengubah bentuk negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sedangkan yang ketiga adalah tidak mengubah bunyi pembukaan UUD 1945. Sementara itu, syarat amandemen yang keempat adalah tidak perlu ditambah lagi penjelasn tentang UUD 1945.
Amandemen UUD adalah isu yang sangat sensitif karena sebagai kepala negara, Presiden Jokowi diperbolehkan untuk melakukannya. Namun beliau memilih untuk tidak melakukannya karena memang tidak merasa ini adalah hal yang urgent. Dalam artian, saat pandemi lebih baik fokus pada cara menolong rakyat agar tidak kelaparan, daripada ‘sekadar’ mengubah isi UUD 1945.
Isu tentang amandemen UUD 1945 terus mengencang, terutama karena tahun 2024 makin dekat. Saat itulah pergantian presiden sehingga ada saja pihak yang mengembuskan gosip bernapaskan politik, dan seolah-olah Presiden Jokowi ingin mengamandemen UUD 1945, agar beliau bisa terpilih kembali dalam pilpres mendatang.
Padahal Presiden Jokowi di lain kesempatan sudah menegaskan penolakan terhadap wacana jabatan 3 periode. Beliau tidak berambisi untuk menambah masa kepemimpinan menjadi RI-1. Wacana ini entah siapa yang memulainya dan yang terjadi malah ‘digoreng’ ke mana-mana, seolah-olah beliau yang mengusulkannya, padahal tidak sama sekali.
Memang saat pemerintah orde baru tumbang, UUD 1945 langsung diamandemen dan kalimat ‘presiden boleh dipilih kembali’ ditambahkan menjadi ‘presiden boleh dipilih kembali maksimal 2 periode’. Namun saat ini tidak pernah ada lintasan pikiran sama sekali untuk merevisi kalimat itu menjadi ‘maksimal 3 periode’.
Publik perlu mengingat bahwa presiden 3 periode adalah lemparan isu dari oposisi, yang bertingkah bagai Sangkuni di cerita pewayangan. Mereka yang mengembuskan gosipnya tetapi Presiden Jokowi yang merasakan getahnya. Oleh karena itu, masyarakat diminta untuk tidak terlalu percaya akan kabar burung, apalagi yang hanya katanya dan katanya.
Presiden Jokowi dengan tegas menolak amandemen UUD 1945 karena beliau tidak merasa ada suatu urgensi untuk mengubahnya, walau sebagai pejabat nomor 1 di Indonesia beliau boleh melakukannya. Selain itu, amandemen tidak akan mengubah atau menambah masa jabatan presiden. Jadi, masyarakat diharap tenang dan tidak termakan oleh hoaks dan isu yang bermacam-macam. (Muhammad Zaki)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews