Masalah Kesehatan Itu Penting

Semoga pak Jokowi membaca tulisan saya ini. Meskipun sudah berkali-kali saya tulis. Dan saya tidak akan kapok menulis terus-menerus. Sampai 2024, sampai Jokowi digantikan oleh siapa pun.

Kamis, 28 Oktober 2021 | 08:00 WIB
0
175
Masalah Kesehatan Itu Penting
Presiden Joko Widodo (Foto: antaranews.com)

Pak Jokowi terlalu fokus pada pembangunan infrastruktur. Beliau melupakan betapa pentingnya masalah kesehatan. Jangan-jangan orang-orang di sekelilingnya cuma mikirin politik dan tahta. Sehingga tidak ada yang mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk segera benahi masalah kesehatan.

Semua melupakan kepentingan rakyat yang paling mendasar. Yakni kesehatan.

Presiden Joko Widodo sebenarnya sangat concern terhadap masalah kesehatan Rakyat. Itulah makanya di era Jokowi diadakan BPJS.
BPJS terbukti telah banyak membantu rakyat miskin yang tak memiliki uang untuk berobat.

Tetapi, di sisi lain, banyak obat, herbal, kosmetika yang mengandung obat keras yang bisa membahayakan kesehatan, beredar bebas sebebas-bebasnya di pasaran.
Ini sudah terjadi dan berlangsung sejak era Orde Baru. Bahkan dulu, ada sejenis obat diare yang sudah dilarang beredar di luar negeri, tetapi di Indonesia masih bisa dibeli di warung-warung.

Di Malaysia ada UU yang melarang menjual rokok kepada anak di bawah umur.
Di Singapura, jika tak ingin kena sanksi denda mahal, jangan buang sampah sembarangan. Di Singapura, sanksi hukuman berat bagi produsen obat palsu.

Di Indonesia , ratusan merek obat, herbal dan kosmetika palsu yang mengandung obat keras ditarik dari pasar oleh BPOM. Tetapi, tidak ada efek jera. Di kemudian hari terulang lagi dan terulang lagi. Ratusan merek obat, herbal, dan kosmetika palsu kembali ditarik dari peredarannya oleh BPOM.

Pertanyaannya : mengapa masalah itu dibiarkan terulang dan terulang? Apakah BPOM tidak memiliki prosedur ketat untuk memberikan ijin edar produk-produk berbahaya bagi kesehatan itu?

Ada kesan persyaratan ijin edar yang diterbitkan BPOM terlalu mudah dan ringan. Ada kesan seolah-olah tunggu jatuh korban terlebih dahulu barulah obat, herbal, dan kosmetika palsu itu ditarik dari peredaran.

Saya ingat persis beberapa tahun yang silam, saya diundang hadir di sebuah stasiun radio bersama kepala BPOM yang kala itu dijabat oleh Pak Sampurno, direktur Bogasari Franky Welirang, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan-Minuman Seluruh Indonesia. Kami bicara tentang merebaknya kasus formalin di tanah air.

Talk show radio itu bisa terjadi dikarenakan laporan yang dilakukan saya. Waktu itu, saya adalah Sales Manager sebuah perusahaan kecil bidang makanan. Nama perusahaan kami dimuat di sebuah koran dengan judul : "9 Produsen Makanan Di Jakarta Barat Terindikasi Memakai Formalin".

Setelah membaca koran itu, saya merasa terzalimi karena perusahaan kami sama sekali tidak menggunakan formalin sebagai bahan tambahan pengawet dalam memproses produk-produk.

Sebagai manajer penjualan, saya pun di-complain oleh banyak pelanggan yang membaca isi koran itu. Saya pun berinisiatif menulis surat dan datang menemui redaksi koran yang mempublikasikan berita yang merugikan nama perusahaan kami.

Setelah saya desak Redaksinya pun meminta maaf dan bersedia membuat berita sebesar tiga kolom sebagai klarifikasi saya yang mewakili perusahaan. Keesokan hari berita klarifikasi saya pun dimuat. Lalu, saya belum puas, saya datangi kantor suku dinas kesehatan setempat.

Saya bertemu dengan kepala suku dinas kesehatan yang dijabat oleh dr. Nanang, Sp.OG. Kepala Sudin Kesehatan itu meminta maaf pada saya atas berita di koran tersebut.
Kemudian, saya kirim surat ke beberapa media : koran, televisi dan radio. Sebuah stasiun radio kemudian mengundang saya hadir di talk show bersama kepala BPOM, direktur Bogasari itu.

Saya berpikir kok masih begitu semrawutnya negara hukum yang meskipun sudah merdeka puluhan tahun. Orang-orang seenak udelnya melanggar etika dan hukum. Bahkan mendiskreditkan dan merusak nama baik orang lain di ruang publik tanpa klarifikasi terlebih dahulu.

Dan sekarang pun, setelah tahun 2021, setelah negeri ini merdeka 76 tahun, masih terjadi kasus-kasus yang terkait kesehatan.

Terbukti bahwa betapa masih semrawutnya urusan kesehatan di republik ini. Padahal negara ini ada lembaga seperti BPOM dan Kemenkes yang dibantu oleh suku Dinas kesehatan yang ada di setiap Kabupaten. Tetapi semua itu belum mampu menyelesaikan atau meminimalisir masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan manusia.

Ironisnya, pemerintahan Jokowi telah menggelontorkan ratusan miliar untuk penyelenggaraan BPJS. Di sisi lain, obat, herbal dan kosmetika palsu bebas beredar yang bakal merusak kesehatan masyarakat konsumennya.

Saya pernah baca buku yang ditulis oleh Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila , bahwa ratusan macam dan merek obat, herbal, kosmetika palsu yang mengandung obat keras dilarang beredar dan ditarik dari pasar oleh BPOM. Pelarangan dan penarikan itu tidak membuat efek jera bagi para produsen, yang di kemudian hari kembali memproduksi ratusan obat, herbal , kosmetika palsu yang membahayakan kesehatan.

Saya kira ada yang salah di republik ini. Tetapi entah salahnya dimana? Apakah kesalahannya terletak pada perangkat UU dan hukum yang tidak bisa mengakomodir kasus-kasus seperti tersebut? Atau kesalahannya terletak pada SDM-SDM yang memimpin dan bekerja di Kemenkes, BPOM dan Sudin Kesehatan??

Semoga pak Jokowi membaca tulisan saya ini. Meskipun sudah berkali-kali saya tulis. Dan saya tidak akan kapok menulis terus-menerus. Sampai 2024, sampai Jokowi digantikan oleh siapa pun. Saya akan terus tulis tentang ketidakberesan yang terjadi di negeri tercinta ini.

Andy Tirta.

***