Fan Bingbing bisa cantik-cantik-galak di film X-Man. Tapi kini dia takluk di depan petugas pajak. Bintang film cantiiiiiik-galaaaaak itu harus bayar denda. Berikut pokoknya. Nilainya mencapai box office: Rp 1,5 triliun!
Bayangkan! Bintang film harus bayar pajak Rp 1,5 triliun. Tepatnya USD129 juta!
Kepala Fan Bingbing seperti terkena kungfu di tengkuknya yang merangsang itu!
Semua itu gara-gara satu postingan di medsos. Yang dilayangkan bintang film juga. Atau tepatnya bintang TV. Anchor salah satu TV pemerintah di Beijing.
Namanya: Cui Yongyuan. Laki-laki. Umur 50 tahun.
Dalam postingan di Weibo itu Cui Yongyuan tidak menyebut nama Fan Bingbing. Tapi nadanya ke sana.
Postingan itu mengungkap kebiasaan di kalangan bintang film Tiongkok. Yang belakangan kian moncer. Kian banyak yang menembus Hollywood. Atau industri film Hongkong. Fan Bingbing salah satu success story. Honornya sudah di level A untuk bintang film Barat di Hollywood.
Semua itu berkat ekonomi Tiongkok yang kian berjaya. Daya beli masyarakatnya naik. Selera hiburannya juga lebih bervariasi. Film menjadi amat laris di Tiongkok. Termasuk film-film Hollywood.
Jenis film indoktrinasi sudah kurang laku. Dagangan komunisme sudah kalah dengan hedonisme. Termasuk yang disebarkan oleh Hollywood.
Kata anak saya: hampir semua film Hollywood kini melibatkan emosi Tiongkok. Bisa lewat salah satu bintangnya: bintang film Tiongkok. Bisa lewat lokasinya. Atau lewat sumber dananya.
Pasar film Tiongkok memang menggiurkan. Jumlah layar lebarnya mengalahkan seluruh layar lebar di Amerika. Box office kedua kini sudah diraih dari Renminbi. Diramalkan, dua tahun lagi, box office dunia sudah dari Negeri Panda.
Kalau jadi. Kalau Trump tidak ngamukan terus. Kalau Xi Jinping tidak memasukkan film Hollywood dalam tit-for-tat-nya. Dalam perang dagangnya. Atau perang benerannya.
Nama Fan Bingbing melejit menunggangi pasang naik film Hollywood itu. Penggemar Fan Bingbing bisa histeris: cantik. tinggi, langsing, matang, aktingnya bagus dan suka bantu kegiatan sosial.
Umurnya: 36 tahun. Lahir: Qingdao, provinsi Shandong. Kota pantai yang cantik. Satu jam penerbangan ke arah utara dari Shanghai.
Pasangan kumpul kebonya bintang film juga: Li Chen.
Fan Bingbing bintang film yang akademis. Dia lulusan akademi teater dan akademi film di Shanghai.
Setelah sukses, Fan Bingbing bikin studio sendiri. Di Suzhou. Kota tetangga Shanghai.
Pokoknya serba sukses. Sampai bulan Mei lalu. Ketika Cui Yongyuan memposting kebiasaan curang para bintang film: menandatangani kontrak ‘Yin & Yang’.
Kontrak yang formal dan kontrak yang di bawah tangan. Nilainya jauh berbeda. Bumi dan ujung Burj Al Khalifa.
Ada kontrak yang formalnya USD 1,6 juta. Yang di bawah tangan USD 7,8 juta.
Heboh. Gempa. Tsunami. Jadi satu. Melanda bintang-bintang film Tiongkok. Menyapu industri film secara keseluruhannya. Reaksi publik begitu ganasnya. Terutama dari mereka yang taat membayar pajak.
Ada yang mengaitkan dengan ideologi negara: bagaimana di sebuah negara komunis bisa seperti itu. Ada tokoh-tokoh yang hidup mewah secara melanggar hukum. Di tengah masyarakat miskin yang masih banyak.
Jadilah isu sensitif.
Pemerintah tidak bisa lagi tutup mata. Semua bintang film diperiksa.
Terungkaplah secara luas. Jenis kontrak ‘Yin & Yang’ ini. Fan Bingbing tiba-tiba seperti lenyap ditelan gempa Palu. Tidak ada kabarnya. Tidak ada juga orangnya.
Dunia gosip menjadi sepi. Kehilangan obyeknya.
Eh, ternyata tidak begitu. Gosip justru membahana: di mana Fan Bingbing.
Akhirnya rumor yang paling dipercaya adalah ini: Fan Bingbing disekap. Hampir selama tiga bulan. Tanpa informasi apa pun. Sampai minggu lalu.
Tiba-tiba Fan Bingbing muncul: minta maaf atas perbuatannya. Dan akan membayar semua kewajiban pajaknya. Termasuk bunganya: yang Rp 1,5 triliun itu.
***
Dahlan ISkan
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews