Sepertinya ada fenomena atau gejala di dunia seorang kepala negara atau presiden dan calon presiden marah-marah atau memarahi para wartawan. Alasannya, media atau wartawan dianggap tidak memberitakan yang sebenarnya terjadi.
Atau bisa juga dianggap berlebihan dalam memberitakan sesuatu. Media atau wartawan dianggap memihak dan tidak obyektif dalam mewartakan berita kepada masyarakat atau khalayak ramai.
Sebut saja presiden Amerika Serikat Donald Trump yang sering ribut atau adu mulut dengan media atau wartawan Gedung Putih.Bahkan Donald Trump sempat menolak wartawan tersebut bertugas di Gedung Putih.Tapi media atau wartawan tersebut atau media itu melakukan gugatan dan memutuskan,bahwa media atau wartawan tersebut tetap boleh bertugas di Gedung Putih.
Bukan sekali atau dua kali Presiden Amerika Serikat Donald Trump berseteru dengan media atau wartawan. Apalagi para media atau wartawan sering memberitakan kehidupan pribadinya yang doyan dengan perempuan sebelum menjadi presiden Amerika.
Nah, di Tanah Air tercinta Indonesia juga ada calon presiden atau capres yang akhir-akhir ini sering marah-marah kepada media dan para wartawan. Masalahnya sebenernya sepele. Pepatah Jawa: Sepele dadi gawe atau masalah yang sebenernya kecil menjadi besar atau sengaja dibesar-besarkan.
Sang calon presiden marah dan tidak terima kepada media atau para wartawan yang tidak memberitakan dengan obyektif dan tidak adil. Ini terkait Reuni 212. Menurut sang capres yang hadir dalam reuni tersebutnya 11 juta orang. Lha kok diberitakan hanya ratusan ribu orang saja. Meradanglah sang capres tersebut. Bahkan menuduh media atau para wartawan sebagai perusak NKRI.
Bahkan ditempat lain dalam acara kampanye sang capres tersebut marah-marah lagi atau mengeluarkan uneg-unegnya kepada media atau para wartawan. Kurang lebih kata-katanya sebagai berikut: "Kalian ke sini atau di sini hanya untuk mencari-cari kesalahan ucapan atau omongan saya."
Sekarang ada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan marah-marah kepada media internasional. Alasannya, karena media interniasional dianggap tidak memberitakan secara masif atau cukup liputan kasus demontrasi di Paris, Perancis.
Menurut Erdogan media internasional tidak memberitakan secara masif atau cukup liputan demo di Paris seperti kejadian atau peristiwa serupa yang terjadi di Turki.
Presiden Turki marah dan mengatakan tak perlu mengkuliahi dirinya tentang demokrasi, HAM dan kebebasan.
"Mereka yang berpura-pura mendukung hak asasi manusia selama protes Gezi di Turki sekarang, buta, tuli, dan bisu, terhadap protes di Paris," kata Erdogan pada pertemuan kantor pusat Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) di Ankara pada Hari International Hak Asasi Manusia.
Bahkan lebih lanjut Erdogan seakan mengeluarkan uneg-unegnya terkait pemberitaan media internasional kepada Turki yang dianggap tidak adil.
"Kalian membuat dunia terbakar saat protes Gezi. Mengapa? Apakah karena di sini adalah Turki? Ayo siarkan juga," kata Erdogan, menyerukan kepada dunia untuk menyiarkan visual dan rekaman dari protes Paris.
Inilah fenomena atau gejala di dunia di mana negara yang ribut dengan media atau wartawan.
Untunglah yang di sini bukan kepala negara!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews