Yang paling menyedihkan, dalam suasana seperti ini, Mike Pompeo, mengusulkan agar AS memulai agresi militer ke Iran. Alasannya, mumpung Iran sedang lemah.
Kemarin media-media di AS memgabarkan informasi. Tenaga medis disana berteriak kekurangan APD. Mereka mengeluh, seperti berperang tanpa senjata. Tanpa perlindungan.
Masyarakat memaki Trump dan pemerintah.
Toko-toko sembako di AS kehabisan stok. Malah pembelian senjata meningkat pesat. Entah apa yang dipikirkan rakyatnya Trump ini.
Hari ini di Inggris dan Belanda, suasana yang terjadi juga sama. Tenaga medis mereka kekurangan APD. Sudah banyak tim medis yang bertumbangan diterjang virus.
Suasana yang sama juga terlihat di Iran. Sudah sebulan bangsa Iran berjuang menghadapi wabah. Sialnya. Di tengah wabah ini AS malah makin menggencarkan embargo. Yang tadinya alat medis dan obat-obatan bisa masuk ke Iran. Kini justru di tengah serbuan wabah, AS makin memperketat ancaman bagi siapa saja yang mau membantu Iran.
Iran dibiarkan menggelepar sendiri.
Yang paling menyedihkan, dalam suasana seperti ini, Mike Pompeo, mengusulkan agar AS memulai agresi militer ke Iran. Alasannya, mumpung Iran sedang lemah.
Sementara Trump juga masih asik mengumbar konfrontasi dengan Chia dengan istilah Chinese Virus-nya.
Dengan logika ini juga, seorang legislator dari Partai Republik menuntut China agar mau memotong utang AS. Maksudnya AS mau menekan China agar AS diberikan keringanan pemotongan utang. Tapi dengan alasan yang justru menyakitkan bagi China.
Di sisi lain, pejabat Kesehatan AS sedang merengek minta bantuan China untuk mau mengirimkan APD.
Saat wabah pertama merebak di Wuhan, semua media AS memanfaatkan untuk mendiskriditkan China. Bukan hanya itu. Statemen pejabat AS dan Trump juga jelas membakar suasana. China sedang dilanda musibah. Tetapi suasana yang terasa AS justru memanfaatkannya. Waktu itu China seperti di embargo dunia secara tidak lamgsung.
Presiden Xi Jinping meminta bantuan dari banyak negara. Wajar. Mereka punya penduduk 1,4 milyar. Dalam kondisi seperti itu, tidak akan sanggup menyiapkan semuanya sendiri.
Indonesia salah satu negara yang menyambut permintaan Jinping. Kita memgirimkan jutaan masker ke China. Baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Kini pergerakam virus berbalik. Negara-negara yang mulanya adem, mulai diamuk Covid19. Sementara di China sendiri, grafik menularan sudah jauh berkurang.
AS yang ketika Wuhan dihantam Covid19 seperti memanfaatka situasi, kini ada dalam kondisi darurat. Demikian juga Inggris dan banyak negara Eropa. Mereka menjerit kekurangan APD.
Jerman mengerahkan industri militernya untuk memproduksi APD. Tapi mereka juga mendapat bantuan dari negara lain.
Sementara China mulai bergerak ke luar. Mereka mengirimkan bantuan ke Iran, Itali, Perancis, Vietnam dan banyak negara lain. Alat medis, obat dan tenaga dikirimkan. Dokter-dokter dari China dan Kuba kabarnya paling banyak dikirim ke luar negeri untuk membantu negara lain.
Indonesia juga mendapatkan hibah APD dari China. Kemarin pesawat TNI AU mengambilnya ke sana. Tapi mungkin hibah gak cukup. Presiden Jokowi juga sudah memganggarkan dana untuk membeli kekurangan APD.
Semua negara di dunia sedang berebut mencari APD. Indonesia punya industrinya, meski tidak besar. Kini industri alat kesehatan untuk sementara dilarang ekspor. Kita butuh untuk digunakan di Indonesia.
China juga punya industri APD. Ketika mereka sudah agak sembuh, industrinya bangkit lagi. Pabrik-pabrik alkes di Vietnam saat Wuhan mewabah menyiapkan produk buat China. Saat China mereda, negeri tirai bambu itu fokus membantu Vietnam.
Begitulah kondisi dunia saat ini. Negera-negara yang suka bermusuhan, akhirnya menjerit-jerit sendiri. Negara-negara yang saling bekerjasama merasakan buahnya.
Sebab Tuhan menciptakan dunia ini untuk umat manusia. Bukan hanya untuk satu ras saja.
"Termasuk untuk penjual minyak telon oplosan kan, mas?," tanya Abu Kumkum.
Ohhh... Jelas!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews